event

MUSYAWARAH TAHUNAN JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG ANGKATAN 2018

MALIKA FC

TIM UTAMA FUTSAL SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG "MALIKA FC"

event

pacitan

SAVE PACITAN

kegiatan bakti sosial bersama LTNU di Pacitan, dengan agenda trauma hearing

Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Saturday, February 27, 2021

Neofungsionalisme

  Jumat, 19 Februari 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Neofungsionalisme Struktural” yang dipantik oleh Gusti Ramahda Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Defi Tri Astuti Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Grup.

Tema kali ini membahas tentang Gambaran Neofungsionalisme, Orientasi dasar, Perspektif pemikiran tokoh, Topik permasalahan. Neofungsionalisme merupakan rekonstruksi dari teori fungsionalisme struktural dengan tujuan dapat membangkitkan kembali dan memberikan dasar untuk pengembangan tradisi teoritis yang baru. Teori ini muncul karena adanya kritik dari fungsionalisme struktural sedangkan neofungsionalisme digunakan untuk menandai kelangsungan hidup tetapi juga sekaligus menunjukkan bahwa sedang dilakukan upaya memperluas dan mengatasi kesulitan  utamanya. 

Jeffrey Alexander dan Paul Colomy menyebutkan bahwa neofungsionalisme sebagai rangkaian kritik diri teori fungsional yang mencoba memperluas cakupan intelektual fungsionalisme yang sedang mempertahankan inti teorinya (1985). Fungsionalisme dibawa oleh Emile Durkheim yang dikembangkan ke Amerika pada pasca perang dunia bergejolak yang dimana pemerintah mencari sosiolog ternama dengan pendekatan pendekatan  mayarakat.

Menurut perspektif dari Alexander bahwa orientasi dibagi menjadi enam yaitu; Pertama, neofungsionalisme bekerja dengan model masyarakat deskriptif. Kedua, neofungsionalisme memusatkan perhatian yang sama besarnya terhadap tindakan dan keteraturan. Ketiga, neofungsionalisme tetap memperhatikan masalah integritas, tetapi bukan dilihat sebagai fakta sempurna melainkan lebih dilihat sebagai kemungkinan sosial. Keempat, neofungsionalisme tetap menerima penekanan personalisasi tradisional atas kepribadian, kultur, dan sistem sosial. Kelima, neofungsionalisme memusatkan perhatian pada perubahan sosial dalam proses diferensiasi didalam sistem sosial, kultural, dan kepribadian. Keenam, neofungsionalisme secara tidak langsung menyatakan komitmennya terhadap kebebasan dalam konseptualisasi dan menyusun teori berdasarkan analisis sosiologi pada tingkat lain. 

Secara umum terdapat  orientasi dasar Neofungsionalisme Struktural  yaitu; Pertama, dijalankan dengan suatu model deskripsi memandang masyarakat sebagai kesatuan elemen yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Kedua, mencurahkan perhatian yang sama pada aksi dan order. Ketiga, mempertahankan kepentingan stuktur fungsionalisme dalam integrasi bukan hanya sebagai fakta sosial  melainkan sebagai sosial possibility.

Pernyataan mengenai teori neofungsionalisme yang bersangkutan dengan fungsionalisme struktural bahwa lahirnya teori neofungsionalisme merupakan kritik terhadap struktur fungsionalisme yang dianggap terlalu menekankan pada masyarakat manusia yang bersifat harmoni, stabil, dan terintegrasi dengan baik. Karena penekanan yang berlebihan kepada harmoni dan stabilitas maka neofungsionalisme cenderung mengabaikan potensi konflik sosial. Maka fungsionalisme mengarah pada bias konfervatif dalam kehidupan sosial yakni cenderung mempertahankan segala yang ada dalam masyarakat. 

Teori neofungsionalisme terdapat perbedaan diksi karena dapat dilihat dalam buku teori sosial kontemporer yang membahas tentang fungsionalisme ataupun neofungsionalsme lahir karena yang menguatkan ataupun sebagai pondasi dasar adanya kelemahan teori fungsionalisme strukural dan timbulnya masalah. Terdapat stigma yang menggap bahwa teori neofungsionalisme tidak bisa booming di kalangan profesor sosiolog terkemuka karena sebagai alian-alian isu tentang teori neoungsionalisme, pada zaman Emile Durkheim menganggap teori ini hanya sebagai isu saja.

Pemikiran Alexander dan Colomy mengindikasikan pergeseran menjauh dan tendesi parsonsian untuk melihat fungsionalisme stuktural sebagai teori besar. Sebaliknya, mereka menawarkan teori yang lebih terbatas dan sintesis, namun tetap holistik. Akan tetapi seperti ditunjukan pada awal abad ini, masa depan neofungsionlisme diragukan karena fakta bahwa pendiri dan eksponen utamanya kurang dikenal ataupun teori besar yang dibawa oleh Emile Durkheim. Neofungsionalisme muncul ketika beredar sebuah isu atau permasalahan kulit hitam di Amerika, perang dunia kedua lalu pada waktu itulah para sosiolog dikumpulkan.

 Fungsionalisme cenderung  mengabaikan potensi konflik sosial yang merupakan ciri dasar dari kebanyakan masyarakat. Dengan mengabaikan konflik sosial dan mengedepankan harmoni dalam masyarakat, maka fungsionalis mengarah pada bias konservatif dalam kehidupan sosial, yakni cenderung mempertahankan segala yang ada dalam masyarakat. Masyarakat yang dikaji hanya tertuju pada satu pada satu masa tertentu saja, sehingga mengabaikan dimensi historis dalam mengkaji kehidupan masyarakat. Akibatnya, sangat sulit menjelaskan perubahan sosial dalam konteks prespektif materialis dan prespektif konflik.

Dalam Neofungsionalisme menggunakan istilah action dan order sebagai istilah lain dari agency dan struktur. Alexander mengemukakan bahwa terdapat keseimbangan antara aksi dan order. Isu utama dalam teori aksi adalah apakah aksi diterima secara rasional atau tidak. Alexsander memberikan makna rasionalisme sebagai aksi untuk mecapai tujuan normative yang lebih luas dalam perilaku manusia. Adapun permasalahan Order adalah bagaimana pola penempatan unit individu pada struktur sosial non-random dengan segala motifnya.

Perbedaan teori Neofungsioanlisme dengan Fungsionalisme struktural ialah dapat dilihat melalui pandangan antara dua teori yakni teori fungsionalisme lebih ke statis dan tidak berubah, sedangkan neofungsioanalisme lebih kepada kehidupan masyarakat yang dinamis dan cakupan ilmu teori yang lebih luas pada konflik yang ada di masyarakat.

Awal teori neofungsionalisme muncul untuk mengatasi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan fungsionalisme struktural, solusi yang ditawarkan teori neofungsionalisme berhasil menyelesaikan masalah dari fungsionaisme seperti konflik, konservatisme. Namun  teori neofungsionalisme muncul bukan untuk mengatasi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan pada fungsionalisme struktural karena ini terjadi penurun dasar dan teori yang cenderung mengabaikan potensi konflik sosial yang merupakan ciri dasar dari kebanyakan masyarakat. Fungsionalisme struktural tidak bisa dikatakan mengabaikan konflik ynag ada dalam masyarakat karena pada kenyataanya justru lebih dekat dengan masyarakat mengenai struktur sosial, fungsi sosial bisa diterapkan dalam masyarakat meski secara garis besar fungsionalisme struktural mempertahankan keteraturan yang ada dalam masyarakat.

Permasalahan order adalah bagaimana pola penempatan unit individu pada struktur sosial non-random dengan segala motifnya, hal itu merupakan orientasi dasar neofungsionalisme “mencurahkan perhatian yang sama pada aksi dan order.” Hal ini menghindari kecenderungan fungsionalisme yang hanya mengacu pada order level makro. Neofungsionalise juga memberikan pengertian yang luas bukan hanya bersifat rasional melainkan juga aksi ekspresif, level makro itu memberikan pengertian yang luas pada teori neofungsionalisme bukan hanya sudut pandang  yang kecil.

Kelemahan dan kelebihan dari diterapkannya neofungsionalisme dalam kehidupan dapat dilihat pada kelemahannya cenderung pada obyek dari neofungsionalisme cakupannya luas bukan hanya bersifat rasional melainkan juga aski ekspresif.  Kelebihannya dapat dilihat dari mempelajari teori yang bersifat terbuka. Dalam buku George Ritzer tentang teori sosoiolgi bahwa neofungsionalisme menghindari tendensi fungsionalisme struktural yang nyaris secara eksklusif fokus pada sumber-sumber ketertiban level makro didalam struktur sosial dan kebudayaan dan tidak banyak memerhatikan pola-pola tindakan yang lebih berlevel mikro (Schwinn, 1998).

Referensi: 

Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, Dan Perilaku Sosial), Jakarta: Kencana, 2012.

Rahma Sugiharti, Perkembangan Masyarakat Informasi Dan Teori  Sosial Kontemporer, Jakarta: Kencana, 2014


Penulis : Defi Tri Astuti


Fungsionalisme Struktural Sebagai Pedoman Kajian Sistem di Masyarakat

    Jum’at, 12 Februari 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Fungsionalisme Struktural” yang dipantik oleh Estu Farida Lestari Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan di temani oleh moderator Evania Fidyawati Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Grup.

    Tema kali ini membahas tentang sejarah fungsionalisme, gambaran pencetus Teori Fungsional Struktural, hal-hal yang menjadi syarat mutlak berfungsinya masyarakat, asumsi dasar konflik, konsep fungsi sistem sosial, dan empat komponen penggunaan imperatif fungsional.

    Struktural-fungsionalisme  lahir sebagai reaksi terhadap teori evolusionari. Jika tujuan dari kajian evolusionari  adalah untuk membangun tingkat-tingkat  perkembangan  budaya manusia, maka tujuan dari kajian struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun suatu sistem sosial, atau struktur sosial. Teori ini telah merajai kajian antropologi-sosiologi di dunia barat, sehingga King Los Davis berani mengatakan bahwa struktural fungsioanalisme sama rata dengan antropologi-sosiologi. Di Inggris teori ini mencapai puncak pada tahun 1930-1950. Pelopor yang terkenal pada masa itu ialah Rad-cliffe-Brown dan Malinos que, setelah pengetahuan ini berkembang dengan baik di Inggris yang dikenalkan oleh dua tokoh tersebut melalui pendekatan yang di bawa ke Amerika dan diperkenalkan ke jurusan Sosiologi-Antropologi Chicago University.

    Selain itu ada dua pengikut yaitu Fried Eghent dan Redfiell. Pada tahun 1950 mengalami puncak kejayaan, teori ini di kembangkan oleh Talcot Person beliau mampu mengubahnya secara canggih dan mengemas secara kompleks. Namun Talcot Person tidak bisa disebut sebagai pencetus karena sebelumnya sudah di publikasikan oleh R-B. Selang beberapa tahun kemudian teori ini mendapati banyak kritikan sebab munculnya teori baru di Sosiologi. Asumsi dasar dari teori fungsionalisme struktural ialah paham perspektif dalam sosiologi memandang masyarakat sebagai satu sistem yang saling berhubungan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan mengakibatkan ketidakseimbangan seperti halnya terdapat problematika masyarakat. Terjalinnya relasi baik antara masyarakat satu dengan yang lain, maka konflik yang timbul di tengah masyarakat sangat terbatas. Dilingkup kemasyarakatan terdapat kasta atau stratifikasi berupa struktur perangkat desa yang mengatur tatanan dalam masyarakat.

    Terdapat empat syarat mutlak untuk dikatakan masyarakat bisa berfungsi dengan seksama  antara lain; pertama, Adaptasi merupakan sebuah sistem yang menanggulangi situasi eksternal dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai kebutuhannya. Kedua, Pencapaian tujuan merupakan sebuah sistem yang harus mendefinisikan untuk mencapai tujuan utama. Dalam tatanan hidup masyarakat tentu memiliki tujuan yakni mencapai kemakmuran bersama, mencapai kehidupan harmonis. Ketiga, Integrasi merupakan sebuah sitem yang mengatur bagian komponen hidup. Sistem ini harus berkaitan atas tiga fungsi penting lainnya. Sebuah masyarakat dapat dikatakan berfungsi sempurna jika bisa mengatur dan mengolah kinerja dengan baik. Keempat, Pemeliharaan pola merupakan sebuah sistem yang mengatur segala hal dalam masyarakat bisa berjalan dengan baik, jika ada keteraturan dalam kultur yang dapat merubah pola fikir dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan yang membuat mereka semakin aktif dan tidak pasif.

    Parson memperkenalkan dua konsep yang berkenaan dengan sistem sosial yaitu konsep fungsi dan konsep pemeliharaan keseimbangan. Kedua konsep ini saling berkesinambungan karena ketika masyarakat mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka konflik yang timbul dalam masyarakat sangat minim. Bagaimana agar masyarakat tetap bisa dianggap berfungsi? Salah satunya lewat konsep pemeliharaan keseimbangan, perlu mempertahankan aturan yang sudah di selenggarakan. Menurut teori R-B bahwa “sebuah masyarakat disamakan dengan teori biologis sebagai perumpamaannya manusia mmiliki sel-sel, jaringan yang ada dalam tubuh tersebut”.

    Beberapa sistem sosial yang ada dalam masyarakat yakni sistem mata pencaharian, sistem kekerabatan dan organisasi sosial, bahasa, sistem kepercayaan. Selain itu terdapat empat komponen dalam penggunaan imperial fungsional, pertama, sistem tindakan, menurut person terdapat enam lingkungan sistem yang mendorong manusia untuk bertindak yaitu realitas hakiki, sistem kultural, sistem sosial, sistem kepribadian, organisme behavoria, dan adanya lingkungan fisik organik. Parson mengintegrasikan sistem dalam dua aspek tinggi dan rendah. Setiap level yang rendah menyediakan syarat energi dibutuhkan dalam level tinggi dan level tinggi mengontrol level yang hierarki berada dibawahnya dalam lingkungan sistem tindakan level terendah adalah lingkungan fisik dan organik yang terdiri dari unsur-unsur tubuh manusia, anatomi, dan fisiologi bersifat non simbolis 

    Dalam level tertinggi ialah realitas hakiki yang meliputi Sistem sosial, menurut person sistem sosial ialah sistem yang terdiri dari berbagai aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam aspek lingkungan. Sistem kultural, menurut person kebudayaan merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena dalam kebudayaan terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem kepribadian, pandangan Person adalah kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan kebudayaan melalui sosialisasi. Kepribadian menjadi sistem independent berhubungan dengan organisme itu sendiri. Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada dalam diri individu mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan disposisi

    Dalam analisis sistem fungsional Person menguraikan sejumlah persyaratan bagi sistem sosial adalah Sistem sosial harus terstruktur agar dapat beroperasi dengan sistem lain, sistem sosial harus didukung agar tetap bertahan, sistem harus signifikan memenuhi kebutuhan masyarakat, sistem sosial harus menimbulkan partisipasi memadai dari anggota, sistem harus memiliki kontrol minimum terhadap perilaku yang berpotensi merusak dan konflik yang menimbulkan kerusakan harus dikontrol. 

Referensi: 

Jurnal Antropologi No. 52, Universitas Indonesia, dan Jurnal digilib.uinsby.ac.id


Penulis: Defi Tri Astuti