Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Monday, August 30, 2021

Teori Neo-Marxian

 Penulis : Defi Tri Astuti

    Jumat, 05 Maret 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Teori Neo-Marxian” yang dipantik oleh Lathifatul Azizah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Adi Langgeng Saputra Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Group.

    Tema kali ini membahas tentang Gambaran teori Neo-Marxian, Perbedaan (Marxisme, Non-Marxis dan Neo-Marxian), Kritik-Kritik Utama terhadap Kehidupan Sosial dan Intelektual, Pemikiran dari beberapa tokoh.

    Neo Marxian adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial atau analisis Sosiologi yang mengacu pada de-ide Karl Marx dan unsur-unsur dari tradisi intelektual lain seperti teori kritis dan teori konflik. Neo Marxian juga meliputi analisis Marxisme, feminisme Marxis, Marxisme ekonomi, Post Marxisme dan berbagai teori kritis yang berasal dari Frankfrut School. Kedua teori ini cukup berbeda meski titik pusatnya tetap pada Karl Marx, adapun perbedaanya antara lain ;

Pertama, Marxisme sendiri adalah sebuah paham yang berdasar pada padangan-pandangan Karl Marx. Yang mencakup pada materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial. Contoh dalam teori alinasi, ketegangan kelas, teori antar kelas seperti Borjuis da Ploretan.

Kedua, Non-Marxis merupakan paham yang tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran Marx. Bahkan dalam beberapa tulisannya cenderung menyerang pemikiran Marx. Contoh konflik dialektika.

Ketiga, Neo-Marxian adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial yang mengacu pada ide-ide Karl Marx. Penganut Neo-Marxian cenderung menunjukkan bagaimana kebijakan dalam kapitalisme menghambat pembangunan dan meningkatkan kesenjangan. Contoh teori ini mengkritik sebuah teknologi dan mengkritik kaum guru dengan kaum intelektual. 

    Konflik Marxisme mengakar pada Karl Marx disebutkan adanya pertentangan antara kelas Borjuis dan Ploretan khususnya pada masa industri, kemudian berkembang dan pemikiran Marx diikuti oleh tokoh-tokoh lain khususnya di Jerman. Revolusi yang terjadi dalam masyarakat menghasilkan dua fungsi menurut Dahrendorf mengatakan bahwa “hal itu tidak mungkin terjadi karena dalam masyarakat terdapat dua fungsi yaitu konflik, konsensus atau tidak selamanya berkonflik.” Tokoh ini dikenal sebagai aliran non-Marxis atau konflik dialektika menganggap bahwa konflik berujung konsensus, kalau konsensus disepakati maka berjalan dan jika terjadi pelanggaran timbul konflik.

    Namun pemikir lain rata-rata di kota Jerman yaitu mazhab Frankfrut beliau masih mengikuti pemikiran marx selain itu mereka juga mengkritik basic perubahan buruk dimana buruh-buruh harus bersatu. Mereka sadar akan terciptanya kelas, para buruh memberontak dan terjadi revolusi. Sedangkan aliran neo-marxis tidak menganggap bahwa “buruh bukanlah sebuah agen perubahan karena buruh itu tertindas.” Mereka juga sibuk memikirkan nasibnya, mereka perlu adanya perubahan baru yaitu kaum intelektual. Kaum intelektual yang seharusnya menjadi agen perubahan sebab mereka sudah faham tentang pengetahuan dan melek teknologi.

Kritik-Kritik Utama terhadap Kehidupan Sosial dan Intelektual yaitu;

    Pertama, Kritik terhadap Teori Marxian Teori kritis ini bertitik tolak dari suatu kritik terhadap teori-teori Marxian. Para teoritisi kritis sebagian besar merasa terganggu dengan determinis ekonomi. Determinasi ekonomi adalah filsafat bahwa kekuatan ekonomi pada akhirnya akan determinis atau yang menekankan pada masyarakat dibagai mejadi kelas ekonomi yang bersing untu mengandalkan sistem politik. 

    Teori-teori kritis tidak mengatakan bahwa para determinis ekonomi salah dalam ranah ekonomi, tetapi mereka seharusnya juga memperhatikan aspek-aspek sosial. Contohnya ialah Herbert Marx mengkritis determinisme yang imprisif tetapi sebagian besar memusatkan kritik mereka pada kaum neo-marxis. Namun harus memperhatikan aspek sosial seperti aliran kritik berusaha mengoreksi ketidakseimbangan dengan memusatkan perhatian kepada ranah budaya. Aliran ini juga mengkritisi masyarakat seperti uni soviet.

    Kedua, Kritik terhadap Masyarakat Modern sebagian besar karya aliran kritis bertujuan mengkritik masyarakat modern dan berbagai komponennya. Sementara banyak teori Marxian awal secara khusus tertuju pada ekonomi, aliran kritis mengganti orientasinya ke level budaya sehubungan dengan hal-hal yang dianggap kenyataan-kenyataan masyarakat kapitalis modern yakni lokus dominasi didalam dunia modern berubah dari ranah ekonomi ke ranah budaya. Aliran kritis tetap mempertahankan minatnya kepada dominasi dunia modern berupa unsur kebudayaan. Aliran kritis berusaha berfokus pada penindasan budaya individu yang terjadi di masyarakat modern.

    Pemikiran Dahrendorf menjelaskan bahwa “mengapa ramala Marx yang sebelumnya tidak terjadi khususnya tentang revolusi kelas.” Karena memang dalam masyarakat industri sekarang pemilik model itu tidak sekaligus menjadi manager. Pada zaman Marx pemilik model sekaligus menjadi manager di tempat usahanya. Namun di jaman sekarang banyak orang-orang dari kalangan guru, rakyat biasa mereka berpendidikan kemudian memperoleh gelar sehingga orang yang masuk di kelas menengah bawah masuk dalam dunia kerja atau perusahaan. 

     Adapula komposisi modal atau model tidak hanya satu orang contohnya dari kelas guru mereka bisa memberikan saham maka hal tersebut tidak terpaku pada orang kaya dan orang miskin. Dari teori konflik neo-marxis terdapat tokoh yaitu Herbert Marcuse merupakan generasi pertama dari aliran Frankfrut School. Di aliran ini ada tiga generasi yang pertama, pemikiran ini mengkritik tentang teknologi terutama pada manusia modern. Menurut beliau manusia zaman dahulu terjebak pada mitos-mitos seperti tahayyul atau hal yang bersifat ghoib. Namun manusia modern saat ini sering terjebak dalam teknologi.

Referensi

Jurnal of Uban Sosiology No.2, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Teori Sosiologi, George Ritzer, 2012


0 comments: