Tuesday, March 10, 2020
Bedah Isu Kekeluargaan "RUU Ketahanan Keluarga Dalam Kacamata Sosiologi"
Kamis, 05 Maret 2020 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan rutin FORMAD Bedah Isu (Forum Mahasiswa FUAD) . Kegiatan ini terbuka untuk umum dan dimulai pukul 19.00 WIB sampai 21.00 WIB. FORMAD ini perdana dengan Bedah Isu yang bertepatan di Bilkop caffe Tulungagung.
FORMAD yang disusun kali ini berbeda dengan FORMAD mingguan lantasan ini dengan membawakan isu-isu yang beredar di masyarakat dengan FORMAD Bedah Isu Kekeluargaan dengan tema RUU Ketahanan Kekeluargaan Dalam Kacamata Sosiologi. FORMAD kali ini dipantik oleh bu Fitria Rismaningtyas, M.Sos selaku dosen Sosiologi Agama IAIN Tulungagung dan moderator Aminatul Khasanah mahasiswa Sosiologi Agama semester enam.
Bu Fitria selaku Dosen Sosiologi Agama IAIN Tulungagung menjelaskan tentang Bedah Isu Kekeluargaan dengan tema RUU Ketahanan Keluarga dalam Kacamata Sosiologi. Keluarga merupakan satuan unit terkecil dalam Masyarakat. Keluarga merupakan media bagi perkembangan anak. Namun di era yang semakin modern ini fungsi keluarga semakin berkurang.
Banyak tantangan yang di di era yang modern ini contoh tantangan nya seperti di era yang modern ini contoh tantangan nya seperti: pertama Pendidikan, Dalam hal pendidikan peran keluarga saat ini menjadi lebih sedikit karena tergantikan oleh teknologi aplikasi yang sudah banyak mencangkup tentang pendidikan. Contohnya saja dengan adanya aplikasi bimbel online "ruangguru". Karena adanya aplikasi berteknologi ini orang tua cenderung untuk memasakkan anaknya untuk belajar dengan aplikasi berteknologi.
Kedua Agama, Begitu pula dengan urusan agama titik saat ini orangtua cenderung untuk menaruh anaknya di sekolah yang sudah dibekali dengan agama. Di sekolah yang plus agama ini anak mendapat materi tambahan dan pulang lebih lama dari sekolah biasa Karena itu waktu anak dan keluarga akan cenderung berkurang dan orang tua lebih memasrahkan anaknya kepada sekolah untuk urusan agama. "Seperti pondok pesantren atau madrasah"- tutur bu fitri.
Setelah menikah pasangan suami istri akan mendepatkan tempat tinggal baru. Hal ini terdiri dari beberapa bagian: Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. Pertama, Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. Kedua, Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. Ketiga, Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.
"Pada era modern dan pasca modern ini, keberadaan keluarga besar semakin mengecil. Wanita dan laki-laki sekarang ini menganggap bahwa pernikahan tidak penting". Ungkap bu fitri.
Di era saat ini ni semakin banyak terdapat keluarga modern, keluarga modern sendiri merupakan keluarga yang apabila seorang laki-laki dan perempuan setelah menikah maka mereka tinggal di satu rumah tersendiri. Maksudnya, mereka tidak tinggal di keluarga laki-laki ataupun keluarga dari perempuan. Keluarga modern sendiri lebih memiliki anggota keluarga yang kecil, semakin modern keluarga itu maka semakin kecil pula anggotanya karena mereka menganggap anak sebagai beban kebutuhan. Keluarga modern dapat dijumpai di negara maju seperti Jepang dan Korea.
Bu fitri menjelaskan bahwa "negara kita, Indonesia saat ini tengah mendapatkan bonus demografi. Lain dengan negara maju yang krisis demografi akibat menurunnya minat warganya terhadap menjalin hubungan pernikahan dan ketakutan mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga."
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adalah angka fertilitas( angka kelahiran rendah) "Di negara Jepang dan Korea tingkat kelahiran rendah karena masyarakat Jepang dan Korea tidak mau menikah mereka menganggap apabila menikah biaya yang dikeluarkan akan bertambah karena dalam pernikahan harus menjalin Solidaritas tas yang baik dalam keluarga". Dan Tindak KDRT.
Ketahanan keluarga sendiri adalah sikap sebuah keluarga untuk bisa mengatasi masalah masalah lokal yakni Perkawinan dan global yakni Ekonomi. Dalam RUU ketahanan keluarga ada beberapa yang harus diperhatikan yakni Ingin melindungi keluarga dari globalisasi dan melindungi kultur budaya, Negara memperkuat posisi Lelaki pada keluarga, dan terlalu membebani suami dalam urusan publik(bekerja dan ikut menjaga ketahanan umum).
RUU ketahanan keluarga menjadi kontroversi lantaran pasal tersebut secara tidak langsung, bahwa laki-laki juga mendapatkan diskriminasi, bukan hanya perempuan saja. Pada pasal 25, suami harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan perempuan harus bekerja pada sektor domestik saja. Terjadi perdebatan, karena "RUU ini terlalu ikut campur dalam urusan personal dalam rumah tangga."-ujar bu fitri selaku pemateri.
Sebagai penutup, bu fitri menambahkan. "Yang harus dilakukan negara terhadap ketahanan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang baik, pelayanan pendidikan yang bisa diakses siapapun, stop kekerasan terhadap anak, stop pelecehan dan negara mampu menjamin bahwa masyarakatnya bebas dari narkoba."
Lathifatul Azizah dan Ulul Mahmudah
Monday, March 9, 2020
Formad 3 Post Strukturalis
Jum'at 06 Maret 2020 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama kembali mengadakan kegiatan mingguan rutin FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD). Kegiatan ini terbuka untuk umum dimulai pukul 10.00 WIB sampai 11.20 WIB di Balkon lantai tiga Gedung K. H Arief Mustaqim. FORMAD ini merupakan lanjutan materi dari FORMAD-FORMAD sebelumnya lantasan saling kritik mengkritik, kali ini FORMAD dengan tema Post Strukturalis yang dipantik oleh saudara Miftahul Ulum Amaliyah.
Ulum memaparkan mengenai post strukturalis pada abad moderen ialah suatu simbol berdasarkan bahasa. Ulum menyampaikan pendapat dari Kang Saiful post strukturalis ialah kritik, melanjutkan. Sedang Ulum sendiri berpendapat bahwa post strukturalis ini merupakan memperbarui, melanjutkan, mengeritik yang ada dalam strukturalis. Ada dua filsuf mengeritik post strukturalis yang sangat berpengaruh yakni Derida dan Michele Faucault.
Derida mengeritik filsuf Ferdinand de Saussure bahwa struktur bahasa yang berpengaruh, manusia harus bisa menganalisis tidak hanya dari luarnya namun dalamnya juga. Struktur ini dianggap kaku, bahasa yang ditekankan, manusia hanya bertahan yang di tekan pada struktural. Penggunaan bahasa yang mengunakan dua bahasa yakni linguistik dan parol. Linguistik ialah bahasa yang formal, bahasa yang digunakan pemerintah, bahasa baku sehingga tidak semua masyarakat mengerti. Sedangkan parol ialah bahasa biasa, bahasa yang digunakan sehari-hari.
Tokoh yang kedua Michele Faucault mengeritik struktur yang dijadikan obek dengan memanfaatkan kekuasaan karena ia terkenal dengan pemikiran Relasi Kuasanya. Strukturalis yang tidak hanya fokus pada sistem dan struktur, bahwa semuanya itu tergantung objeknya. Yang menjadi garis besar kritikan Faucault ini ialah melawan keketatan sistem dalam bahasa dan mengembangkan peran manusia sesuai objek yang diatur oleh sistem. Saat zaman strukturalis manusia sebagai subjek namun manusia seakan-akan dikesampingkan malah yang menjadi objek bahasa.
Adi melontarkan pertanyaan kepada Ulum mengenai sebagi objek subjek dalam kekeluargaan yang timbul dari perasaan, Ulum menjawab pertanyaan tersebut "dalam keluarga suami istri semisal si A merasa didiskriminasikan ia tetap sebagai objek walaupun perannya tidak berjalan dengan sepenuhnya".
Dari pemaparan tersebut garis besarnya para tokoh filsuf mengertik strukturalis yang menekankan pada bahasa yang dianggap kaku, melawan keketatan sistem dalam berbahasa dan mengembangkan peran manusia sebagi objek yang diatur oleh sistem.
Penulis: Siti Mariyam
Ulum memaparkan mengenai post strukturalis pada abad moderen ialah suatu simbol berdasarkan bahasa. Ulum menyampaikan pendapat dari Kang Saiful post strukturalis ialah kritik, melanjutkan. Sedang Ulum sendiri berpendapat bahwa post strukturalis ini merupakan memperbarui, melanjutkan, mengeritik yang ada dalam strukturalis. Ada dua filsuf mengeritik post strukturalis yang sangat berpengaruh yakni Derida dan Michele Faucault.
Derida mengeritik filsuf Ferdinand de Saussure bahwa struktur bahasa yang berpengaruh, manusia harus bisa menganalisis tidak hanya dari luarnya namun dalamnya juga. Struktur ini dianggap kaku, bahasa yang ditekankan, manusia hanya bertahan yang di tekan pada struktural. Penggunaan bahasa yang mengunakan dua bahasa yakni linguistik dan parol. Linguistik ialah bahasa yang formal, bahasa yang digunakan pemerintah, bahasa baku sehingga tidak semua masyarakat mengerti. Sedangkan parol ialah bahasa biasa, bahasa yang digunakan sehari-hari.
Tokoh yang kedua Michele Faucault mengeritik struktur yang dijadikan obek dengan memanfaatkan kekuasaan karena ia terkenal dengan pemikiran Relasi Kuasanya. Strukturalis yang tidak hanya fokus pada sistem dan struktur, bahwa semuanya itu tergantung objeknya. Yang menjadi garis besar kritikan Faucault ini ialah melawan keketatan sistem dalam bahasa dan mengembangkan peran manusia sesuai objek yang diatur oleh sistem. Saat zaman strukturalis manusia sebagai subjek namun manusia seakan-akan dikesampingkan malah yang menjadi objek bahasa.
Adi melontarkan pertanyaan kepada Ulum mengenai sebagi objek subjek dalam kekeluargaan yang timbul dari perasaan, Ulum menjawab pertanyaan tersebut "dalam keluarga suami istri semisal si A merasa didiskriminasikan ia tetap sebagai objek walaupun perannya tidak berjalan dengan sepenuhnya".
Dari pemaparan tersebut garis besarnya para tokoh filsuf mengertik strukturalis yang menekankan pada bahasa yang dianggap kaku, melawan keketatan sistem dalam berbahasa dan mengembangkan peran manusia sebagi objek yang diatur oleh sistem.
Penulis: Siti Mariyam
Sunday, March 1, 2020
Formad 2: Menyelisik Fungsionalis Struktural
Jumat, 28 Februari 2020, pukul 07.30 – 09.00 WIB Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama melaksanakan kegiatan Forum Mahasiswa FUAD (FORMAD) di Balkon Gedung Arief Mustaqiem lantai tiga. FORMAD kali ini membahas tentang “Fungsionalisme Struktural” yang dipantik oleh Natasya Pazha Denanda dan dimoderatori oleh Muhammad Yahya.
Natasya menjelaskan bahwa Teori Fungsionalisme Struktural dicetuskan oleh tokoh Sosiologi yang bernama Emile Durkheim. Emile Durkheim ini menganalogikan fungsionalisme struktural sebagai satu kesatuan organisme.
Ada dua tokoh sosiologi yang terpengaruh oleh Teori Fungsionalisme Durkheim, yaitu:
Talcott Parsons adalah seorang sosiolog yang lahir pada 13 Desember 1902 di Colorado, Amerika. Ia meninggal pada 8 Mei 1979 di Munich, Jerman. Talcott berasal dari keluarga yang memiliki intelektual tinggi dan ayahnya seorang pendeta gereja, seorang profesor, dan presiden dari sebuah kampus kecil.
Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika Talcott menggunakan pendekatan fungsional. Pendekatannya juga dipengaruhi oleh pemikiran August Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu tindakan individu manusia yang diarahkan pada tujuan. Menurut Talcott Parsons tindakan sosial adalah suatu tindakan individu yang berinteraksi dengan individu lain yang mempengaruhi individu tersebut. Ada beberapa tindakan imperatif fungsional diantaranya, yaitu tindakan rasional instrumental, nilai, afektif dan tradisional.
Pemikiran Talcott Parsons tentang Teori Agil ada empat:
Robert King Merton adalah seorang sosiolog yang lahir pada 4 Juli 1910 di pemukiman kumuh di Philadelphia, Amerika. Ia meninggal pada 23 Februari 2003 di New York, Amerika. Merton mengembangkan konsep keseimbangan bersih. Ia juga mengkritik tiga postulan (asumsi yang jadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya), yaitu:
Setelah Natasya selesai memaparkan tentang Fungsionalisme Struktural kepada teman-teman jurusan Sosiologi Agama, moderator langsung membuka pertanyaan bagi siapa yang ingin bertanya. Dan selesai sesi tanya jawab moderator langsung menutup diskusi tersebut.
Nurul Arifah (Sosiologi Agama Semester 2B).
Jumat, 28 Februari 2020, pukul 07.30 – 09.00 WIB Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama melaksanakan kegiatan Forum Mahasiswa FUAD (FORMAD) di Balkon Gedung Arief Mustaqiem lantai tiga. FORMAD kali ini membahas tentang “Fungsionalisme Struktural” yang dipantik oleh Natasya Pazha Denanda dan dimoderatori oleh Muhammad Yahya.
Natasya menjelaskan bahwa Teori Fungsionalisme Struktural dicetuskan oleh tokoh Sosiologi yang bernama Emile Durkheim. Emile Durkheim ini menganalogikan fungsionalisme struktural sebagai satu kesatuan organisme.
Ada dua tokoh sosiologi yang terpengaruh oleh Teori Fungsionalisme Durkheim, yaitu:
- Talcott Parsons
Talcott Parsons adalah seorang sosiolog yang lahir pada 13 Desember 1902 di Colorado, Amerika. Ia meninggal pada 8 Mei 1979 di Munich, Jerman. Talcott berasal dari keluarga yang memiliki intelektual tinggi dan ayahnya seorang pendeta gereja, seorang profesor, dan presiden dari sebuah kampus kecil.
Sebagai seorang sosiolog kontemporer dari Amerika Talcott menggunakan pendekatan fungsional. Pendekatannya juga dipengaruhi oleh pemikiran August Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu tindakan individu manusia yang diarahkan pada tujuan. Menurut Talcott Parsons tindakan sosial adalah suatu tindakan individu yang berinteraksi dengan individu lain yang mempengaruhi individu tersebut. Ada beberapa tindakan imperatif fungsional diantaranya, yaitu tindakan rasional instrumental, nilai, afektif dan tradisional.
Pemikiran Talcott Parsons tentang Teori Agil ada empat:
- (Adaptasi) yaitu sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat, sistem harus menyesuaikan dengan lingkungannya.G
- Goalattainment (pencapaian tujuan) yaitu sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
- Integration (integrasi atau pembauran) yaitu sebuah sistem harus bisa mengatur komponen-komponennya.L(
- Latencypemeliharaan pola) yaitusistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural.
Robert King Merton adalah seorang sosiolog yang lahir pada 4 Juli 1910 di pemukiman kumuh di Philadelphia, Amerika. Ia meninggal pada 23 Februari 2003 di New York, Amerika. Merton mengembangkan konsep keseimbangan bersih. Ia juga mengkritik tiga postulan (asumsi yang jadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya), yaitu:
- Postulat ksatuan fungsional masyarakat (semua keyakinan dan praktik-praktik kultur budaya dan sosial sudah di standarkan untuk kemanfaatan masyarakat).P
- Postulatfungsional universal (semua aspek yang ada di masyarakat itu sudah baku dan memiliki fungsi-fungsi positif).
- Postulatkebutuhan mutlak (dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting. Ada dua istilah yaitu difungsi (memelihara situs sosial dan memberikan nilai negatif) dan nonfungsi (lebih ke konsekuensi-konsekuensi atau sudah tidak relevan).
Setelah Natasya selesai memaparkan tentang Fungsionalisme Struktural kepada teman-teman jurusan Sosiologi Agama, moderator langsung membuka pertanyaan bagi siapa yang ingin bertanya. Dan selesai sesi tanya jawab moderator langsung menutup diskusi tersebut.
Nurul Arifah (Sosiologi Agama Semester 2B).