Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Tuesday, November 6, 2018

Legenda Maibit by Naimatul Huda

Di suatu masa di desa maibit hiduplah seorang janda yang bernama Sri Penganti. Di perkirakan mereka hidup pada masa abad ke 14 masehi. Mereka tinggal di dekat sendang (perairan terbuka/semacam kolam kecil).
Sri penganti merupakan seorang ratu yang mengalami pelarian sampai ke maibit pada masa kerajaan Kediri, ( masa ken arok) pemaparan dari warga sendang maibit sukri. Dalam pelarianya sri penganti tidak langsung menetap ke desa maibit tetapi dia terlebih dulu singgah di desa-desa yang pernah di laluinya meliputi desa perungahan, ds. Mayang, desa sendang ngedangkreng( ds pengok). Setelah itu ia menetap didesa maibit dan angakat sebagai anak asuh kang bibit yang keseharianya sebagai penjual warung. Sri penganti memiliki saudara bernama joko grenteng.
Keindahan dan kecantikan janda itu sangatlah terkenal, banyak pemuda yang mengagumi kecantikannya, salah satunya Dalang Budoyo (dari desa maner).
Suatu ketika saat Sri Penganti atau biasa di sebut Lanjar Maibit (lanjar yang artinya semasa dia menikah belum pernah melakukan hubungan suami istri) sedang mandi di sendang tiba tiba Dalang Budoyo datang karena dia sangat mengagumi kecantikan Lanjar Maibit dia melihat Lanjar Maibit sedang mandi lalu dia naik ke atas pohon yang berada tak jauh dari tempat pemandian untuk memperhatikan Lanjar Maibit mandi dari atas pohon.
Tak sengaja lanjar maibit melihat bayangan di air yaitu bayangan Dalang Budoyo yang sedang memperhatikannya mandi  dari atas pohon. Saat melihat bayangan itu seketika Lanjar Maibit memakai selendangnya atau baju dan pergi meninggalkan tempat pemandiaanya. Ternyata cincin lanjar tertinggal di batu, Dalang Budoyo melihat cincin tersebut dan mengambilnya walaupun dia tidak bisa memiliki hati lanjar maibit tapi dia cukup senang mendapatkan cincin dari wanita yang sangatdi cintainya.
Selain Dalang Budoyo ada Begendung Kuwon (dari desa Pekuwon), Minak Jepolo (dari desa Sawahan/Logawe) dan masih banyak pemuda yang mengagumi Lanjar Maibit dan ingin menikahinya tapi mereka semua tidak ada yang bisa meluluhkan hati Lanjar Maibit.
Suatu ketika ada pemuda tampan yang bernama Minak Anggrang(dari padangan) putra Bupati Padangan sedang berburu burung di dekat sendang dia bertemu Lanjar Maibit dan dia terpesona oleh kecantikan sang Lanjar Maibit pada saat itu juga dia lansung jatuh cinta pada Lanjar. Ternyata Lanjar pun juga menyukai Minak Anggrang dan mereka pun menikah.

Karna minak angrang adalah seorang keturunan putra bupati padangan, dan selalu berburu dan pergi dan kembali ke negrinya  (padangan).  Suatu hari Minak Anggrang melihat istrinya sedang bersama pemuda pemuda itu tidak lain adalah Joko Grenteng yaitu adik dari Lanjar Maibit karena Minak Anggrang melihat kedekatan mereka diapun cemburu dan curiga kemudian Minak Anggrang menuduh  bahwa Joko Grenteng selingkuhan Lanjar Maibit. Joko Grenteng menjelaskan bahwa mereka bersaudara, tetapi Minak Anggrang tidak mempercayainya dan Minak Anggrang menyuruh mereka membuktikan kalau mereka benar benar bersaudara.kemudian Joko Grenteng dan Lanjar Maibit setuju untuk melakukan bunuh diri berdasarkan syarat yang di berikan Minak Anggrang untuk membuktikan bahwa mereka bersaudara dan mereka tidak berselingkuh. Jika posisi kepala mayat mereka berdua berbeda dengan posisi saat mereka di kubur (kepala bersingkuran) membuktikan bahwa mereka benar benar bersaudara dan mereka tidak bersalah dan jika posisi kepala mereka tidak berubah atau tetap pada posisi mereka saat di kuburkan(kepala saling berhadapan) itu berarti mereka membuktikan tidak bersaudara dan mereka bersalah.
Beberapa hari setelah kematian Joko Grenteng dan Lanjar Maibit Minak Anggrang mengali kuburan Joko Grenteng dan Lanjar untuk melihat posisi kepala mereka. Ternyata posisi kepala mereka berdua berbeda dengan posisi mereka pada saat di kubur (kepala bersingkuran) yang artinya mereka benar benar bersaudara dan mereka tidak bersalah. Mengetahui itu Minak Anggang sangat terkejut dan sangat menyesal karena dia tidak percaya pada penjelasan Joko Grenteng dan istri yang sangat di cintainya Lanjar Maibit.
Penyesalan pada diri Minak Anggrang terus terasa setiap saat sampai Minak Anggrang  jatuh sakit kemudian ajal menjemputnya. Dari kejadian itu menjelaskan bahwa Lanjar Maibit memiliki kesatuan cantik luar maupun dalam dan kemurnian cinta yang di miliki oleh seorang wanita. Kejujuran sri penganti  dalam membuktikan kebenaranya merupakan sebuah simbolik kesuciaan hati dan jiwanya. Masyarakat di sekitar sendang sangat menghormati jasa dari lanjar maibit dalam menjaga kehormatanya, dan menyebutnya sebagai Kearifan lokal atau tradisi didalam suatu desa.
Suatu desa dalam melestarikan tradisi leluhurnya sangat mampu menginspirasi masyarakat untuk tetap menjaga kearifan budaya lokal setempat. Adapun tokoh-tokoh lokal desa maibit/para leluhur meliputi: 1) Mbah Moyi, 2) Mbah Suro, 3) Mbah Ako, 4) Mbah Abdurrahman, 5) Mbah Gambira Laya (makam gaib), 6) Jaka Mursada, dan 7) Mbah Bibit. Telah berjasa dalam babad desa maibit pada zaman dahulu, tokoh-tokoh tersebut dimakamkan di sebelah timur sendang maibit yang berjarak+_250 M dari sendang. tokoh-tokoh babad desameliputi: Mbah Moyi, Mbah Suro, dan Mbah Ako, Selain disakralkan sebagai tokoh lokal Maibit.
Ketiga tokoh tersebut selalu dikenang dan dijaga masyarakat melalui sedekah bumi atau bersih desa setelah sedekah bumi di Sendang Maibit. Sebelum sedekah bumi dilakukan, masyarakat Maibit selalu kerja bakti untuk melakukan penghijauan di sekitar makam.   Tokoh lain sebagai tokoh lokal Maibit yaitu makam Syekh Abdurrahman. Tokoh ini merupakan keturunan Sunan Bonang. Dia dimakamkan di atas bukit Sendang Maibit sebelah Barat. Selain itu terdapat pula makam Jaka Mursada yang berada di bukit Sendang Maibit sebelah timur. Awalnya Jaka Mursada adalah anak selir dari negara Rum. Selir tersebut dibuang oleh Patih Negara Rum karena kehamilannya tidak dikendaki oleh raja. Pembuangan tersebut menggunakan perahu. Tempat bersandarnya perahu dikenal dengan Pring Sedapur.
Menurut cerita dari mulut ke mulut masyarakat Maibit, Pring Sedapur berasal dari galah perahu yang digunakan sebagai alat kemudi perahu ketika membuang Jaka Mursada. Tempat tersebut, saat ini menjadi tempat yang disakralkan oleh masyarakat Maibit, baik flora maupun faunanya.  Selain tokoh tersebut, satu tokoh yang masih dianggap sakral yaitu Pilang Gambira Laya. Tokoh tersebut berada di gunung Pilang. Letak gunung tersebut berada di sebelah utara Sendang Maibit, sekitar 0,5 km ke utara Sendang Maibit. Makam tersebut dipercayai masyarakat sebagi makam gaib. Tidak semua orang bisa mengetahui keberadaan makam tersebut. Makam tersebut hanyalah sebagian kecil dari kerajaan gaib di Maibit.
Mbah Bibit adalah tokoh cikal bakal terjadinya Desa Maibit. Selain itu, tokoh Sri Penganti merupakan tokoh yang dihormati oleh masyarakat Maibit karena hubungan dengan Mbah Bibit yang memunculkan cerita asal usul Maibit. Tokoh wanita Lanjar Maibitlah yang mampu mengikat kognisi sosial masyarakat Maibit. Dengan demikian, kognisi masyarakat maibit untuk tetap melestarikan ritual budayanya tidak terlepas dari cerita rakyat dari Desa Maibit sepertinya juga terkait dengan desa-desa yang lain. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya pengunjung yang kerap datang ke lokasi untuk mengadakan nyadran atau manganan. Terutama masyarakat dari Desa Temayang, Kecamatan Kerek, yang meyakini kalau akhir kisah hidup Sri Penganti berada di desa tersebut. Dimana di Desa Temayang, ada salah satu makam yang dipercaya sebagai makam dari lanjar maibit atau Sri Penganti (Nurhadi, 63 Tahun, Modin Desa maibit).

0 comments: