event

MUSYAWARAH TAHUNAN JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG ANGKATAN 2018

MALIKA FC

TIM UTAMA FUTSAL SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG "MALIKA FC"

event

pacitan

SAVE PACITAN

kegiatan bakti sosial bersama LTNU di Pacitan, dengan agenda trauma hearing

Sosiologi Agama IAIN Tulungagung

Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Monday, August 30, 2021

Teori Neo-Marxian

 Penulis : Defi Tri Astuti

    Jumat, 05 Maret 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Teori Neo-Marxian” yang dipantik oleh Lathifatul Azizah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Adi Langgeng Saputra Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Group.

    Tema kali ini membahas tentang Gambaran teori Neo-Marxian, Perbedaan (Marxisme, Non-Marxis dan Neo-Marxian), Kritik-Kritik Utama terhadap Kehidupan Sosial dan Intelektual, Pemikiran dari beberapa tokoh.

    Neo Marxian adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial atau analisis Sosiologi yang mengacu pada de-ide Karl Marx dan unsur-unsur dari tradisi intelektual lain seperti teori kritis dan teori konflik. Neo Marxian juga meliputi analisis Marxisme, feminisme Marxis, Marxisme ekonomi, Post Marxisme dan berbagai teori kritis yang berasal dari Frankfrut School. Kedua teori ini cukup berbeda meski titik pusatnya tetap pada Karl Marx, adapun perbedaanya antara lain ;

Pertama, Marxisme sendiri adalah sebuah paham yang berdasar pada padangan-pandangan Karl Marx. Yang mencakup pada materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial. Contoh dalam teori alinasi, ketegangan kelas, teori antar kelas seperti Borjuis da Ploretan.

Kedua, Non-Marxis merupakan paham yang tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran Marx. Bahkan dalam beberapa tulisannya cenderung menyerang pemikiran Marx. Contoh konflik dialektika.

Ketiga, Neo-Marxian adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial yang mengacu pada ide-ide Karl Marx. Penganut Neo-Marxian cenderung menunjukkan bagaimana kebijakan dalam kapitalisme menghambat pembangunan dan meningkatkan kesenjangan. Contoh teori ini mengkritik sebuah teknologi dan mengkritik kaum guru dengan kaum intelektual. 

    Konflik Marxisme mengakar pada Karl Marx disebutkan adanya pertentangan antara kelas Borjuis dan Ploretan khususnya pada masa industri, kemudian berkembang dan pemikiran Marx diikuti oleh tokoh-tokoh lain khususnya di Jerman. Revolusi yang terjadi dalam masyarakat menghasilkan dua fungsi menurut Dahrendorf mengatakan bahwa “hal itu tidak mungkin terjadi karena dalam masyarakat terdapat dua fungsi yaitu konflik, konsensus atau tidak selamanya berkonflik.” Tokoh ini dikenal sebagai aliran non-Marxis atau konflik dialektika menganggap bahwa konflik berujung konsensus, kalau konsensus disepakati maka berjalan dan jika terjadi pelanggaran timbul konflik.

    Namun pemikir lain rata-rata di kota Jerman yaitu mazhab Frankfrut beliau masih mengikuti pemikiran marx selain itu mereka juga mengkritik basic perubahan buruk dimana buruh-buruh harus bersatu. Mereka sadar akan terciptanya kelas, para buruh memberontak dan terjadi revolusi. Sedangkan aliran neo-marxis tidak menganggap bahwa “buruh bukanlah sebuah agen perubahan karena buruh itu tertindas.” Mereka juga sibuk memikirkan nasibnya, mereka perlu adanya perubahan baru yaitu kaum intelektual. Kaum intelektual yang seharusnya menjadi agen perubahan sebab mereka sudah faham tentang pengetahuan dan melek teknologi.

Kritik-Kritik Utama terhadap Kehidupan Sosial dan Intelektual yaitu;

    Pertama, Kritik terhadap Teori Marxian Teori kritis ini bertitik tolak dari suatu kritik terhadap teori-teori Marxian. Para teoritisi kritis sebagian besar merasa terganggu dengan determinis ekonomi. Determinasi ekonomi adalah filsafat bahwa kekuatan ekonomi pada akhirnya akan determinis atau yang menekankan pada masyarakat dibagai mejadi kelas ekonomi yang bersing untu mengandalkan sistem politik. 

    Teori-teori kritis tidak mengatakan bahwa para determinis ekonomi salah dalam ranah ekonomi, tetapi mereka seharusnya juga memperhatikan aspek-aspek sosial. Contohnya ialah Herbert Marx mengkritis determinisme yang imprisif tetapi sebagian besar memusatkan kritik mereka pada kaum neo-marxis. Namun harus memperhatikan aspek sosial seperti aliran kritik berusaha mengoreksi ketidakseimbangan dengan memusatkan perhatian kepada ranah budaya. Aliran ini juga mengkritisi masyarakat seperti uni soviet.

    Kedua, Kritik terhadap Masyarakat Modern sebagian besar karya aliran kritis bertujuan mengkritik masyarakat modern dan berbagai komponennya. Sementara banyak teori Marxian awal secara khusus tertuju pada ekonomi, aliran kritis mengganti orientasinya ke level budaya sehubungan dengan hal-hal yang dianggap kenyataan-kenyataan masyarakat kapitalis modern yakni lokus dominasi didalam dunia modern berubah dari ranah ekonomi ke ranah budaya. Aliran kritis tetap mempertahankan minatnya kepada dominasi dunia modern berupa unsur kebudayaan. Aliran kritis berusaha berfokus pada penindasan budaya individu yang terjadi di masyarakat modern.

    Pemikiran Dahrendorf menjelaskan bahwa “mengapa ramala Marx yang sebelumnya tidak terjadi khususnya tentang revolusi kelas.” Karena memang dalam masyarakat industri sekarang pemilik model itu tidak sekaligus menjadi manager. Pada zaman Marx pemilik model sekaligus menjadi manager di tempat usahanya. Namun di jaman sekarang banyak orang-orang dari kalangan guru, rakyat biasa mereka berpendidikan kemudian memperoleh gelar sehingga orang yang masuk di kelas menengah bawah masuk dalam dunia kerja atau perusahaan. 

     Adapula komposisi modal atau model tidak hanya satu orang contohnya dari kelas guru mereka bisa memberikan saham maka hal tersebut tidak terpaku pada orang kaya dan orang miskin. Dari teori konflik neo-marxis terdapat tokoh yaitu Herbert Marcuse merupakan generasi pertama dari aliran Frankfrut School. Di aliran ini ada tiga generasi yang pertama, pemikiran ini mengkritik tentang teknologi terutama pada manusia modern. Menurut beliau manusia zaman dahulu terjebak pada mitos-mitos seperti tahayyul atau hal yang bersifat ghoib. Namun manusia modern saat ini sering terjebak dalam teknologi.

Referensi

Jurnal of Uban Sosiology No.2, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Teori Sosiologi, George Ritzer, 2012


PERKEMBANGAN TERBARU DALAM TEORI ZAMAN INI

 Penulis: Windy Eka Sari


Jumat, 28 Mei 2021 pukul 19.00-20.30 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakann kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum  Mahasiswa FUAD) dengan tema “Perkembangan Terbaru Dalam Teori Zaman Ini” yang dipantik oleh Riyandavy Widya A. yakni Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Budi Hidayatullah yakni Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing menggunakan Google Meeting.

Tema kali ini membahas tentang perkembangan teori saat ini. Banyak sekali teori-teori yang semakin lama semakin maju seperti teknologi, komunikasi, dan informasi akan memunculkan sebuah pemikiran. Sekian banyak perkembangan teori-teori baru yang luas pada zaman sekarang muncul beberapa teori yakni teori jaringan-aktor, teori kritis ras dan rasisme.

Pertama, Teori jaringan-aktor 

Teori ini berpendapat bahwasannya sesuatu itu yang hidup akan tinggal pada sebuah jaringan. Dan ia berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang bisa hidup sendiri, dan akan membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Teori ini mempunyai topik bahasan yang konkrit yakni sebagai berikut :

Perama, Aktor dapat kita pahami sebagai pelaku. Ketika melakukan aksi seseorang aktor tidak bisa melakukan aksinya seorang diri, melainkan membutuhkan aktor lain untuk melakukan aksinya tersebut. Aktor yang dimaksud dalam teori ini tidak hanya manusia melainkan non manusia pun bisa dikata sebagai aktor, misal seperti hewan.

Kedua, Aktan, aktan dapat dipahami sebagi aktor yang mengendalikan aktor-aktor lain, seperti kiasan sutradara film maupun sinetron yang mengarahkan dan mengendalikan tokoh-tokohnya.

Ketiga, Translasi adalah konsep yang memberikan ruang atau tempat dalam menganalisa kehadiran jaringan-aktor.

Keempat, Intermediari dapat dikatakan bahwasanya aktor yang bertugas untuk menghubungkan antara aktor satu dengan yang lainnya. Dapat dikatakan sebagai sekumpulan aktor yang mempunyai tugas untuk menjaga dan memelihara hubungan atau relasi antara aktor satu dengan lainnya.


Jadi teori jaringan-aktor bertugas sebagai pegembangan dan menjaga interaksi aktor baik itu manusia atau non manusia. Memahami dunia mereka sendiri dapat membentuk jaringan yang stabil maupun tidak dalam waktu tertentu. Teori jaringan-aktor ini dikembangkan oleh Michel Callon, Bruno Latour dan Jhon law. Mereka bertiga beranggapan bahwa masyarakat tidak hanya hidup dengan orang lain.


Kedua, Teori kritis ras dan rasisme 

Kata rasisme berasal dari bahasa latin yang artinya asal. Dapat kita pahami bahwasanya ras adalah sekelompok orang yang mempunyai karakteristik dan ciri khas sesuai dengan kebiasaan mereka masing-masing. Menurut seorang tokoh dari Indonesia yakni Soejono Soekanto, ras adalah  suatu kelas atau golongan yang didasarkan pada kriteria genetika.

Sedangkan menurut Hugo ada tiga istilah yakni; Pertama, sekelompok penduduk yang didasarkan pada kriteria genetika. Kedua, sekelompok penduduk yang antara penduduk satu dengan penduduk lain mempunyai kriteria genetika yang berbeda. Ketiga, suatu kelompok yang terdiri dari susulan gen yang berasal dari orang tuanya dan diwariskan kepada anaknya.

Dapat dikatakan bahwasannya rasisme adalah suatu doktor yang berpendapat bahwa: 1. Perbedaan biologis yang ada pada suatu ras manusua akan menentukan capaian dari individu tersebut. 2. Jika ada suatu ras yang lebih superior lebih mempunyai hak untuk menjaga serta mengatur rasnya. Rasisme adalah suatu faktor yang mendorong terjadinya diskriminasi sosial, dan juga pemisahan pada kelompoknya 

Teori kritis dan ras ini muncul karena adanya gerakan para akademis dan juga sarjana serta aktivis di Amerika Serikat yang mereka mulai memeriksa dan mengawasi secara kritis hukum yang  dengan masalah sosial, budaya serta hukum yang berkaitan erat dengan ras dan juga rasisme. Teori ras kritis ini muncul karena adanya ketidakadilan antara kulit putih dan kulit hitam.


POSTMODERN

 Penulis: Mohamad Irvan Ma’arif


    Jumat, 21 Mei 2021 pada pukul 19.00-21.00 WIB, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum  Mahasiswa FUAD) dengan tema yang dibahas adalah “POSTMODERN” yang dipantik oleh Ulul Mahmudah yakni Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Windy Eka Sari yakni Mahasiswa Sosiologi Agama IAIN Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing menggunakan aplikasi Google Meeting.

    Tema kali ini membahas mengenai pengertian postmodern, dan tokoh yang mempengaruhi munculnya teori postmodern. Awal mula munculnya istilah postmodern ini  tahun 1930. Fedrico de Onis menunjukkan reaksi modernisme dalam bidang seni. Sedangkan yang pertama kali menggunakan istilah postmodern yaitu seorang pemikir dan filsuf besar yang bernama Jean-Francois Lyotard, yang tertulis dalam bukunya berjudul “The Postmodern Condition: A report on Knowledge”. Lyotard mengartikan teori postmodern sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, tradisi metafisika, fondasionalisme maupun modernisme.

    Ada 3 hakikat postmodern yaitu 1). Postmodernitas; kelanjutan dari era modern yang terdapat kepercayaan luas, bahwa era modern sedang berakhir atau telah berakhir dan kita telah memasuki masa sejarah baru yakni postmodernitas; 2). Postmodernisme; membicarakan mengenai produk budaya. Contoh nya seni, film, arsitektur. Hal ini tentu berbeda dengan produk budaya modern. 3). Teori sosial postmodern; terfokus pada cara berfikir yang berbeda dengan teori sosial. Munculnya teori sosial postmodern yaitu sebagai kritik terhadap teori sosial modern. 

    Pemikiran postmodern menolak fondasionalisme dan cenderung relativistik, tidak rasional, dan nihilistik. Berbeda dengan teori sosial modern yang berupaya mencari landasan rasiomal, ahistoris, dan universal untuk analisis dan kritik terhadap masyarakat.

    Pada formad kali ini membahas dua teori sosial postmodern yaitu moderat dan ekstrem.

    Pertama, Teori sosial postmodern moderat. Menurut Frederic Jameson pada era postmodern dicirikan oleh krisis sejarah. Ia beranggapan “sejarah yang kita pelajari di buku-buku sekolah berbeda dengan pengalaman hidup kota metropolitan dengan gedung-gedung tinggi dan perusahaan multinasional dan kehidupan sehari-hari.”

    Ada beberapa gambaran tentang masyarakat postmodern tertulis dalam buku Frederic Jameson yaitu: 1). Postmodernisme ditandai dengan kedangkalan dan kekuarangan kedangkalan. 2). Postmodernisme ditandai dengan hilangnya historitas atau hilangnya makna sejarah. 3). Postmodernisme ditandai oleh melemahnya emosi. 4). Terdapat teknologi baru yang melekat erat dengan masyarakat postmodern. Jadi, Jameson memberi gambaran terhadap postmodern yang didalamnya orang-orang tidak memiliki tujuan hidup dan tidak mampu memahami sistem kapitalis multinasional atau kebudayaan yang sedang tumbuh secara cepat.

   Kedua, Teorisosial postmodern ekstrem. Teori sosial postmodern ekstrem menyatakan bahwa masyarakat modern telah digantikan oleh masyarakat postmodern. Yang mendukung teori ini adalah Jean Builrillard, ia menyatakan bahwa masayrakat saat ini tidak lagi didominasi oleh produksi, tetapi didominasi kepada media dan sibernetika serta industri. Menurut Jean Builrillard, menggambarkan dunia postmodern ditandai oleh simulasi. Sulit untuk melihat hal-hal yang rill dan menggambarkan dunia ini sebagai Hipperealitas. Hipperialitas adalah efek, atau keadaan dan pengalaman keberadaan atau ruang yang dihasilkan dari proses tersebut.

Teori Post-Strukturalisme

Penulis : Windy Eka Sari

Jumat, 7 Mei 2021 pada pukul 20.00-21.30 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum  Mahasiswa FUAD) dengan tema “Teori Post-strukturalisme” yang dipantik oleh Nurul Arifah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Gerwin Satria Nirbaya Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui via Google Meeting.

Tema kali ini membahas tentang pengertian Post-strukturalisme, tokoh aliran Post-strukturalisme, pengaruh dan sumbangsih Post-strukturalisme dalam gaya arsitektur dunia.  Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan banyak sekali teori baru yang muncul. Hal ini bisa terjadi karena terdapat problematika yang semakin kompleks, serta melahirkan gagasan baru yang diungkapkan oleh tokoh guna menawarkan alternatif jawaban atas problematika tersebut.

Gagasan ini muncul karena adanya kritik terhadap teori lama dan melahirkan pemikiran baru yang dianggap lebih sesuai. Salah satu yang timbul akibat adanya kritik terhadap teori lama pada era kontemporer saat ini adalah teori Post-strukturalisme. Post-strukturalisme terdiri dari dua kata yakni “Post” berarti setelah, sesudah, terlampaui. sedangkan “struktralisme” berarti gerakan linguistik yang berpandangan bahwa hubungan antara unsur itu sendiri, satu-satunya objek bahasa. Dengan ini dapat diketahui bahwasannya Post-strukturalisme adalah sebuah dekonstruksi terhadap teori teori strukturalisme muncul karena adanya ketidakpuasan.

Tokoh teori Post-strukturalisme antara lain yaitu Michel Foucault, Jacques Derrida, Gilles Deleuze, Jean-Francois Lyotard, Roland Barthes, Jacques Lacan, Louis Althusser, Jean Baudrillard, Slavoj Zizek, Ernesto Laclau, Julia Kristeva, Chantal Mouffe, Judith Butler, dan Helene Cixous. Dari sekian banyak tokoh teori Post-strukturalisme hanya kita bahas dua tokoh yaitu Michel Faucault dan juga Jacques Derrida.

Pertama, Michel Faucault. Dia adalah seorang filsuf asal Prancis, sejarawan, kritikus, sosiolog dan intelektualis. Semasa hidupnya memegang kursi jabatan di College de France dan juga menjadi dosen di Universitas Callifornia. Salah satu karya serta sumbangsih atas pemikiran teori Post-strukturalisme adalah faktor sosial budaya. Faktor ini sangat berpengaruh untuk menjelaskan karakter ilmiah yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat.

Selain itu ia berpendapat bahwasannya fakta masyarakat berkaitan dengan ekonomi kapitalis yang dikemukakan oleh Weber. Bentuk solidaritas serta sikap rasionalis yang dikemukakan oleh Weber bukanlah aspek utama dalam masyarakat menuju modern melainkan bagaimana bentuk baru pengetahuan ada pada masa pramodernitas.

Kedua, Jecques Derrida. Dia adalah seorang filsuf yang berasal dari keturunan Yahudi. Ia belajar dan menetap di Prancis sampai meninggal dunia. Dia pernah menjadi dosen filsafat di salah satu Universitas Prancis dan Univesitas Yale. Dia juga pernah menjadi anggota partai komunis Prancis. Derrida adalah seorang tokoh yang berpengaruh dalam teori Post-strukturalisme, adapun pemikirannya dikenal dengan nama Dekonstruksi.

Dekonstruksi merupakan sebuah metode membaca teks, dan ia berpendapat dengan adanya dekontruksi dapat diketahui bahwasannya setiap teks selalu memunculkan anggapan-anggapan yang absolut. Menurut Derrida, dekonstruksi ialah perubahan yang terus menerus terjadi karena adanya perkembangan berbagai cara untuk memepertahankan kehidupan masyarakatnya melalui bahasa dan teks tersusun atas sistem-sistem yang hidup. 

Derrida juga mencoba mengkritisi logosentrisme dan fonosentrisme. Adapun kelemahan logosentrisme menurut Derrida adalah menghapus formad material bahasa. Sedangkan kelemahan fonosentrisme adalah mengaksentuasikan ucapan daripada tulisan. Adapun arsitektur yang bercorak Post-strusturalisme adalah bangunannya yang tidak teratur dan cenderung aneh, berukuran besar dan tinggi. Bangunan Post-strukturalisme berada di tempat yang strategis. Contonya adalah Burj Khalifah di Dubai.

GLOBALISASI

 Penulis: Vina Khasanah Nikmah

Jumat, 09 April  2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Globalisasi” yang dipantik oleh Sufa Trisna Setiani Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Aldila Via Atmazis Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilaksanakan seperti biasa secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Group.

Tema kali ini membahas tentang definisi globalisasi  menurut para tokoh dan kritik terhadap globalisasi. Globalisasi merupakan praktek relasi kesadaran dan berkontraksi di seluruh penjuru dunia. Jika diamati hampir semua teori  yang membahas tentang globalisasi ini menitikberatkan pada modernitas bangsa barat. Globalisasi diartikan sebagai internasionalisasi karena keduanya memiliki  persamaan dari segi karakteristik, sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. 

Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang adapun beberapa pengertian globalisasi menurut para tokoh sebagai berikut: Pertama, Menurut William Robinson globalisasi merupakan suatu perubahan besar yang terjadi di dunia contohnya yang pada awalnya ekonomi dunia kini telah menjadi ekonomi global. Kedua, Menurut Robinson ialah adanya pengaruh barat kemajuan di negara-negara barat dan gagasan bahwa negara-negara lain di dunia semakin menjadi seperti barat.

Istilah globalisasi sangat mudah diterima masyarakat karena sering dihubungkan dengan sirkulasi gagasan, bahasa, dan budaya populer. Fenomena global ini disederhanakan oleh kalangan sebagai gejala dimana terjadinya interaksi manusia berlangsung tanpa halangan batas geografis. Hal ini tentunya tidak dapat dipisahkan dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi khususnya di bidang komunikasi, informasi yang menyediakan fasilitas manusia modern untuk menjalin komunikasi secara murah dan  mudah sehingga mengubah dunia secara mendasar.

Berbagai macam informasi dari penjuru dunia bisa diakses dan diketahui dengan mudah dan murah. Hal ini dapat dikatakan bahwa dunia itu luas, sepertinya sudah semakin dekat dan bertambahnya wawasan akan pengetahuan merupakan salah satu dampak baik dari globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Globalisasi sering menjadi perbincangan dari berbagai kalangan, mulai dari para pakar ekonomi bahkan penjual iklan.

Globalisasi memiliki pengertian bahwa akan hilang suatu pergerakan barang serta jasa antar negara diseluruh dunia yang bergerak bebas dan terbuka dalam melintas batas negara. Globalisasi sendiri bisa dianalisis secara kultural ekonomi politik dan institusional namun secara faktor ekonomi lebih berpengaruh pada proses globalisasi.

Anthonio melihat globalisasi sebagai tersebarnya neoliberalisme, dan ekonomi pasar. Dalang globalisasi menurut james petras sebenarnya adalah negara-negara pusat yang bersifat imperial, perusahaan multinasional dan bank-bank yang didukung penuh oleh lembaga keuangan internasional. Sebuah negara akan menjadi dalang, jika mereka mempunyai dominasi dalam globalisasi dan penyediaan sumber daya ekonomi para pelaku global.

Globalisasi budaya dipandang sebagai ekspansi atau perluasan berbagai aturan dan praktek umum transnasional ataupun adanya proses pencampuran budaya lokal dan global adanya proses ekspansi yang bersifat homogenitas ini yang sering dipandang buruk. Anthony Giddens menyebut globalisasi ini sebuah dunia tak terkendali dan memberi penekanan pada peran barat dan secara khusus Amerika Serikat. Namun globalisasi semakin daster desentralisasi kan ketika bangsa di luar bangsa barat juga memainkan peran yang besar seperti contoh bangsa cina dan india jadi globalisasi ini menjadi proses dua arah bangsa barat dan amerika juga semakin terpengaruh.

Tuesday, April 6, 2021

Teori Moderenitas Sebagai Pengenalan Perkembangan Zaman

Penulis : Laila Afifah

    Jumat, 2 April  2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan rutin diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “moderenitas” yang dipantik oleh M. Wahyu Ilahi  Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dengan ditemani sang moderator Hanum Khumeidatul Khasanah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi malam  ini dilakukan secara daring/online di tempat tinggal masing-masing melalui media WhatsApp Group.

    Tema kali ini membahas mengenai teori Moderenitas secara historis, menurut para tokoh dan kritik terhadap moderenitas.

    Pada dasarnya seluruh bangsa dan masyarakat di dunia ini akan selalu terlibat pada proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Hal ini tentunya akan menimbulkan penemuan-penemuan baru dalam hal teknologi, misalnya; dahulu kala saat kita ingin memberikan kabar kepada saudara kita yang jauh harus melaui surat untuk dikirim ke tukang pos, namun di era yang semakin modern dan canggih ini tentu menjadi lebih mudah dengan menggunakan handphone, kita sudah dapat memberi kabar saudara yang jaraknya jauh dari kita, bisa melalui SMS ataupun Telfon.

    Teori Moderenisasi lahir pada tahun 1950 di Amerika Serikat, Teori ini muncul karena respon-respon dari kaum intelektual terhadap perang dunia, selain itu teori ini di anggap sebagai jalan optimis terhadap perang dunia antara kaum sosialis dan kapitalis. Teori Modernisasi sendiri merupakansalah satu penemuan terpenting dari perjalanan kapitalisme di bawah kepemimpinan Amerika Serikat. Secara istilah modernisasi merupakan ilmu sosial yang merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang kea rah yang yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang dan Makmur.Pada formad kali ini kita membahas tiga tokoh teori modernisasi, yaitu Anthoni Geddens, Ritzer dan Jurgen Habermas.

Anthoni Geddens

    Anthoni Geddens merupakan terkenal dengan teori strukturalisnya, ia menjelaskan dunia modern dengan konsep juggernaunt. Giddens juga menggambarkan moderenitas dalam empat institusi dasar, 1.)Adanya produk komoditas;2.)Penguasaan capital secara privat; 3.) Penggunaan tenaga kerja; 4.) Munculnya sistem kelas. Disini Giddens meyakini bahwa modernisasi mengakibatkan kecenderungan pada diri dan informasi identitas pada masyarakat. Halini tentu berdampak padamasyarakat, sehingga masyarakat lebih mementingkan identitas sosial, selain itu, juga berdampak pada menurunnya tradisi-tradisi di masyarakat, seperti; gotong royong dan lain sebagainya.

Ritzer

    Dalam teori modernitas Ritzermenggambarkan masyarakat modern sebagai sebuah tatanan konsumsi, masyarakat modern ditinjaunya dari bagaimana masyarakat tersebut mengkonsumsi dan bagaimana kultur konsumen memberi warna yang khas pada masyarakat modern, pada teori ritzer yaitu efesiensi mencari cara yang terbaik untuk mencapai hasil, adanya sistem rasional yang lebih menekankan kuantitas dibandingkan kualitas.

Jurgen Habermas

    Menurut Jurgen Habermasmoderenitas adalah proyek yang tidak memiliki akhir, ia meyakini bahwa sistem sosial tumbuh semakin kompleks, terintegrasi, atau melakukan pembaruan yang menjadikan kesatuan yang utuh dalam masyarakat dan dicirikan oleh alasan instrumental.

   Teori ini tentu banyak menuai kritikan, salah satunya menurut Horkheimer. Ia berpendapat bahwa moderenitas adalah pemahaman moderinitasyang keliru, jika dijadikan sebagai perwujudan rasio murni dalam bentuk yang objektif dan bebas nilai. Perspektif moderenitas yang demikian melanggengkan dikotomi, akibatnya tidak ada transformasi sosial yang dihasilkan  oleh rasionalitas modern. Selain itu, ada juga kritikan menggunakan Teori kritis, dapat dianalisis bahwa masyarakat sebagai kenyataan sosial dan bukan sebagai kenyataan objektif dan bebas nilai. Teori kritis memungkinkan emansipasi kelas sosial yang tadinya secara objektif terkotak-kotak dan terpisah satu sama lain sebagai masyarakat berkelas.   

“FEMINIS KONTEMPORER: Pemahaman Awal Perjuangan Hak-Hak Perempuan”

Penulis : Vindyana Cipta Saputri

Jumat, 26 Maret 2021 pukul 18.00-20.40 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Feminis Kontemporer” yang dipantik oleh Safa Intan Nurfadila Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung ditemani oleh Mohamad Irvan Ma’arif Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual dirumah masing-masing melalui whatsapp grup.     
Tema kali ini membahas tentang feminis kontemporer, pengertian feminisme menurut tokoh-tokoh dan secara umum, perkembangan feminisme, pengertian dan perbedaan gender, ketidaksetaraan dan penindasan gender. Secara umum feminisme diartikan sebagai keyakinan, gerakan dan usaha untuk memperjuangkan kesetaraan posisi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Feminisme sifatnya adalah patriarkis. Patriarkis adalah sebuah sisitem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Adapun pengertian feminisme menurut beberapa tokoh yaitu: Pertama, Sarah Gamble dalam Hodgson-Wright mengartikan feminisme sebagai keyakinan bahwa perempuan murni dan semata-mata karena mereka perempuan, diperlakukan secara tidak adil dalam masyarakat yang diatur untuk memprioritaskan sudut pandang dan kepentingan laki-laki. Kedua, menurut Jenainati dan Groves feminisme merupakan perjuangan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan. Ketiga, menurut Ross feminisme adalah semua usaha yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi perempuan. 
Awal perkembangan feminisme sendiri diawali pada tahun 1550-1700 di Inggris. Dalam perkembangannya feminisme dibagi menjadi tiga gelombang yakni Pertama, diawali dengan adanya tulisan Mary Wollstonecarft The Vindication Of The Rihts Of Woman pada tahun 1792. Dalam karyanya tersebut Mary menginspirasi gerakan dan perjuangan perempuan hingga berlanjut pada abad ke-20 dimana kaum perempuan berhasil mencapai hak pilihnya (hak politik). Dalam tulisannya yang berjudul Wollstonecarft The Vindication Of The Rihts Of Woman May menuliskan bahwa, “Perempuan  secara alamiah tidak lebih rendah dari laki-laki, tetapi terlihat seperti itu hanya karena mereka tidak memperoleh banyak pendidikan”. Di gelombang pertama feminisme sendiri lebih berfokus pada kesenjangan politik, terutama dalam memperjuangkan hak pilih perempuan di bidang politik. Feminisme dibagi menjadi tiga yaitu, feminisme liberal, feminisme radikal, dan feminisme marxis.
Kedua, dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai dengan The Feminine Mystique (Freidan,1963) berdirinya National Organization For Woman, dan munculnya kelompok-kelompok Conscious Raising (CR) pada akhir tahun 1960-an. Pada gelombang kedua inilah akhirnya muncul berbagai reaksi kaum perempuan (feminis) atas ketidakpuasannya terhadap berbagai praktik diskriminasi. Pada feminisme gelombang pertama hal ini sebenarnya telah dicapai, namun dalam praktiknya pada feminisme gelombang kedua ini praktinya lebih terealisasikan secara maksimal. Feminisme pada gelomang ini dibagi menjadi dua, yaitu feminisme psikoanalisa dan feminisme eksistensisme. 
Ketiga, feminisme pada gelombang ini disebut sebagai posfeminisme. Demikian banyak tokoh feminis yang menganggap bahwa gelombang ini disebabkan karena posfeminisme gerakan yang menolak gagasan gelombang kedua. Dilihat dari ide dan gagasannya sendiri feminisme mengusung keragaman dan perubahan. Pada tahun 1980 hingga sekarang ini, feminisme sangat dipengaruhi oleh postmodernisme yang merupakan pencetus lahirnya gelombang ketiga. Menurut Lyotard dan Vattimo pengaruh postmodernisme terhadap feminisme gelombang ketiga dapat dilihat dari keempat ciri tersebut yaitu pertama, menawarkan pendekatan revolusioner pada studi-studi sosial. Kedua, menolak humanisme dan kebebasan tunggal. Ketiga, mempertanyakan rigiditas pembacaan antara ilmu alam (humaniora, ilmu sosial, seni dan sastra, fisksi dan teori, image, dan realitas). Keempat, berfokus pada wacana alternatif (postmodernisme mencoba melihat kembali apa yang telah dibuang, dilupakan, dianggap irasional, tidak penting, tradisional, ditolak, dimarginalkan, dan disunyikan). 
Pada gelombang ketiga ini feminisme dibagi menjadi dua yaitu Feminisme Postmodern dan Feminisme Mutkultural. Feminisme ini bertitik pada kutipan sebagai dasar intelektual. Ia memandang bahwa realitas adalah teks, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun image dalam pengupayaan kritikan. Feminisme postmodern menolak cara berfikir yang fanatik atau tradisional, ia lebih menekankan pada interpretasi yang plural daripada subjektivitas. 
Adanya pengaruh eksistensialisme, psikoanalisis, dan deskontruksi sangat terasa dalam aliran ini. Feminisme postmodern menganggap perbedaan antara laki-laki dan perempuan harus menerima dan terpelihara. Perempuan harus pandai membongkar narasi besar, realitas, konsep kebenaran, dan bahasa. Upaya inilah yang kemudian melahirkan beberapa langkah dalam merekonstruksi pengalaman perempuan dalam dunia laki-laki. Perempuan harus membentuk bahasa dan seksualitas untuk menyimpulkan dirinya sendiri. 
Feminisme multikultural ini senada dengan teori aliran sebelumnya, juga dapat dilihat melalui individu sebagai suatu yang terpecah belah. Oleh karena itu, feminisme multikultural lebih menyoal ide ketertindasan perempuan bertanya dari satu frasa bukan dari kelas dan ras, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Secara historis feminisme multikultural pertama kali berlangsung di Amerika Serikat. Dimana ideologi mendukung adanya diversifikasi (ide tentang perbedaan) menjadi sebuah pilihan. 
Hingga memasuki abad ke-20, ide asimilasi dan identias tunggal menjadi pilihan yang kuat. Pada akhirnya etnisitas sekaligus integrasi melahirkan multikulturalisme yang berpengaruh kuat pada aliran feminisme multikultural. Penyambutan baik terhadap multikulturalisme didasarkan atas pengagungan pada ide perbedaan yang merujuk pada kalangan feminis  multikultural semua orang sesungguhnya berbeda-beda, baik secara agama, warna kulit, ras, dan lain sebagainya.
 Dalam mempelajari feminisme tidak lupa kita juga harus paham mengenai apa itu gender, perbedaan gender, ketidaksetaraan gender, serta penindasan gender. Istilah gender sering kali kita dengar, namun sebenarnya apakah gender itu? Gender sering sekali disebut sebagai jenis kelamin, secara umum pengertian gender sendiri adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh kontruksi sosial, budaya, maupun psikologi. Contohnya, jika laki-laki biasanya jalan cepat mengangkang dan gagah sedangkan perempuan cenderung pemalu, duduk rapi.
 Perbedaan gender adalah teori yang melukiskan, menjelaskan dan melacak implikasi cara pria dan wanita sama atau tidak sama baik dalam hal perilaku dan pengalaman. Ketidaksetaraan gender adalah situasi dimana pria dan wanita mendapatkan perilaku diskriminatif dengan membandingkan tingkatan keduanya di dalam masyarakat. Ketidaksetaraan tersebut dihasilkan dari pengorganisasian masyarakat, bukan dari perbedaan biologis ataupun kepribadian yang signifikan diantara wanita dan pria. Sedangkan pengertian penindasan gender sendiri adalah situasi wanita secara sentral mendominasi dan penindasan oleh pria, pola itu dipadukan dengan cara yang paling meresap di dalam organisasi masyarakat, suatu susunan dasar dominasi paling lazim disebut patriarki. Patriarki merupakan masyarakat diatur untuk mengistimewakan laki-laki di dalam segala aspek kehidupan sosial.