Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Tuesday, April 6, 2021

“FEMINIS KONTEMPORER: Pemahaman Awal Perjuangan Hak-Hak Perempuan”

Penulis : Vindyana Cipta Saputri


Jumat, 26 Maret 2021 pukul 18.00-20.40 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Feminis Kontemporer” yang dipantik oleh Safa Intan Nurfadila Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung ditemani oleh Mohamad Irvan Ma’arif Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual dirumah masing-masing melalui whatsapp grup.     
Tema kali ini membahas tentang feminis kontemporer, pengertian feminisme menurut tokoh-tokoh dan secara umum, perkembangan feminisme, pengertian dan perbedaan gender, ketidaksetaraan dan penindasan gender. Secara umum feminisme diartikan sebagai keyakinan, gerakan dan usaha untuk memperjuangkan kesetaraan posisi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Feminisme sifatnya adalah patriarkis. Patriarkis adalah sebuah sisitem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Adapun pengertian feminisme menurut beberapa tokoh yaitu: Pertama, Sarah Gamble dalam Hodgson-Wright mengartikan feminisme sebagai keyakinan bahwa perempuan murni dan semata-mata karena mereka perempuan, diperlakukan secara tidak adil dalam masyarakat yang diatur untuk memprioritaskan sudut pandang dan kepentingan laki-laki. Kedua, menurut Jenainati dan Groves feminisme merupakan perjuangan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan. Ketiga, menurut Ross feminisme adalah semua usaha yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi perempuan. 
Awal perkembangan feminisme sendiri diawali pada tahun 1550-1700 di Inggris. Dalam perkembangannya feminisme dibagi menjadi tiga gelombang yakni Pertama, diawali dengan adanya tulisan Mary Wollstonecarft The Vindication Of The Rihts Of Woman pada tahun 1792. Dalam karyanya tersebut Mary menginspirasi gerakan dan perjuangan perempuan hingga berlanjut pada abad ke-20 dimana kaum perempuan berhasil mencapai hak pilihnya (hak politik). Dalam tulisannya yang berjudul Wollstonecarft The Vindication Of The Rihts Of Woman May menuliskan bahwa, “Perempuan  secara alamiah tidak lebih rendah dari laki-laki, tetapi terlihat seperti itu hanya karena mereka tidak memperoleh banyak pendidikan”. Di gelombang pertama feminisme sendiri lebih berfokus pada kesenjangan politik, terutama dalam memperjuangkan hak pilih perempuan di bidang politik. Feminisme dibagi menjadi tiga yaitu, feminisme liberal, feminisme radikal, dan feminisme marxis.
Kedua, dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai dengan The Feminine Mystique (Freidan,1963) berdirinya National Organization For Woman, dan munculnya kelompok-kelompok Conscious Raising (CR) pada akhir tahun 1960-an. Pada gelombang kedua inilah akhirnya muncul berbagai reaksi kaum perempuan (feminis) atas ketidakpuasannya terhadap berbagai praktik diskriminasi. Pada feminisme gelombang pertama hal ini sebenarnya telah dicapai, namun dalam praktiknya pada feminisme gelombang kedua ini praktinya lebih terealisasikan secara maksimal. Feminisme pada gelomang ini dibagi menjadi dua, yaitu feminisme psikoanalisa dan feminisme eksistensisme. 
Ketiga, feminisme pada gelombang ini disebut sebagai posfeminisme. Demikian banyak tokoh feminis yang menganggap bahwa gelombang ini disebabkan karena posfeminisme gerakan yang menolak gagasan gelombang kedua. Dilihat dari ide dan gagasannya sendiri feminisme mengusung keragaman dan perubahan. Pada tahun 1980 hingga sekarang ini, feminisme sangat dipengaruhi oleh postmodernisme yang merupakan pencetus lahirnya gelombang ketiga. Menurut Lyotard dan Vattimo pengaruh postmodernisme terhadap feminisme gelombang ketiga dapat dilihat dari keempat ciri tersebut yaitu pertama, menawarkan pendekatan revolusioner pada studi-studi sosial. Kedua, menolak humanisme dan kebebasan tunggal. Ketiga, mempertanyakan rigiditas pembacaan antara ilmu alam (humaniora, ilmu sosial, seni dan sastra, fisksi dan teori, image, dan realitas). Keempat, berfokus pada wacana alternatif (postmodernisme mencoba melihat kembali apa yang telah dibuang, dilupakan, dianggap irasional, tidak penting, tradisional, ditolak, dimarginalkan, dan disunyikan). 
Pada gelombang ketiga ini feminisme dibagi menjadi dua yaitu Feminisme Postmodern dan Feminisme Mutkultural. Feminisme ini bertitik pada kutipan sebagai dasar intelektual. Ia memandang bahwa realitas adalah teks, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun image dalam pengupayaan kritikan. Feminisme postmodern menolak cara berfikir yang fanatik atau tradisional, ia lebih menekankan pada interpretasi yang plural daripada subjektivitas. 
Adanya pengaruh eksistensialisme, psikoanalisis, dan deskontruksi sangat terasa dalam aliran ini. Feminisme postmodern menganggap perbedaan antara laki-laki dan perempuan harus menerima dan terpelihara. Perempuan harus pandai membongkar narasi besar, realitas, konsep kebenaran, dan bahasa. Upaya inilah yang kemudian melahirkan beberapa langkah dalam merekonstruksi pengalaman perempuan dalam dunia laki-laki. Perempuan harus membentuk bahasa dan seksualitas untuk menyimpulkan dirinya sendiri. 
Feminisme multikultural ini senada dengan teori aliran sebelumnya, juga dapat dilihat melalui individu sebagai suatu yang terpecah belah. Oleh karena itu, feminisme multikultural lebih menyoal ide ketertindasan perempuan bertanya dari satu frasa bukan dari kelas dan ras, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Secara historis feminisme multikultural pertama kali berlangsung di Amerika Serikat. Dimana ideologi mendukung adanya diversifikasi (ide tentang perbedaan) menjadi sebuah pilihan. 
Hingga memasuki abad ke-20, ide asimilasi dan identias tunggal menjadi pilihan yang kuat. Pada akhirnya etnisitas sekaligus integrasi melahirkan multikulturalisme yang berpengaruh kuat pada aliran feminisme multikultural. Penyambutan baik terhadap multikulturalisme didasarkan atas pengagungan pada ide perbedaan yang merujuk pada kalangan feminis  multikultural semua orang sesungguhnya berbeda-beda, baik secara agama, warna kulit, ras, dan lain sebagainya.
 Dalam mempelajari feminisme tidak lupa kita juga harus paham mengenai apa itu gender, perbedaan gender, ketidaksetaraan gender, serta penindasan gender. Istilah gender sering kali kita dengar, namun sebenarnya apakah gender itu? Gender sering sekali disebut sebagai jenis kelamin, secara umum pengertian gender sendiri adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh kontruksi sosial, budaya, maupun psikologi. Contohnya, jika laki-laki biasanya jalan cepat mengangkang dan gagah sedangkan perempuan cenderung pemalu, duduk rapi.
 Perbedaan gender adalah teori yang melukiskan, menjelaskan dan melacak implikasi cara pria dan wanita sama atau tidak sama baik dalam hal perilaku dan pengalaman. Ketidaksetaraan gender adalah situasi dimana pria dan wanita mendapatkan perilaku diskriminatif dengan membandingkan tingkatan keduanya di dalam masyarakat. Ketidaksetaraan tersebut dihasilkan dari pengorganisasian masyarakat, bukan dari perbedaan biologis ataupun kepribadian yang signifikan diantara wanita dan pria. Sedangkan pengertian penindasan gender sendiri adalah situasi wanita secara sentral mendominasi dan penindasan oleh pria, pola itu dipadukan dengan cara yang paling meresap di dalam organisasi masyarakat, suatu susunan dasar dominasi paling lazim disebut patriarki. Patriarki merupakan masyarakat diatur untuk mengistimewakan laki-laki di dalam segala aspek kehidupan sosial.
     

0 comments: