event

MUSYAWARAH TAHUNAN JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG ANGKATAN 2018

MALIKA FC

TIM UTAMA FUTSAL SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG "MALIKA FC"

event

pacitan

SAVE PACITAN

kegiatan bakti sosial bersama LTNU di Pacitan, dengan agenda trauma hearing

Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Sunday, November 19, 2017

PERSONAL BRANDING by Amilatul Khasanah

PERSONAL BRANDING




Seseorang yang memiliki personal branding yang positif maka orang tersebut akan dikenal dengan dirinya yg baik sesuai dengan pembawaannya.

Lalu apa sih personal branding itu?

Dipaparkan oleh Dosen psikolog Ibu Ayu.. Bahwa personal branding itu adalah label seseorang atau yang membedakannya dengan perilaku orang lain..yang melekat pada dirinya.. 

Lalu apa semua yang melekat pada dirinya bisa disebut persolal branding? 🤔

.. Tidak..
1) Personal branding didapat ketika sifat, sikap yang diyakini dan menyadari bahwa sikap sifatnya itu memang dalam dirinya yang sifat sikap itu juga disahkan oleh orang yang berada di sekitarnya..
2) Dan perilaku itu secara konsisten dilakukannya..

Untuk itu anda perlu melakukan tindakan  :

- Bangun merk diri
- Jaga nama baik anda
- Berkorbanlah walaupun anda rugi dalam sisi materi

Jadi para pembaca blogeeRS tercinta sosiologi agama ..dapat di pahami bahwa apa-apa yg kalian lakukan berupa tindakan maupun sifat yang kalian tampakkan secara konsisten dan hal itu kalian sadari bahwa benar dan dibenarkan oleh orang disekeliling/orang yg mengenal anda maka anda bisa disebut memiliki personal branding..


Pesan untuk kami dan anda semua "memperbaiki kulaitas diri..dan gapailah personal brandingmu dengan membangun jiwa yang kharismatik" ..

pesan dan saran, kami tunggu

Anjuran : baca juga buku making your self, karya bapak Hermawan

Oleh : amilatul khasanah :v

Wednesday, November 8, 2017

Pengertian Sosialisasi

Pengertian Sosialisasi
Pengertian sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Sosialisasi merupakan suatu proses di mana seseorang menghayati (mendarahdagingkan - internalize) norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik, karena pada awal kehidupan tidak ditemukan apa yang disebut dengan "diri".
Tujuan sosiologi dalam mempelajari sosialisasi karena dengan mempelajari bagaimana orang berinteraksi maka kita dapat memahami orang lain dengan lebih baik. Dengan memperhatikan orang lain, diri sendiri dan posisi kita di masyarakat maka kita dapat memahami bagaimana kita berpikir dan bertindak.
Terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan sosialisasi, yaitu the significant others , the generalized other , looking glass self serta impression management. Masing-masing konsep tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam diri seorang individu yang mengalami proses sosialisasi.
Produk penting dari proses sosialisasi adalah self/personality/diri. Dalam rangka interaksi dengan orang lain, seseorang akan mengembangkan suatu keunikan dalam hal perilaku, pemikiran dan perasaan yang secara bersama-sama akan membentuk self.
Agen sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa. Keluarga merupakan agen pertama dalam sosialisasi yang ditemui oleh anak pada awal perkembangannya. Kemudian kelompok sebaya sebagai agen sosialisasi di mana si anak akan belajar tentang pengaturan peran orang-orang yang berkedudukan sederajat. Sekolah sebagai agen sosialisasi merupakan institusi pendidikan di mana anak didik selama di sekolah akan mempelajari aspek kemandirian, prestasi, universalisme serta spesifisitas. Agen sosialisasi yang terakhir adalah media massa di mana melalui sosialisasi pesan-pesan dan simbol-simbol yang disampaikan oleh berbagai media akan menimbulkan berbagai pendapat pula dalam masyarakat
Kegiatan Belajar 2
Jenis Sosialisasi dan Pola Sosialisasi
Proses yang dialami individu terbagi atas sosialisasi primer dan sekunder, sosialisasi primer dialami individu pada masa kanak-kanak, terjadi dalam lingkungan keluarga, individu tidak mempunyai hak untuk memilih agen sosialisasinya, individu tidak dapat menghindar untuk menerima dan menginternalisasi cara pandang keluarga
Sedangkan sosialisasi sekunder berkaitan dengan ketika individu mampu untuk berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya. Dalam sosialisasi sekunder terdapat proses resosialisasi dan desosialisasi, di mana keduanya merupakan proses yang berkaitan satu sama lain. Resosialisasi berkaitan dengan pengajaran dan penanaman nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang pernah dialami sebelumnya, untuk penguatan dalam penanaman nilai-nilai baru tersebut maka desosialisasi terjadi di mana diri individu yang lama "dicabut dan diberi" diri yang baru dalam proses resosialisasi. Kedua proses tersebut terlihat dengan jelas dalam suatu total institusi yang merupakan suatu tempat di mana terdapat sejumlah besar individu yang terpisah dari lingkungan sosialnya.
Pola sosialisasi mengacu pada cara-cara yang dipakai dalam sosialisasi , terdapat dua pola, yaitu represif dan partisipatoris. Represif menekankan pada penggunaan hukuman, memakai materi dalam hukuman dan imbalan, kepatuhan anak pada orang tua, komunikasi satu arah, nonverbal dan berisi perintah, orang tua sebagai pusat sosialisasi sehingga keinginan orang tua menjadi penting, keluarga menjadi significant others. Sedangkan sosialisasi partisipatoris menekankan pada individu diberi imbalan jika berkelakuan baik, hukuman dan imbalan bersifat simbolik, anak diberi kebebasan, penekanan pada interaksi, komunikasi terjadi secara lisan, anak pusat sosialisasi sehingga keperluan anak dianggap penting, keluarga menjadi generalized others.
Seseorang akan mengalami proses sosialisasi yang bersifat terus menerus selama individu tersebut hidup mulai dari anak-anak sampai mereka dewasa. Termasuk pula sosialisasi gender akan pula dialami oleh individu baik laki-laki maupun perempuan. Sosialisasi Gender mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh masyarakat dalam mempelajari identitas gender dan berkembang menurut norma budaya tentang laki-laki dan perempuan 
sumber:http://yunialhumaira.blogspot.co.id/2013/10/ringkasan-mata-kuliah-pengantar.html

Interaksi Sosial


Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.
Kegiatan Belajar 2
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating).
Pendekatan interaksi lainnya adalah pendekatan dramaturgi menurut Erving Goffman. Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsep-konsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers, dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider.
Erving Goffman juga menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi. Konsep ini terbagi atas expression given untuk pernyataan yang diberikan dan expression given off untuk pernyataan yang terlepas. Serta konsep impression untuk individu lain yang memperoleh kesan dalam interaksi.

Soerjono Soekanto



Siapakah Soerjono Soekanto? Soerjono Soekanto adalah Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Soerjono Soekanto Pernah menjadi Kepala Bagian Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional (1965-1969).



Soerjono Soekanto adalah anak tunggal dari Prof.Dr. Soekanto, S.H. dan Sri Suliyah, ia dilahirkan dari ''Keluarga Seniman'' (Lahir pada tanggal 30 Januari 1942) dan dibesarkan di Jakarta. Ayahnya merupakan guru besar sejarah dan hukum adat FS UI dan Ibunya yang gemar sekali bermain piano.
http://technoinfozul.blogspot.com/2017/01/profil-soerjono-soekanto.html
Pendidikan Soerjono Soekanto
  1. SD, Jakarta (1954)
  2. SMP, Jakarta (1957)
  3. SMA, Jakarta (1960)
  4. Fakultas Hukum UI, Jakarta (Sarjana, 1965)
  5. Universitas California, Berkeley, AS (M.A., 1970)
  6. Fakultas Hukum UI, Jakarta (Doktor, 1977)
Soerjono Soekanto juga pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas ilmu-ilmu sosial, Universitas Indonesia (1970-1973), dan kini menjadi pembantu Dekan bidang Penelitian dan Pengabdian masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (sejak tahun 1978) yang bersangkutan tercatat sebagai Southeast Asian Specialist pada Ohio University dan menjadi Founding Member dari World Association of Lawyers.

Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Universitas Indonesia (1965), sertifikat metode penelitian ilmu-ilmu sosial dari Universitas Indonesia (1969), Master of Arts dari University of California, Betkeley (1970), Sertifikat dari Academy of American and International Law, Dallas (1972) dan gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (1977). Diangkat sebagai Guru besar sosiologi hukum Universitas Indonesia (1983).

Karir Soerjono Soekanto
  1. Asisten Dosen Fakultas Hukum UI (1961-1965)
  2. Asisten Ahli (1965-1966)
  3. Lektor Muda (1966-1970)
  4. Lektor Madya (1970-1973)
  5. Lektor, kemudian Lektor Kepala (1973-1979)
  6. Pembantu Dekan Bidang Penelitian dan Pengabdian Fakultas Hukum UI (1982-1983)
  7. Guru Besar Sosiologi Hukum, Fakultas Hukum UI (1983-sekarang)
Karya-Karya Soerjono Soekanto
  • Perundang-undangan dan Yurisprudensi (2008), diterbitkan oleh PT Citra Aditya Bakti.
  • Hukum Adat Indonesia, Soerjono Soekanto (2008), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
  • Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (2008), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
  • Sosiologi Suatu Pengantar (2006), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
  • Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (2006), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
  • Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (2006), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
  • Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (2008), diterbitkan oleh Rajawali Pers.
  • Mengenal 7 Tokoh Sosiologi (2002), diterbitkan oleh Rajawali Pers. 

PENGERTIAN STRUKTUR SOSIAL

A. PENGERTIAN STRUKTUR SOSIAL
1. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
Struktur sosial merupakan merupakan hubungan antar unsur – unsur sosial, unsur – unsur sosial yang dimaksud disini antara lain adalah lembaga sosial, organisasi sosial, lapisan sosial serta nilai dan norma sosial.

2. Menurut Soerjono Soekanto
Struktur sosial merupakan hubungan antar unsur – unsur sosial yang memiliki pengaruh untuk menentukan pilihan serta membuat keputusan yang akan berdampak dalam hubungan sosial di suatu lingkungan masyarakat.
3. Menurut Koentjaraningrat
Struktur sosial merupakan kerangka sosial yang dapat menggambarkan berbagai unsur dalam masyarakat.
4. Menurut Raymond Firth
Struktur sosial adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia yang mencakup berbagai kelompok, terdiri dari banyak orang dan turut meliputi setiap individu dalam lingkungan masyarakat tersebut.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa :
Struktur sosial adalah kerangka sosial yang terbentuk dari hubungan antar unsur masyarakat yang dapat menentukan pilihan dan membuat keputusan untuk kepentingan bersama dalam suatu lingkungan sosial.
B. FUNGSI STRUKTUR SOSIAL
Struktur sosial dalam suatu lingkungan masyarakat terbentuk karena unsur – unsur sosial dalam lingkungan tersebut telah melakukan interaksi dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu Struktur sosial ini berfungsi untuk menyelenggarakan tatanan kehidupan dari secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini struktur sosial dapat dianalogikan seperti sebuah rantai yang membuat unsur – unsurnya terus berhubungan dan menciptakan keadaan yang teratur juga harmonis.
Pengertian, Fungsi, Ciri dan Bentuk Struktur Sosial
STRUKTUR SOSIAL
C. BENTUK (DIMENSI) STRUKTUR SOSIAL
Secara umum terdapat dua bentuk struktur sosial, yaitu Struktur Sosial Dimensi Vertikal, serta struktur sosial dimensi horizontal.
1. Struktur Sosial Dimensi Vertikal
Struktur sosial dengan dimensi vertikal membagi unsur menjadi bentuk beberapa kelompok berdasarkan tingkatannya. Dalam kenyataan sosial, Struktur dengan dimensi vertikal ini akan nampak pada Stratifikasi Sosial, Kelas Sosial, dan Status Sosial dalam masyarakat. Contohnya A adalah seorang Gubernur, B adalah seorang Bupati dan C adalah Kepala Desa, maka dalam hal kekuasaan maka A lebih tinggi dari B dan B lebih Tinggi dari C.
2. Struktur Sosial Dimensi Horizontal
Struktur sosial dengan dimensi horizontal menunjukkan perbedaan antar unsur sosial secara keseluruhan, namun tidak membaginya berdasarkan tingkatan – tingkatan tertentu. Setiap perbedaan ini bernilai sama satu dengan yang lain. Contohnya A yang seorang gubernur berkulit Putih, B adalah Bupati yang berkulit coklat dan C adalah Kepala desa yang berkulit hitam. Maka dalam Struktur Sosial dengan dimensi horizonta perbedaan yang dimaksud disini adalah warna kulitnya, bukan pekerjaannya sehingga perbedaan tersebut tidak membuat satu diantara ketiganya lebih tinggi, melainkan mereka semua sederajat walaupun terdapat perbedaan tersebut.
D. CIRI – CIRI STRUKTUR SOSIAL
  • Bersifat Abstrak
  • Dapat diklasifikasikan dalam dimensi vertikal dan horizontal
  • Sebagai Landasan sebuah proses sosial suatu bangsa
  • Merupakan bagian sistem pengatur tata kelakuan dan hubungan antar masyarakat
  • Selalu Berkembang dan dapat berubah

Sejarah Banjari Dari Tulungagung


Pengertian dan sejarah al banjari ialah:
Dalam versi ini, yang disebut sebagai perintis adalah seorang keturunan Arab Habib Abu Bakar bin Idrus Al-Habsyi yang akrab disapa Yik Bakar. Ia adalah salah seorang tokoh masyarakat yang menggemari kesenian Islam. Melalui kesenian, solidaritas umat Islam mudah disatukan Disela-sela latihan kesenian inilah,Yik Bakar memberikan nasehat-nasehat keagamaan.
Dari situ,masyarakat semakin intens berlatih kesenian Hadrah ini.  Hadrah ini memiliki banyak pengikut. Dahulu Hadrah tersebut belum dikenal dengan sebutan al-Banjari, akan tetapi Majruran (majelis yang berjajar atau “sekumpulan yang berbaris-baris”). Kegiatan kesenian ini kemudian menular ke daerah lainnya.
Apalagi tatkala Yik Bakar memutuskan berpindah ke Manyar, Gresik. Sejak berpindah ke Gresik, Yik Bakar semakin bersemangat mengembangkan Hadrah ini. Dan, ketika ada sebuah kesenian jenis baru bernama majruran, beberapa kelompok umat Islam merasa lega dan memberikan waktu khusus untuk mempelajari dan mengembangkan kesenian ini. Majruran semakin berkembang,
Selain Yik Bakar, terdapat nama lain tidak tak bias dilepaskan dari sejarah Hadrah al-Banjari. Haji Basyuni, beliau ialah salah satu nama perintis Hadrah bersama Yik Bakar. Berasal dari Banjarmasin, pria ini tinggal di Tulungagung dengan berdagang. Duet Yik Bakar dan Haji Basyuni inilah yang membuat kesenian Hadrah mampu bertahan di awal perintisannya hingga saat ini.
Adapun Haji Basyuni, sebagai seorang Banjar, juga memiliki kecintaan terhadap tradisi berkesenian Hadrah di kampung halamannya. Pertemuan dua pecinta seni inilah yang ikut memberikan warna menarik bagi perkembangan Hadrah al-Banjari Jika pendapat pertama di atas menilai bahwa perintisan Hadrah al-Banjari dimulai dari Tulungagung atas dorongan Yik Bahar.
Di versi lain yaitu ada yang mengatakan bahwasannya al banjari itu disebarkan oleh Ustadz Chumaidi Abdul Majid yang berasal dari dari Tapaan Pasuruan, sedangkan kedua bernama Muhammad Zaini Abdul Ghani atau yang lebih dikenal dengan nama Guru Zaini dari Martapura Banjarmasin. Keduanya belajar menuntut ilmu kepada Kiai Syarwani di Pondok Pesantren Datuk Kalampayan Bangil.
Setelah lulus dari pesantren tersebut, baik Ustadz Chumaidi maupun Guru Zainiberdakwah di masyarakat. Di antara metode dakwahnya adalah dengan menggunakan media musik Hadrah al-Banjari sebagai daya pikat bagi masyarakat.
Ustadz Chumaidi menyebarkannya di kawasan Bangil, Pasuruan, Probolinggo, dan daerah di Jawa Timur, sedangkan Guru Zaini menyebarkan kesenian ini di daerah asalnya, yaitu Martapura Banjarmasin. Karena orang lebih mengenal dengan Guru Zaini yang berasal dari Banjarmasin, maka kemudian seni Hadrah tersebut lebih dikenal menjadi Hadrah al-Banjari. Nama inilah yang hingga kini melekat di benak masyarakat dan menjadi cirikhas tersendiri.
Hadrah atau biasa yang dikenal dengan al-banjari merupakan kegiatan membaca sholawat dengan diiringi alat musik terbang. Seni al banjari memiliki irama yang menghentak, rancak dan variatif. Kesenian ini seringkali digelar dalam acara-acara seperti maulid nabi, isra’ mi’raj atau hajatan semacam sunatan dan pernikahan.
Keunikan banjari adalah hanya terdapat satu alat musik yaitu rebana yang dimainkan dengan cara dipukul secara langsung oleh tangan pemain tanpa menggunakan alat pemukul.
Musik ini dapat dimainkan oleh siapapun untuk mengiringi nyanyian dzikir atau sholawat yang bertemakan pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial budaya. Umumnya menggunakan bahasa Arab, tapi belakangan banyak yang mengadopsi bahasa lokal untuk kesenian ini.
http://qosfada.com/2016/11/17/inilah-sejarah-al-banjari-yang-wajib-diketahui/

Ibnu Kholdun : Bapak Sosiologi Islam Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M – Kairo 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M


Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan kelima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”
Sumber:http://datatokoh-tokoh.blogspot.co.id/2013/04/tokoh-tokoh-sosiolog-dunia.html

Georg Simmel

 
Jerman (1858-1919)
Georg Simmel (1858-1919) sangat terkenal karena karyanya yang spesifik tentang tindakan dan interaksi individual, seperti bentuk-bentuk interaksi, tipe-tipe orang berinteraksi, kemiskinan, pelacuran, dan masalah-masalah berskala kecil lainnya. Karya-karya Simmel ini nantinya menjadi rujukan tokoh-tokoh sosiologi di Amerika.
Karya yang terkenal dari Simmel adalah tentang Filsafat Uang. Simmel sebagai sosiolog cenderung bersikap menentang terhadap modernisasi dan sering disebut bervisi pesimistik. Pandangannya sering disebut Pesimisme Budaya. Menurut Simmel, modernisasi telah menciptakan manusia tanpa kualitas karena manusia terjebak dalam rasionalitasnya sendiri. Sebagai contoh, begitu teknologi industri sudah mulai canggih, maka keterampilan dan kemampuan tenaga kerja secara individual makin kurang penting. Bisa jadi semakin modern teknologi, maka kemampuan tenaga individu makin merosot bahkan cenderung malas.
Di sisi lain, gejala monetisasi di berbagai faktor kehidupan telah membelenggu masyarakat terutama dalam hal pembekuan kreativitas orang, bahkan mampu mengubah kesadaran. Mengapa? Uang secara ideal memang alat pembayaraan, tetapi karena kekuatannya, uang menjadi sarana pembebasan manusia atas manusia. Artinya uang sudah tidak dipahami sebagai fungsi alat, tetapi sebagai tujuan. Kekuatan kuantitatifnya telah mampu mengukur berbagai jarak sosial yang membentang antar individu, seperti cinta, tanggung jawab, dan bahkan mampu membebaskan atas kewajiban dan hukuman sosial. Barang siapa memiliki uang dialah yang memiliki kekuatan.
 
Sumber:http://datatokoh-tokoh.blogspot.co.id/2013/04/tokoh-tokoh-sosiolog-dunia.html

Max Weber Sosiologi Weber

 
Jerman (1864-1920)
Max Weber (1864-1920) tidak sependapat dengan Marx yang menyatakan bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melalui karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber menyatakan bahwa kebangkitan pandangan religius tertentu– dalam hal ini Protestanisme– yang membawa masyarakat pada perkembangan kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi Kalvinis menyimpulkan bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka menjalani kehidupan yang hemat, menabung, dan menginvestasikan surplusnya agar mendapat modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial. Menurut Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat, ide, nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini disebut verstehen(pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi. Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara terhadap kehidupan warga kian hari kian besar.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik.

Herbert Spencer (Sosiologi Evolusioner)

Inggris (1820-1903)
Herbert Spencer (1820-1903) menganjurkan Teori Evolusi untuk menjelaskan perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang mampu dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain “Yang layak akan bertahan hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah”. Konsep ini diistilahkan survival of the fittest. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini juga sering dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.
Melalui teori evolusi dan pandangan liberalnya itu, Spencer sangat poluler di kalangan para penguasa yang menentang reformasi. Spencer setuju terhadap doktrin laissez-faire dengan mengatakan bahwa negara tak harus mencampuri persoalan individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan sosial berkembang bebas tanpa kontrol eksternal. Spencer menganggap bahwa masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilan serta kemiskinan itu juga alamiah, karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski pandangan itu banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.
 
sumber:http://datatokoh-tokoh.blogspot.co.id/2013/04/tokoh-tokoh-sosiolog-dunia.html

pemikiran Karl Marx Tentang Sosiologi

Jerman (1818-1883)
Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas. Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa produksi komoditas mau tak mau membawa sistem sosial yang secara keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala sesuatunya, penginapan, penyedia informasi, rumah sakit, bahkan sekolah kini menjadi bisnis yang menguntungkan. Tingkat keuntungannya menentukan berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan. Inilah yang dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi menentukan suprastruktur (kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).
Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide pembaruan sosial yang telah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad XX, sebagai berikut (Osborne, 1996: 50): semua masyarakat dibangun atas dasar konflik, penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi, masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya ekonomi adalah faktor dominan, perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak, tetapi dapat dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi ekonomi, individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah masyarakat melalui tindakan rasional yang didasarkan atas premis-premis ilmiah (materialisme historis), bekerja dalam masyarakat kapitalis mengakibatkan keterasingan (alienasi), dan dengan berdiri di luar masyarakat, melalui kritik, manusia dapat memahami dan mengubah posisi sejarah mereka.


sumber:http://datatokoh-tokoh.blogspot.co.id/2013/04/tokoh-tokoh-sosiolog-dunia.ht

pemikiran Emile Durkheim ( Sosiologi Struktural)


Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim (1859-1917) berbicara mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor in Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas) terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern. Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik.Sedangkan pada masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau disebut memiliki Solidaritas Organik .
Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of Sociological Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta Sosial, yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti struktur-struktur tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga dapat mengontrol tindakan individu dan dapat dipelajari secara objektif, seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial terbagi menjadi dua bagian, material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial (kultur dan lembaga sosial).
Dua tahun kemudian melalui Suicide (1897), Durkheim berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara sebab-sebab sosial (fakta sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam karya itu disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistik (masalah pribadi), altruistik (untuk kelompok), anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan fatalistik(akibat tekanan kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.


sumber:http://datatokoh-tokoh.blogspot.co.id/2013/04/tokoh-tokoh-sosiolog-dunia.html

Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat,Dan Peran Di Dalam Masyarakat

  1. Stratifikasi sosial masihkah penting? Apakah masih terjadi stratifikasi sosial dalam masyarakat? Kalau memang penting, dimana letak kepentingannya?

Setiap masyarakat mempunyai penghargaan terhadap nilai-nilai dan hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Karena adanya penghargaan terhadap nilai-nilai dan hal tertentu tersebut, maka munculah stratifikasi sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial lama kelamaan akhirnya dikenal masyarakat. Kemudian stratifikasi sosial itu diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Pada dasarnya, stratifikasi sosial itu diterapkan dalam masyarakat untuk menyeimbangkan dalam hal pembagian hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab dalam pembagian nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara para anggota masyarakat tersebut. Maka dari itu stratifikasi sosial dalam masyarakat itu pada dasarnya penting. Tapi seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat sendiri membuat citra stratifikasi sosial itu menjadi buruk. Sebagian orang menyalahgunakan stratifikasi sosial untuk mencapai kekuasaan demi terpenuhinya kepentingannya sendiri. Disisi lain, masyarakat yang tak mengejar kekuasaan malah beranggapan kalau stratifikasi sosial itu yang membuat kesenjangan sosial dalam masyarakat. Mereka tak menyadari kalau sebenarnya yang menjadikan adanya kesenjangan sosial dalam hidup itu adalah mereka sendiri/ masyarakat. Masyarakat yang telah membuat citra stratifikasi sosial itu menjadi buruk dihadapan mereka sendiri.
Sampai saat ini, masih ada stratifikasi sosial dalam masyarakat. Walaupun sebenarnya yang mereka pikirkan sekarang adalah bukan stratifikasi sosial yang mulanya memang diterapkan untuk mencapai keseimbangan dalam masyarakat, tetapi bagaimanapun juga fungsi dasar dari stratifikasi sosial itu masih penting. Sekarang pokok permasalahan bukan dalam hal tersebut, tetapi bagaimana agar masyarakat itu menjadi pro terhadap fungsi dasar dengan diterapkannya stratifikasi sosial. Tidak ada masyarakat yang menganggap kalau stratifikasi sosial itu buruk dan tidak ada masyarakat yang menyalahgunakan stratifikasi sosial itu untuk hal yang buruk. Sehingga dengan tidak adanya kontra terhadap stratifikasi sosial, maka stratifikasi sosial itu akan berjalan sesuai dengan fungsi dasar/ tujuan awal diterapkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Sesungguhnya apa yang mereka pikirkan akan memberikan hasil yang tak jauh berbeda dari pikiran mereka terhadap suatu hal tersebut. Maka, jika mereka beranggapan positif/baik terhadap stratifikasi sosial maka stratifikasi sosial itu sendiri akan membuahkan hasil yang positif/baik pula yang akan berguna untuk mereka sendiri kelak nanti.
Stratifikasi sosial masih penting agar dalam masyarakat tercapai keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab dalam pembagian nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara para anggota masyarakat tersebut. Menurut teori fungsionalis, stratifikasi sosial itu juga penting karena antara strata atas, menengah, bawah itu saling membutuhkan. Misalnya, buruh membutuhkan pekerjaan dan sebaliknya. Selain itu, stratifikasi sosial juga digunakan untuk menstabilkan sistem sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial ibarat sebuah tangga. Ada kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas yang merupakan sebuah sistem sosial dalam masyarakat. Jika semua orang ingin berada dalam tangga atas, maka tangga tidak akan seimbang dan lama-kelamaan akan retak. Begitupan didalam masyarakat, jika semua orang menduduki kelas atas maka sistem sosial dalam masyarakat lama-kelamaan akan retak/hancur juga. Adanya stratifikasi sosial itu untuk saling mengisi kekosongan/saling melengkapi dalam sebuah sistem sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat tersebut. Masyarakatpun juga harus saling menghargai/ menghormati satu sama lain agar tercipta kehidupan yang baik pula.
sumber:https://wekaindriani.wordpress.com/politik/stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat/

ALIRAN-ALIRAN DALAM SOSIOLOGI AGAMA


Sosiologi agama bukan merupakan satu kesatuan yang seragam. Adapun perbedaan aliran dalam sosiologi agama dengan cirri-ciri tersendiri disebabkan oleh:
1.    Perbedaan visi atas realitias masyarakat, khususnya mengenai kekuatan tertentu yang dianggap memerankan peranan dominan atas kehidupan masyarakat;
2.    Akibat dari perbedaan visi tesebut, digunakan pula metode dan pendekatan yang   berbeda.
A.    Aliran Klasik
Aliran ini muncul pada pertengahan abad ke-19 dan belahan pertama dari abad ke-20 yang ditopang oleh sejumlah sarjana (kecuali Durkheinm dan Weber). Bagi mereka kedudukan sosiologi agama sangat dekat dengan sejarah dan filsafat dan merupakan suatu refleksi dan analisis sistematis terhadap masyarakat, kebudayaan dan agama.
Tujuan aliran ini adalah hendak mengungkap pola-pola social dasar dan peranannya dalam mencipatakan masyarakat. Instansi pemerintah dan kalangan agama yang berkonsultasi dengan pendukung aliran ini, akan mendapat jawaban panjang tentang sejarah dari masyarakat agama yang bersangkutan dan akan ditunjukkan kekuatan-kekuatan (social) yang mendorong berdirinya unsure-unsur budaya yang menopang kelangsungan hidup, disbanding dengan tuntutan-tuntutan modern dalam situasi yang sudah berubah, lantas mempersilakan instansi yang bersangkutan untuk mengadakan perubahan yang sesuai.
B.    Aliran Positivisme
Aliran ini mengikuti sosiologi yang empiris-positivistis dan menyetarakan masyarakat agama dengan benda-benda alamiah. Ia menyibukkan diri dengan kuantifikasi dari dimensi masyarakat yang kualitatif dengan metode pengukuran yang eksak dan menarik kesimpulan yang dibuktikan dengan fakta-fakta. Dengan kata lain, kesimpulan yang sifatnya netral tanpa diwarnai pertimbangan teologis atau filosofis, dilepas dari konteks sejarah perkembangan yang dialami masyarakat itu dalam waktu yang lampau. Cara penganalisisan demikian itu dipegang ketat dan konsekuen demi tercapainya hasil yang diinginkan, yaitu hasil yang seobjektif mungkin.
Instansi pemerintah atau keagamaan yang berkonsultasi dengan pendukung aliran ini untuk mengadakan penelitian mengenai lembaganya atau organisasinya, akan mendapat keterangan banyak tentang struktur organisasinya, mengenai kualitas pemimpinnya dan reaksi  (baik positif maupun negative) dari naggota-anggota lemaganya. Instansi yang berkonsultasi akan diyakinkan mengenai pentingnya keterangan (ilmiah) itu, tetapi kepadanya diserahkan sepenuhnya untuk menentukan sendiri bagaimana ia akan menggunakan informasi itu.
C.    Aliran Teori Konflik (Teori Kritis)
Menurut ahli teori ini, masyarakat yang baik ialah masyarakat yang hidup dalam situasi konfliktual. Masyarakat yang hidup dalam keseimbangan (equilibrium) dianggap sebagai masyarakat yang tertidur dan berhenti dalam peruses kemajuannya. Karena konflik social dianggapnya sebagai kekuatan social utama dari perkembangan masyarakat yang ingin maju kepada tahap-tahap yang lebih sempurna. Gagasan ini dicetuskan oleh Hegel, Karl Marx dan Weber. Sebagai sarana mutlak (yang diberikan oleh alam sendiri) untuk memajukan masyarakat manusia.
Aliran ini tidak sepakat dengan para ahli aliran fungsionalisme yang melihat keseimbangan soosial masyarakat sebagai bentuk hidup yang ideal, karena dianggap kurang menyadari atau membiarkan adanya kekurangan dan ketidakadilan yang dibungkam oleh struktur kekuasaan yang bertahan. Aliran ini juga tidak menyetujui metode kuantitatif dari aliran positivism, karena dianggap sebagai suatu hal yang mengasingkan orang dari masyarakat.
Aliran ini tidak dapat memusatkan perhatiannya pada problem mikro saja, karena pengkajian masalah yang kecil akan mengundang persoalan yang lebih besar. Dan hal yang tidak boleh dilupakan dalam analisisnya adalah usaha menempatkan situasi yang dhadapi dalam kurun sejarah perkembangan yang telah dilewati yang tidak dapat dilepaskan dari masalah baru yang hendak dicari pemecahannya. Aliran sosiologi ini mempunyai persamaan dengan aliran sosiologi kalsik yang selalu tertarik pada problem-problem makro, dan masalah-masalah mikro hanya diperhatikan sejauh itu dapat memberikan keterangan bagi pemecahan masalah yang besar.
Jika salah satu instansi pemerintah dan keagamaan berkonsultasi dengan pendukung aliran ini, maka mereka akan mendapat seperangkat penjelasan tentang unsure-unsur pertentangan yang ada dalam tubuh organisasinya, dan yang berhasil digali dari keasadaran kelompok-kelompok yang saling bertentangan, lalu diberikan solusi yang dipandang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
D.    Aliran Fungsionalisme
Para pendukung aliran ini bertolak belakang dari pendirian dasar bahwa masyarakat itu suatu system perimbangan, di mana setiap kelompok memberikan sumbangannya yang khas melalui peranannya masing-masing yang telah ditentukan demi lestarinya suatu masyarakat. Menurut mereka, timbulnya suatu bentrokan dalam organisasi dipandang berfungasi korektif untuk membenahi kesalahan-kesalahan yang telah terjadi, yang tidak berjalan baik. Penelitian yang dilakukan sebegaian besar bertujuan untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang apakah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh pimpinan adan anggotanya berjalan dengan baik.
Aliran ini menerima prinsip kerja yang memperkecil penelitiannya pada suatu problem mikro, yang dianggap berguna sebagai sampel untuk mengetahui kedaan keseluruhannya sebagai system keseimbangan. Apabilapendukung aliran ini diminta untuk melakukan sebuah penelitian terhadap suatu masyarakat agama, maka ada 2 hal pokok yang menjadi perhatian utamanya: 1). Bagian mana dari lembaga tersebut yang berfungsi baik 2). Bagian mana dari lembaga tersebut yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penelitian yang dilakukan oleh aliran fungsionalisme telah melahirkan kesimpulan-kesimpulanyang sangat berguna bagi instansi-instansi keagamaan/ pemerintah. Menurut aliran ini, baik masyarakat religious maupun masyarakat profan, keduanya mengembang fungsi bagi umat manusia, dan mempunyai kewajiban moril untuk menyadari sifat saling ketergantungannya.
Teori ini melihat agama sebagai suatu bentuk kebudayaan yang istimewa, yang pengaruhnya meresapi tingkah laku manusia penganutnya, baik lahiriyah maupun bathiniyah, sehingga system sosialnya untuk sebagian besar terdiri dari kaidah-kaidah yang dibentuk oleh agama.


sumber:https://orthevie.wordpress.com/2010/02/13/pengertian-tempat-fungsi-dan-aliran-aliran-serta-metode-penelitian-dalam-sosiologi-agama/

Pengertian Sosiologi Agama


Jika berbicara mengenai definisi sosiologi agama, maka ada beberapa hal lain yang tidak lupa kami singgung dalam pembahasan ini, di antaranya adalah mengenai pengertian sosiologi, agama, prinsip sosiologi, dan objek kajian sosiologi agama.
Sosiologi secara umum adalah ilmu pengetauan yang mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hokum kemasyarakatan yang seumum-umumnya.
Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu lain, dengan memperhatikan symbol-simbol interaksi.
Agama dalam arti sempit ialah seperangkat kepercayaan, dogma, pereturan etika, praktek penyembahan, amal ibadah, terhadap tuhan atau dewa-dewa tertentu. Dalam arti luas, agama adalah suatu kepercayaan atau seperangkat nilai yang minmbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok tertentu kepada sesuatu yang mereka kagumi, cita-citakan dan hargai.
Ada beberapa definisi sosiologi agama yang dapat kit ketahui, di antaranya adalah:
– Sosiologi agama adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara berbagai kesatuan masyarakat, perbedaan atau masyarakat secara utuh dengan berbagai system agama, tingkat dan jenis spesialisasi berbagai peranan agama dalam berbagai masyarakat dan system keagamaan yang berbeda.
– Sosiologi agama adalah studi tentang fenomena social, dan memandang agama sebagai fenomena social. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat.
– Sosiologi agama aladah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti, demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Sosiologi agama menjadi disiplin ilmu tersendiri sejak munculnya karya Weber dan Durkheim. Jika tugas dari sosiologi umum adalah untuk mencapai hokum kemasyarakatan yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama adalah untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya.
Masyarakat agama tidak lain ialah suatu persekutuan hidup (baik dalam lingkup sempit maupun luas) yang unsure konstitutif utamanya adalah agama atau nilai-nilai keagamaan.
Jika teologi mempelajar agama dan masyarakat agama dari segi “supra-natural”, maka sosiologi agama mempelajarinya dari sudut empiris sosiologis. Dengan kata lain, yang akan dicari dalam fenomena agama itu adalah dimensi sosiologisnya. Sampai seberapa jauh agama dan nilai keagamaan memainkan peranan dan berpengaruh atas eksistensi dan operasi masyarakat. Lebih konkrit lagi, misalnya, seberapa jauh unsure kepercayaan mempengaruhi pembentukan kepribadian pemeluk-pemeluknya; ikut mengambil bagian dalam menciptakan jenis-jenis kebudayaan; mewarnai dasar-dasar haluan Negara; memainkan peranan dalam munculnya strata (lapisan) social; seberapa jauh agama ikut mempengaruhi proses social, perubahan social, fanatisme dan lain sebagainya.
Menurut Keith A. Roberts, sasaran (objek) kajian sosiologi agama adalah memfokuskan kajian paada 1). Kelompok-kelompok dan lemabaga keagamaan, yang meliputi pembentukannya, kegiatan demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya dan pembaharuannya 2). Perilaku individu dalam kelompok-kelompok tersebut atau proses social yang mempengaruhi status keagamaan dan perilaku ritual 3). Konflik antar kelompok, misalnya Katolik lawan Protestan, Kristen dengan Islam dan sebagainya. Bagi sosiolog, kepercayaan hanyalah salah satu bagian kecil dari aspek agama yang menjadi perhatiannya.
Bila dikatakan bahwa yang menjadi sasaran sosiologi agama adalah masyarakat agama, sesungguhnya yang dimaksud bukanlah agama sebagai sutu system (dogma dan moral), tetapi agama sebagai fenomena social, sebagai fakta social yang dapat dilaksanakan dan dialami oleh banyak orang. Ilmu ini hanya mengkonstatasi akibat empiris kebenaran-kebenaran supra-empiris, yaitu yang disebut dengan istilah masyarakat agama, dan itulah sasaran langsung dari sosiologi agama.
Prinsip sosiologi ditandai dengan 2 prinsip dasar, yaitu: percaya kepada data empiric dan objektivitas. Sosiolog hanya berurusan dengan fakta-fakta yang dapat diukur, diobservasi dan diuji. Dalam prinsip objektivitas, bukan berarti bahwa sosiolog mengklaim bahwa tidak bias salah, atau bias mencapai kebenaran umum, sebab tidak ada satu disiplin ilmu pun yang berhak menyatakan dirinya maha tahu atau paling benar. Objektivitas berarti sosiolog berusaha mencegah kepercayaan agama pribadi masuk ke dalam bidang studinya. Ilmuan social harus sepenuh hati untuk mencari kebenaran. Sebagai warga Negara sosiolog mempunyai kepentingan dan preferensi nasional namun mereka harus terbuka terhadap data dan menghindarkan diri dari prejudgment (mengambil keputusan sebelum membuktikan kebenarannya) terhadap suatu kelompok atau proses keagamaan tertentu. Seorang sosiolog boleh tidak setuju dengan pandangan suatu kelompok yang sedang diteliti, tetapi harus berusaha untuk mengerti kelompok itu atas dasar penelitiannya menghindarkan bias dalam interpretasi proses-proses kelompok itu.
Talcott Parsons berpendapat, jika seorang sosiolog agama akan melakukan suatu analisis tentang sosiologi terhadap agama, maka ia harus memahami:
1.    System fisiologis organisme
2.    Sistm kepribadian individu
3.    Sistem social kelompok
4.    Sistem budaya
Tempat Sosiologi Agama
Tempat sosiologi agama sudah diterangkan dalam definisi sosiologi agama itu sendiri. Ia merupakan cabang dan juga vertical dari sosiologi umum. Maka, sosiologi agama merupakan ilmu yang menduduki tempat yang profan. Ia bukanlah ilmu yang sacral; ilmu yang dilakukan dan dibina oleh sarjana ilmu social, baik orangnya suci maupun tidak suci. Karena maksud ilmu tersebut bukanlah untuk membuktikan kebenaran (objektivitas) ajaran agama, melainkan untuk mencari keterangan teknis ilmiah mengenai hal ikhwal masyarakat agama.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sosiologi agama mempunyai kedudukan yang sama tingginya dengan rumpun ilmu social yang lain,dan ilmu ini lebih merupakan ilmu praktis (terpakai) daripada ilmu teoritis murni. Ia diciptakan untuk memecahkan masalah-masalah sosio-religius yang timbul waktu itu di Eropa akibat kurangnya pengetahuan tentang segi-segi sosiologis kehidupan beragama.
Fungsi Sosiologi Agama
Sosiologi agama memberikan kontribusi yang tidak kecil lagi bagi instansi keagamaan. Sebagai sosiologi positif ia telah membuktikan daya gunanya dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan yang muncul dalam masyarakat serta menunjukkan cara-cara ilmiah untuk perbaikan dan pengembangan masyarakat, demikian juga sosiologi agama bermaksud membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah-masalah sosio-religius yang tidak kalah beratnya dengan masalah-masalah social nonkeagamaan, memberikan pengetahuan tentang pola-pola interkasi social keberagamaan yang terjadi dalam masyarakat, membantu kita untuk mengontrol atau mengendalikan setiap tindakan dan perilaku keberagamaan kita dalam kehidupan bermasyarakat, dengan bantuan sosiologi agama, kita akan semakin memahami nilai-nilai, norma, tradisi  dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat lain serta memahami perbedaan yang ada. Tanpa hal itu, mejadi alas an untuk timbulnya konflik di antara umat beragama, membuat kita lebih tanggap, kritis dan rasional untuk mengahadapi gejala-gejala social keberagamaan masyarakat, serta kita dapat mengambil tindakan yang tepat dan akurat terhadap setiap situasi social yang kita  hadapi.
Menurut pandangan Durkheim, fungsi sosiologi agama adalah mendukung dan melestraikan masyarakat yang sudah ada. Djamari berpendapat bahwa ada 2 implikasi sosiologi agama bagi agama, yaitu:
1.    Menambah pengertian tentang hakikat fenomena agama di beragai kelompok masyarakat, maupun pada tingkat individu;
2.    Suatu kritik sosiologis tentang peran agama dalam mayarakat dapat membantu kita untuk menentukan masalah teologi yang mana yang paling berguna bagi masyarakat, baik dalam arti sekuler maupun religious.
Dengan cara ini, sosiologi agama memberikan sumbangan kepada dialog kegamaan di dalam masyarakat. Semua pelopor sosiologi Eropa, seperti Karl Marx, Weber, Durkheim, serta Simmel berpendapat bahwa untuk mengerti masyarakat modern, seseorang harus mengerti peran penting agama dalam masyarakat.

Metode Penelitian Dalam Sosiologi Agama
Sebagaimana penelaahan proses social lainnya, kajian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya, eksperimen yang terkontrol, observasi, survai samlpling dan content analisis.
a.    Analisis Sejarah
Objek studi sosiologi adalah menerangkan realitas masa kini, yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia dan yang mempengaruhi gagasan serta perilaku manusia. Untuk mengerti persoalan yang dihadapi manusia saat ini, kita harus mngetahui sejarah masa silam. Meskipun terkadang metode ini tidak selalu dapat menjawab persoalan yang dihadapi karena agama tidak sama nilai maupun kepentingannya untuk setiap tempat dan waktu.
Sejarah dalam hal ini hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga. Karna itu, setiap kita harus menjelaskan fakta manusiawi yang berhubungan dengan sesuatu waktu, apakah itu masalah kepercayaan, hokum, moral, system ekonomi, teknologi, kita perlu melihat sejarah kejadian dan perkembangan eksistensinya dimulai dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang lebih kompleks yang tampak sekarang.
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan menelusuri sumber di masa lampau sebelim tercampuri tradisi lain. Pendekatan tersebut didasarkan kepada personal historis dan perkembangan kebudayaan umat manusia. Pendekatan yang didasarkan atas sejarah personal, berusaha menelusuri awal perkemabangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku keagamaan sebagai hasil dialog dengan dunia sekitarnya.
Beberapa sosiolog menggunakan data historis untuk mencari pola-pola interaksi antara agama dan masyarakat. Pendekatan ini telah membimbing ke arah pengembangan teori tentang evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok-kelompok keagamaan. Analisis hisoris telah digunakan oleh Talcott Parson dan Bellah dalam rangka menjelaskan evolusi agama, Berger dalam uraian tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern, Max Weber ketika menerangkan tentang sumbangan teologi Protestan dalam melahirkan kapitalisme dan sebagainya.
b.    Analisis Lintas Budaya
Dengan membandingkan pola-pola sosioreligius di beberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran mengenai korelasi unsure budaya tertentu atau kondisi sosiokultural secara umum.
Talmon menggunakan data lintas budaya untuk menelaah pola-pola di antara gerakan millenarian, yaitu gerakan keagamaan yang menganggap akan adanya era baru di masa yang akan dating setelah jatuhnya penguasa yang lama. Salah satu kesulitan pelaksanaan analisis sosiologi agama melalui analisis lintas budaya yaitu sangat bervariasinya konsep agama pada daerah kebudayaan yang berlainan, juga sulit dalam mendapatkan ketepatan yang disyaratkan oleh para saintis.
c.    Eksperimen
Metode eksperimen sulit dilaksanakan dalam bidang sosiologi agama. Namun, di dalam beberapa hal masih dapat dilalukan, misalnya untuk mengeevaluasi hasil pebedaan belajar dari beberapa model pendidikan agama.

d.    Observasi Partisipatif
Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks religious. Hal itu dapat dilakukan dengan terus terang, artinya orang yang dobservasi itu boleh mengetahui bahwa mereka sedang dipelajari. Keuntungan dari metode observasi partisipatif adalah:
1.    Memungkinkan pengamatan interaksi simbolik antara anggota kelompok secara mendalam. Interaksi simbolik maksudnya adalah suatu perspektif teoritik sosiologi dan psikologi social. Dengan perspektif ini, indivudu tidak dilihat reponnya yang lahir, namun dipahami makna dari perilaku itu. Sering makna simbolik dan tata laku dielajari sejak dini secara menyeluruh dengan jalan individu berperan serta di dalam kelompok. Pakainan, pandangan mata, jarak antara orang yang sedang bicara dan gerak merupakan contoh fenomena yang sering secara simbolik sangat signifikan dalam rangka memperoleh pengertian  suatu kebudayaan. Tipe-tipe anggota yang menjadi objek dalam interaksi simbolik itu digunakan sebagai dasar analisis;
2.    Observasi peran serta berguna jika peneliti berpendapat bahwa ada kesenjangan antara apa yang dikatan dengan perilaku orang-orang yang sedang diteliti. Misalnya, responden menyatakan bahwa ia sangat komitmen dengan ajaran ortodoksi agama, namun perilakunya sehari-hari tidak relevan, perlu dipertanyakan;
3.    Observasi peranserta memberikan kesempatan untuk mendapatkan data secara otentik, terutama mengenai perilaku atau karakteristik yag sifatnya pribadi. Dengan observasi peran serta dapat terungkap kualitas perilaku yang lebih dalam, yang mungkin tidak tercakup oleh kuesioner maupun interview singkat. Karena itu, observasi seperti ini sering dihubungkan dengan metode riset kualitatif.
Kelemahan dari metode ini antara lain adalah:
1.    Mungkin data terbatas pada kemampuan observer dan apa yang dianggap benar dalam suatu kasus, belum tentu benar pada kasus lain;
2.    Studi kasus member peluang bagi peneliti untuk mengumpulkan data secara   mendalam, tetapi sering kurang meluas, terikat oleh sesuau aspek tertentu yang menjadi perhatian peneliti;
3.    Diperlukan sejumlah besar kasus untuk menggenaralisasikan pola yang diidentifikasikan;
4.    Data yang dilaporkan sering terikat oleh system penyaringan peneliti sendiri. Tidak semua observer tertarik pada pola yang sama. Apa yang dipilih dan dicatat oleh observer mungkin tidak lengkap.
e.    Riset Survei dan Analisis Statistik
Peneliti menyusun kuesioner, melakukan interview dengan sampel dari sustu populasi. Sampel dan populasi bias berupa oganisasi keagamaan atau penduduk sustu kota atau desa. Responden misalnya ditanya tentang:
1.    Afiliasi keagamaannya;
2.    Frekuensi kehadiran ditempat-tempat peribadatan;
3.    Frekuensi keteraturan sembahyangnya;
4.    Pengetahuan tentang ajaran agama atau doktrin yang dikembangkan oleh sesuatu organisasi keagamaan;
5.    Kepercayaan kepada sesuatu konsep keagamaan tertentu seperti tentang hidup setelah mati, eksistensi tuhan, tentang akan kembalinya nabi Isa (yesus) dan indicator religiousitas lainnya.
Prosedur ini sangat berguna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan sesuatu sikap social, atau atribut religious tertentu. Kalau metode historis dan observasi memberi peluang kepada interpretasi data subjektif, maka data survey untuk mengidentifikasi sesuatu lebih cermat dari korelasi religious dengan sikap dan karakteristik social tertentu. Misalnya korelasi antara:
1.    Fundamentalisme dengan anti semitisme
2.    Frekuensi menghadiri acara kegerejaan atau pengajian dengan tradisionalisme peran wanita dan pria.
3.    Afiliasi denominasi atau organisasi keagamaan tertentu dengan mobilitas social dan tingkat pendapatan.
Dengan kata lain, riset survey memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengendalikan variable dan identifikasi korelasi. Adapun kesukarannya antara lain adalah:
1.    Analisis statistic tentang korelasi karakteristik keagamaan dengan atribut social belum tentu menunjukkan factor penyebab dari atribut tersebut, yang berarti interpretasi makna suatu event kadang-kadang hilang.
2.    Data tidak menunjukkan proses yang dilalui oleh sesuatu subyek hanya bersifat statis atau non hirostik, tidak menunjukkan fase-fase perkembangan sebab akibat.
3.    Kadang-kadang peneliti beranggapan jawaban yang negative terhadap sesuatu pertanyaan, diartikan”kurang religious atau kurang orthodox seseorang responden.
4.    Pertanyaan-pertanyaan sering tidak memberikan peluang kepada orang untuk mengemukakan modes alternatif religiuisitas yang lainnya.
5.    Apa yang dikatakan orang dikatakan orang tidak selaras dengan perilakunya.
6.    Informasi survey tidak melibatkan kepada studi yang langsung mengenai pengalaman keagamaan itu sendiri, hanya menfokuskan pada laporan pengalaman keagamaan.
7.    Informasi yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan “lebih lunak” dari pada hakikat informasi yang sebenarnya.
f.    Analisis Isi
Peneliti mencoba mencari keterangan dari teman-tenman religious; baik berpa tulisan, buku-buku khotbah, doktrin, deklarasi teks dan lain-lain. Misalnya:
1.    Sikap suatu kelompok keagamaan dapat dianalisisdari isi khotbah yang diterbitkan oleh kelompok tersebut;
2.    Pandangan hidup dari organisasi atau aliran agama dapat diidentifikasi dari tema atau isi lagu-lagu yang biasa dinyanyikan di gereja, atau lagu qasidahan yang dilantunkan oleh senimannya;
3.    Keterlibatan religious seorang Amerika misalnya, dianalisis dari buku-buku agama popular yang terbit di Negara tersebut;
4.    Tentang eivil religion (sejenis agama bangsa) dipelajari melalui analisis isi referensi relegius, misalnya dalam Declaration of Independence, pidato pengukuhan presiden dan statement lain yang erat hubungannya dengan tujuan bangsa sesuatu Negara.
Content analisis bermanfaat, namun salah satu kesulitannyaadalah asumsinya bahwa asumsi tertulis dianggap sebagai gambaran tepat dari pandangan rakyat. Padahal pidato pengukuhan presiden misalnya, belum tentu mencerminkan sikap dan nilai yang demiliki dan disetujui oleh suatu penduduk suatu Negara tertentu. Sangat lakunya buku-buku agama belum tentu menggambarkan tingkat religiusitas penduduk.
sumber:https://orthevie.wordpress.com/2010/02/13/pengertian-tempat-fungsi-dan-aliran-aliran-serta-metode-penelitian-dalam-sosiologi-agama/


Tri Rismaharini


Tri Rismaharini adalah perempuan kelahiran 20 Nopember 1961 di Kediri, jatim . Karirnya juga sebagai walikota Surabaya baru memasuki thn ke empat. Dirinya jadi perempuan mula-mula yg memimpin kota ini kepada masa 2010-2015. Anak wanita dari pasangan Meter Chuzuzaini & Siti Muajiatun ini telah hidup sederhana sejak mungil. Sang ayah adalah PNS di Kantor Pajak sedangkan sang Ibu yakni ibu rumah tangga yg mempunyai hati yg lembut & penuh kasih sayang.

Di Tengah kehidupan yg pas-pasan, sang ayah mencukupi kehidupan Tri Rismaharini & empat saudaranya yg lain dgn memasok bahan-bahan makanan seperti beras, gula, & bahan pokok yang lain. Keuletan & kegigihannya sang ayah jadi menginspirasi bagi Risma dalam menjalankan amanah yg diembangkan keoadanya.

Musim kecilnya dihabiskan di Kediri. Beliau bersekolah di SD Negara Kediri, dulu menambahkan di SMP Negara 10 Surabaya. Ketika musim kecilnya Dirinya menderita penyakit asma. Maka orang tuanya membatasinya utk main dgn teman-temannya. Untungnya Sang walikota tak menyerah dgn kondisi begitu. Dia dulu mengantisipasi dgn mengikuti olahraga lari yg menciptakan asmanya jadi hilang.

Tepatnya waktu Dirinya SMA, Risma serius menekuni cabang olahraga lari utk melawan penyakitnya. Alhasil, Risma remaja sukses jadi pelari andalan Surabaya. Bahkan nama Risma konsisten meroket & sukses menduduki peringkat ke-2 sesudah Heny Maspaitella, pelari nasional. Di sekolahnya SMAN 5 Surabaya, Dirinya dikasih dispensasi kusus buat masuk lebih siang pukul 10.00. Maklum, di pagi hri Risma dijadwalkan berlatih lari.

Beliau selanjutnya menyambung pendidikan S1 jurusan Arsitektur Institut Tehnologi Sepuluh Nopember Surabaya. Setamatnya dari sana, Dia dulu menambahkan ke S2 Managemen Pembangunan Kota dari Institut Tehnologi Sepuluh Nopember.

Sebelum jadi Walikota Surabaya, dirinya pernah terpilih yang merupakan Kepala Lembaga Kebersihan & Pertamanan (DKP) Surabaya. dibawah kepemimpinannya, jauh dari sorotan liputan sarana, wanita satu ini sudah sukses membangun kota Surabaya jadi luar biasa. Ia bahkan tidak jarang dinamakan sbg Joko Widodo ke-2.
Biografi Tri Rismaharini lengkap
 Tri Rismaharini

Sama halnya bersama Joko Widodo, tindakan blusukan Risma serta kerap menciptakan orang geleng-geleng kepala. Dirinya tidak jarang ke luar kepada jam 12 tengah malam, ikut menyapu jalan pula razia pelajar & kependudukan. Bahkan, terkadang Risma ikut mengatur jalanan diwaktu berlangsung kemacetan parah.

Akhirnya, Kota Pahlawan sukses mendapatkan kembali Piala Adipura 2011 utk tipe kota metropolitan, sesudah lima th berturut-turut tidak lagi meraihnya. Dulu Surabaya kembali berturut-turut memperoleh piala tersebut kepada 2012 & 2013 utk type kota metropolitan. Tidak Hanya itu, kota Surabaya sudah jadi kota paling baik se- Asia Pasifik atas seluruh partisipasinya terhadap thn 2012 version Citynet, atas kesuksesan pemerintah kota & dukungan penduduk dalam mengelola lingkungan. Kepada th 2013, kota Surabaya mendapati penghargaan tingkat Asia-Pasifik , Future Government Awards 2013 dalam dua bagian sekaligus merupakan data center pula inklusi digital, dirinya sanggup menyisihkan 800 kota yg ada di seluruhnya Asia- Pasifik. We Ow We kan teman prestasinya demikian mentereng.

tidak cuma itu, perempuan kelahiran 20 Nopember 1961 ini jadi salah satu nominasi wali kota paling baik didunia, 2012 World Mayor Prize, yg digelar oleh The City Mayors Foundation. Beliau terpilih dikarenakan segudang prestasi yg telah dia torehkan tatkala menjabat sbg Wali Kota Surabaya. Beliau dinilai sukses menata kota Surabaya jadi kota yg bersih & penuh taman.

Taman-taman kota yg di bangun oleh Risma antara lain taman Bungkul yg terletak di Jalan Raya Darmo. Taman tersebut mempunyai rencana all in one entertainment park, diluar itu terdapat sekian banyak taman lain seperti taman yg terletak di Bundaran Dolog, taman buah Undaan & taman di Bawean diluar itu, Risma pun sudah membangun jalur pedestrian bersama ide mutahir.

Walaupun bersama segudang prestasi yg diraihnya, tapi masih saja tidak sedikit pihak-ihak yg tak mengharapkan ia buat tetap memimpin. Sebahagian petinggi di DPRD sempat mengusahakan utk mendepak Risma dari jabatan Wali Kota Surabaya. Kepada tanggal 31 Januari 2011, Ketua DPRD Surabaya Whisnu Wardhana memanfaatkan hak angketnya utk menurunkan Risma dari posisinya sbg wali kota. Dirinya beralasan bahwa Risma sudah melanggar Peraturan Menteri Dalam negeri(Permendagri) No. 16/2006 menyangkut prosedur penyusunan hukum daerah & Undang-Undang No. 32 Th 2004 yg sudah diubah bersama Undang-Undang Nomer 12 Thn 2008.

Beliau dianggap melanggar dikarenakan dia tak melibatkan Unit Kerja Piranti Daerah (SKPD) dalam membahas ataupun menyusun Peraturan Wali Kota Surabaya (Perwali) No. 56 th 2010 yg mengatur berkaitan perhitungan nilai sewa reklame & Perwali No. 57 berkaitan perhitungan nilai sewa reklame terbatas di kawasan kusus kota Surabaya yg menaikkan pajak reklame jadi 25%.

Enam dari dari tujuh fraksi politik yg ada di dewan, termasuk juga PDIP yg mengusungnya, mensupport ketetapan ini. Cuma fraksi PKS yg menolak bersama argumen belum pass bukti & data. Menteri Dalam Negara Gamawan Fauzi menilai argumen pemakzulan Risma terlampaui mengada-ada. Beliau juga menegaskan bahwa Risma konsisten menjabat yang merupakan Wali Kota Surabaya.

Beredar berita bahwa ketetapan memberhentikan Risma karena sebanyak kalangan DPRD Kotamadya Surabaya yg tak suka bakal ketetapan Risma menolak keras pembangunan tol tengah Kota Surabaya & lebih pilih menambahkan proyek frontage road & MERR-IIC (Middle East Ring Road) yg dapat menghubungkan lokasi industri Rungkut sampai ke Jembatan Suramadu via ruangan timur Surabaya. Berkat kecintaan warga Surabaya pada Risma, hasilnya Risma konsisten memimpin Surabaya sampai waktu ini.

Biografi Tri Rismaharini serta bakal sedikit mengulas berkenaan kehidupan keluarganya. Dirinya adalah Istri dari Ir. Djoko Saptoadji & dikaruniai dua anak yg bernama Fuad Bernardi & Tantri Gunarni Saptoadji. Perempuan yg satu ini tak cuma tangguh yang merupakan kepala pemerintahan saja. Ia serta yaitu Ibu & istri yg baik utk suami & ke-2 anaknya. Bagi Risma dukungan keluarga teramat lah utama untuknya dalam menjalankan roda pemerintahan.

Nah sahabat nyata-nyatanya di luar sana ada banyak pemimpin yg tetap mengutamakan kebutuhan rakyat diatas keperluan pribadi atau kelompoknya. Ya benar-benar tak semuanya, tapi sama seperti Risma, tentu ada sosok yg dapat anda yakin jadi pemimpin di negara ini. Baca pula Biografi Shahrukh Khan si aktor Bollywood yg tetep cakep meski udah sepuh. Terima kasih.
sumber:http://biografi5.blogspot.co.id/2015/04/biografi-tri-rismaharini-lengkap.html

Auguste Comte Dan Pemikirannya


Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis, terhadap 17 Januari 1798. Mempunyai nama ori Isidore Marie Auguste Comte, dia berasal dari keluarga bangsawan Katholik. Dia menempuh pendidikan di Ecole Polytechnique & membawa juusan kedokteran di Montpellier. COmte pun berpengalaman berikan les matematika & jadi murid sekaligus sekretaris Saint Simon.

Comte mempunyai kisah cinta platonik & tragis. Menikah bersama Caroline Massin, satu orang pekerja sex, dia bercerai kepada 1842. Dirinya menikah dgn Clotide de Vlaux tapi pernikahan tersebut tak berusia lama. Clotide de Vlaux wafat dunia dikarenakan sakit Tubercolosis.

Kehidupan pribadi Comte sbg pemikir agung dilingkupi kemiskinan. Dirinya dikenal yang merupakan sosok emosional dalam persahabatan. Comte serta kerap terlibat konflik dalam persoalan cinta. Percobaan bunuh diri juga sempat dilakukan oleh tokoh kunci sosiologi ini. Comte wafat dunia terhadap umur 59 th terhadap 5 September 1857.

Sewaktu karier intelektualnya Comte membuahkan tidak sedikit karyanya, antara lain Sistem of Positive politics, The Scientific Labors Necessary for Reorganization of Society (1882), The Positive Philosophy (6 jilid 1830-1840), Subjective Synthesis (1820-1903).

Pemikiran Auguste Comte, selaku orang yg mengawali kajian sosiologi & seterusnya dinamakan yang merupakan Bpk sosiologi ini, dipengaruhi oleh revolusi Perancis. Revolusi Perancis menjadikan penduduk terbelah jadi dua. Mula-mula warga yg optimis, positif yg memandang hari esok tambah baik bersama ilmu wawasan, tehnologi & demokrasi. Ke-2 warga pesimis & negatif memandang hari esok & perubahan yg dinilai memunculkan anarkisme, konflik sosial & sikap individualistic.

Pemikiran Comte yg ternama salah satunya ialah penjabaran peristiwa perkembangan sosial atau peradaban manusia. Teori Comte tersebut membagi fase perkembangan peradaban jadi tiga step. Step mula-mula merupakan step teologis, sebelum 1300. Terhadap fase ini manusia belum jadi subyek bagi beliau & amat tergantung kepada dunia luar. Misalnya, kesuburan & panen padi satu orang petani tergantung kemurahannya Dewi Sri kepada konteks mitologi Indonesia.

Step ke-2, yaitu step metafisika. Terhadap step ini manusia atau warga mulai sejak memakai nalarnya. Keterbatasan nalar manusia terhadap fase ini merupakan kentalnya kecenderungan spekulasi yg belum lewat analisis empirik. Misalnya, nalar warga mengalami yg menilai kesusahansebagai takdir semata.

Step ke-3, step positifistik. Ini yakni step canggih, dimana manusia atau penduduk memanfaatkan nalarnya; jadi subyek & memandang yg lain juga sebagai obyek. Kepada step ini seluruhnya gejala alam atau fenomena yg berlangsung sanggup dijelaskan dengan cara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian & sanggup dibuktikan dengan cara empiris.

Comte membagi masalah sosiologi jadi dua, adalah ranah sosial yg statis (social static) & ranah sosial yg dinamis (social dynamic). Ranah Sosial statis menuntut ilmu pertalian timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan yg senantiasa membutuhkan satu buah tatanan & kesepakatanbersama. Ranah dinamis menunjukkan watak ilmu wawasan yg menuntut ilmu berkaitan perkembangan warga, meneropong bagaimanakah lembaga-lembaga tersebut berkembang & mengalami perkembangan sepanjang massa.
http://biografi5.blogspot.co.id/2015/04/biografi-profil-dan-tokoh-sosiologi.html

Mochtar Naim



Lahir di Nagari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, 25 Desember 1932; yakni antropolog & sosiolog Indonesia. Tidak Hanya sbg sosiolog terkenal, Mochtar Naim tampil kemuka yang merupakan ahli Minangkabau. Dalam sekian banyak seminar & tulisan-tulisannya, Mochtar kerap membagi budaya Nusantara pada dua gagasan aliran. Polarisasi budaya yg digambarkan Mochtar ialah ide budaya yg bercirikan sentrifugal yg diwakili oleh budaya m(Minangkabau), berlawanan bersama gagasan budaya sentripetal-sinkretis yg diwakili oleh budaya J (Jawa).
Beliau menamatkan studi sarjananya ke tiga kampus sekaligus, Kampus Gadjah Mada, PTAIN, & Kampus Islam Indonesia, yg kesemuanya di Yogyakarta. Selanjutnya studi masternya dilanjutkan di Kampus McGill, Montreal. Melengkapi jenjang pendidikannya, Mochtar membawa gelar PhD-nya di University of Singapore.
Mochtar tertulis sbg pendiri Fakultas Sastra Kampus Andalas, 1980, & sejak itu dia jadi dosen sosiologi kampus yg sama. Sebelum itu dia sempat duduk yang merupakan Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Kampus Hasanuddin di Makassar, & Direktur Center for Minangkabau Studies, Padang.
http://biografi5.blogspot.co.id/2015/04/biografi-profil-dan-tokoh-sosiologi.html