Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Wednesday, November 8, 2017

ALIRAN-ALIRAN DALAM SOSIOLOGI AGAMA


Sosiologi agama bukan merupakan satu kesatuan yang seragam. Adapun perbedaan aliran dalam sosiologi agama dengan cirri-ciri tersendiri disebabkan oleh:
1.    Perbedaan visi atas realitias masyarakat, khususnya mengenai kekuatan tertentu yang dianggap memerankan peranan dominan atas kehidupan masyarakat;
2.    Akibat dari perbedaan visi tesebut, digunakan pula metode dan pendekatan yang   berbeda.
A.    Aliran Klasik
Aliran ini muncul pada pertengahan abad ke-19 dan belahan pertama dari abad ke-20 yang ditopang oleh sejumlah sarjana (kecuali Durkheinm dan Weber). Bagi mereka kedudukan sosiologi agama sangat dekat dengan sejarah dan filsafat dan merupakan suatu refleksi dan analisis sistematis terhadap masyarakat, kebudayaan dan agama.
Tujuan aliran ini adalah hendak mengungkap pola-pola social dasar dan peranannya dalam mencipatakan masyarakat. Instansi pemerintah dan kalangan agama yang berkonsultasi dengan pendukung aliran ini, akan mendapat jawaban panjang tentang sejarah dari masyarakat agama yang bersangkutan dan akan ditunjukkan kekuatan-kekuatan (social) yang mendorong berdirinya unsure-unsur budaya yang menopang kelangsungan hidup, disbanding dengan tuntutan-tuntutan modern dalam situasi yang sudah berubah, lantas mempersilakan instansi yang bersangkutan untuk mengadakan perubahan yang sesuai.
B.    Aliran Positivisme
Aliran ini mengikuti sosiologi yang empiris-positivistis dan menyetarakan masyarakat agama dengan benda-benda alamiah. Ia menyibukkan diri dengan kuantifikasi dari dimensi masyarakat yang kualitatif dengan metode pengukuran yang eksak dan menarik kesimpulan yang dibuktikan dengan fakta-fakta. Dengan kata lain, kesimpulan yang sifatnya netral tanpa diwarnai pertimbangan teologis atau filosofis, dilepas dari konteks sejarah perkembangan yang dialami masyarakat itu dalam waktu yang lampau. Cara penganalisisan demikian itu dipegang ketat dan konsekuen demi tercapainya hasil yang diinginkan, yaitu hasil yang seobjektif mungkin.
Instansi pemerintah atau keagamaan yang berkonsultasi dengan pendukung aliran ini untuk mengadakan penelitian mengenai lembaganya atau organisasinya, akan mendapat keterangan banyak tentang struktur organisasinya, mengenai kualitas pemimpinnya dan reaksi  (baik positif maupun negative) dari naggota-anggota lemaganya. Instansi yang berkonsultasi akan diyakinkan mengenai pentingnya keterangan (ilmiah) itu, tetapi kepadanya diserahkan sepenuhnya untuk menentukan sendiri bagaimana ia akan menggunakan informasi itu.
C.    Aliran Teori Konflik (Teori Kritis)
Menurut ahli teori ini, masyarakat yang baik ialah masyarakat yang hidup dalam situasi konfliktual. Masyarakat yang hidup dalam keseimbangan (equilibrium) dianggap sebagai masyarakat yang tertidur dan berhenti dalam peruses kemajuannya. Karena konflik social dianggapnya sebagai kekuatan social utama dari perkembangan masyarakat yang ingin maju kepada tahap-tahap yang lebih sempurna. Gagasan ini dicetuskan oleh Hegel, Karl Marx dan Weber. Sebagai sarana mutlak (yang diberikan oleh alam sendiri) untuk memajukan masyarakat manusia.
Aliran ini tidak sepakat dengan para ahli aliran fungsionalisme yang melihat keseimbangan soosial masyarakat sebagai bentuk hidup yang ideal, karena dianggap kurang menyadari atau membiarkan adanya kekurangan dan ketidakadilan yang dibungkam oleh struktur kekuasaan yang bertahan. Aliran ini juga tidak menyetujui metode kuantitatif dari aliran positivism, karena dianggap sebagai suatu hal yang mengasingkan orang dari masyarakat.
Aliran ini tidak dapat memusatkan perhatiannya pada problem mikro saja, karena pengkajian masalah yang kecil akan mengundang persoalan yang lebih besar. Dan hal yang tidak boleh dilupakan dalam analisisnya adalah usaha menempatkan situasi yang dhadapi dalam kurun sejarah perkembangan yang telah dilewati yang tidak dapat dilepaskan dari masalah baru yang hendak dicari pemecahannya. Aliran sosiologi ini mempunyai persamaan dengan aliran sosiologi kalsik yang selalu tertarik pada problem-problem makro, dan masalah-masalah mikro hanya diperhatikan sejauh itu dapat memberikan keterangan bagi pemecahan masalah yang besar.
Jika salah satu instansi pemerintah dan keagamaan berkonsultasi dengan pendukung aliran ini, maka mereka akan mendapat seperangkat penjelasan tentang unsure-unsur pertentangan yang ada dalam tubuh organisasinya, dan yang berhasil digali dari keasadaran kelompok-kelompok yang saling bertentangan, lalu diberikan solusi yang dipandang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
D.    Aliran Fungsionalisme
Para pendukung aliran ini bertolak belakang dari pendirian dasar bahwa masyarakat itu suatu system perimbangan, di mana setiap kelompok memberikan sumbangannya yang khas melalui peranannya masing-masing yang telah ditentukan demi lestarinya suatu masyarakat. Menurut mereka, timbulnya suatu bentrokan dalam organisasi dipandang berfungasi korektif untuk membenahi kesalahan-kesalahan yang telah terjadi, yang tidak berjalan baik. Penelitian yang dilakukan sebegaian besar bertujuan untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang apakah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh pimpinan adan anggotanya berjalan dengan baik.
Aliran ini menerima prinsip kerja yang memperkecil penelitiannya pada suatu problem mikro, yang dianggap berguna sebagai sampel untuk mengetahui kedaan keseluruhannya sebagai system keseimbangan. Apabilapendukung aliran ini diminta untuk melakukan sebuah penelitian terhadap suatu masyarakat agama, maka ada 2 hal pokok yang menjadi perhatian utamanya: 1). Bagian mana dari lembaga tersebut yang berfungsi baik 2). Bagian mana dari lembaga tersebut yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penelitian yang dilakukan oleh aliran fungsionalisme telah melahirkan kesimpulan-kesimpulanyang sangat berguna bagi instansi-instansi keagamaan/ pemerintah. Menurut aliran ini, baik masyarakat religious maupun masyarakat profan, keduanya mengembang fungsi bagi umat manusia, dan mempunyai kewajiban moril untuk menyadari sifat saling ketergantungannya.
Teori ini melihat agama sebagai suatu bentuk kebudayaan yang istimewa, yang pengaruhnya meresapi tingkah laku manusia penganutnya, baik lahiriyah maupun bathiniyah, sehingga system sosialnya untuk sebagian besar terdiri dari kaidah-kaidah yang dibentuk oleh agama.


sumber:https://orthevie.wordpress.com/2010/02/13/pengertian-tempat-fungsi-dan-aliran-aliran-serta-metode-penelitian-dalam-sosiologi-agama/

0 comments: