event

MUSYAWARAH TAHUNAN JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG ANGKATAN 2018

MALIKA FC

TIM UTAMA FUTSAL SOSIOLOGI AGAMA IAIN TULUNGAGUNG "MALIKA FC"

event

pacitan

SAVE PACITAN

kegiatan bakti sosial bersama LTNU di Pacitan, dengan agenda trauma hearing

Sosiologi Agama adalah salah satu program studi di lingkungan IAIN Tulungagung.yang bernaung di bawah Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). SALAM SATU WARNA

Monday, August 30, 2021

Teori Neo-Marxian

 Penulis : Defi Tri Astuti

    Jumat, 05 Maret 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Teori Neo-Marxian” yang dipantik oleh Lathifatul Azizah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Adi Langgeng Saputra Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Group.

    Tema kali ini membahas tentang Gambaran teori Neo-Marxian, Perbedaan (Marxisme, Non-Marxis dan Neo-Marxian), Kritik-Kritik Utama terhadap Kehidupan Sosial dan Intelektual, Pemikiran dari beberapa tokoh.

    Neo Marxian adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial atau analisis Sosiologi yang mengacu pada de-ide Karl Marx dan unsur-unsur dari tradisi intelektual lain seperti teori kritis dan teori konflik. Neo Marxian juga meliputi analisis Marxisme, feminisme Marxis, Marxisme ekonomi, Post Marxisme dan berbagai teori kritis yang berasal dari Frankfrut School. Kedua teori ini cukup berbeda meski titik pusatnya tetap pada Karl Marx, adapun perbedaanya antara lain ;

Pertama, Marxisme sendiri adalah sebuah paham yang berdasar pada padangan-pandangan Karl Marx. Yang mencakup pada materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial. Contoh dalam teori alinasi, ketegangan kelas, teori antar kelas seperti Borjuis da Ploretan.

Kedua, Non-Marxis merupakan paham yang tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran Marx. Bahkan dalam beberapa tulisannya cenderung menyerang pemikiran Marx. Contoh konflik dialektika.

Ketiga, Neo-Marxian adalah istilah yang diterapkan pada teori sosial yang mengacu pada ide-ide Karl Marx. Penganut Neo-Marxian cenderung menunjukkan bagaimana kebijakan dalam kapitalisme menghambat pembangunan dan meningkatkan kesenjangan. Contoh teori ini mengkritik sebuah teknologi dan mengkritik kaum guru dengan kaum intelektual. 

    Konflik Marxisme mengakar pada Karl Marx disebutkan adanya pertentangan antara kelas Borjuis dan Ploretan khususnya pada masa industri, kemudian berkembang dan pemikiran Marx diikuti oleh tokoh-tokoh lain khususnya di Jerman. Revolusi yang terjadi dalam masyarakat menghasilkan dua fungsi menurut Dahrendorf mengatakan bahwa “hal itu tidak mungkin terjadi karena dalam masyarakat terdapat dua fungsi yaitu konflik, konsensus atau tidak selamanya berkonflik.” Tokoh ini dikenal sebagai aliran non-Marxis atau konflik dialektika menganggap bahwa konflik berujung konsensus, kalau konsensus disepakati maka berjalan dan jika terjadi pelanggaran timbul konflik.

    Namun pemikir lain rata-rata di kota Jerman yaitu mazhab Frankfrut beliau masih mengikuti pemikiran marx selain itu mereka juga mengkritik basic perubahan buruk dimana buruh-buruh harus bersatu. Mereka sadar akan terciptanya kelas, para buruh memberontak dan terjadi revolusi. Sedangkan aliran neo-marxis tidak menganggap bahwa “buruh bukanlah sebuah agen perubahan karena buruh itu tertindas.” Mereka juga sibuk memikirkan nasibnya, mereka perlu adanya perubahan baru yaitu kaum intelektual. Kaum intelektual yang seharusnya menjadi agen perubahan sebab mereka sudah faham tentang pengetahuan dan melek teknologi.

Kritik-Kritik Utama terhadap Kehidupan Sosial dan Intelektual yaitu;

    Pertama, Kritik terhadap Teori Marxian Teori kritis ini bertitik tolak dari suatu kritik terhadap teori-teori Marxian. Para teoritisi kritis sebagian besar merasa terganggu dengan determinis ekonomi. Determinasi ekonomi adalah filsafat bahwa kekuatan ekonomi pada akhirnya akan determinis atau yang menekankan pada masyarakat dibagai mejadi kelas ekonomi yang bersing untu mengandalkan sistem politik. 

    Teori-teori kritis tidak mengatakan bahwa para determinis ekonomi salah dalam ranah ekonomi, tetapi mereka seharusnya juga memperhatikan aspek-aspek sosial. Contohnya ialah Herbert Marx mengkritis determinisme yang imprisif tetapi sebagian besar memusatkan kritik mereka pada kaum neo-marxis. Namun harus memperhatikan aspek sosial seperti aliran kritik berusaha mengoreksi ketidakseimbangan dengan memusatkan perhatian kepada ranah budaya. Aliran ini juga mengkritisi masyarakat seperti uni soviet.

    Kedua, Kritik terhadap Masyarakat Modern sebagian besar karya aliran kritis bertujuan mengkritik masyarakat modern dan berbagai komponennya. Sementara banyak teori Marxian awal secara khusus tertuju pada ekonomi, aliran kritis mengganti orientasinya ke level budaya sehubungan dengan hal-hal yang dianggap kenyataan-kenyataan masyarakat kapitalis modern yakni lokus dominasi didalam dunia modern berubah dari ranah ekonomi ke ranah budaya. Aliran kritis tetap mempertahankan minatnya kepada dominasi dunia modern berupa unsur kebudayaan. Aliran kritis berusaha berfokus pada penindasan budaya individu yang terjadi di masyarakat modern.

    Pemikiran Dahrendorf menjelaskan bahwa “mengapa ramala Marx yang sebelumnya tidak terjadi khususnya tentang revolusi kelas.” Karena memang dalam masyarakat industri sekarang pemilik model itu tidak sekaligus menjadi manager. Pada zaman Marx pemilik model sekaligus menjadi manager di tempat usahanya. Namun di jaman sekarang banyak orang-orang dari kalangan guru, rakyat biasa mereka berpendidikan kemudian memperoleh gelar sehingga orang yang masuk di kelas menengah bawah masuk dalam dunia kerja atau perusahaan. 

     Adapula komposisi modal atau model tidak hanya satu orang contohnya dari kelas guru mereka bisa memberikan saham maka hal tersebut tidak terpaku pada orang kaya dan orang miskin. Dari teori konflik neo-marxis terdapat tokoh yaitu Herbert Marcuse merupakan generasi pertama dari aliran Frankfrut School. Di aliran ini ada tiga generasi yang pertama, pemikiran ini mengkritik tentang teknologi terutama pada manusia modern. Menurut beliau manusia zaman dahulu terjebak pada mitos-mitos seperti tahayyul atau hal yang bersifat ghoib. Namun manusia modern saat ini sering terjebak dalam teknologi.

Referensi

Jurnal of Uban Sosiology No.2, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Teori Sosiologi, George Ritzer, 2012


PERKEMBANGAN TERBARU DALAM TEORI ZAMAN INI

 Penulis: Windy Eka Sari


Jumat, 28 Mei 2021 pukul 19.00-20.30 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakann kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum  Mahasiswa FUAD) dengan tema “Perkembangan Terbaru Dalam Teori Zaman Ini” yang dipantik oleh Riyandavy Widya A. yakni Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Budi Hidayatullah yakni Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing menggunakan Google Meeting.

Tema kali ini membahas tentang perkembangan teori saat ini. Banyak sekali teori-teori yang semakin lama semakin maju seperti teknologi, komunikasi, dan informasi akan memunculkan sebuah pemikiran. Sekian banyak perkembangan teori-teori baru yang luas pada zaman sekarang muncul beberapa teori yakni teori jaringan-aktor, teori kritis ras dan rasisme.

Pertama, Teori jaringan-aktor 

Teori ini berpendapat bahwasannya sesuatu itu yang hidup akan tinggal pada sebuah jaringan. Dan ia berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang bisa hidup sendiri, dan akan membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Teori ini mempunyai topik bahasan yang konkrit yakni sebagai berikut :

Perama, Aktor dapat kita pahami sebagai pelaku. Ketika melakukan aksi seseorang aktor tidak bisa melakukan aksinya seorang diri, melainkan membutuhkan aktor lain untuk melakukan aksinya tersebut. Aktor yang dimaksud dalam teori ini tidak hanya manusia melainkan non manusia pun bisa dikata sebagai aktor, misal seperti hewan.

Kedua, Aktan, aktan dapat dipahami sebagi aktor yang mengendalikan aktor-aktor lain, seperti kiasan sutradara film maupun sinetron yang mengarahkan dan mengendalikan tokoh-tokohnya.

Ketiga, Translasi adalah konsep yang memberikan ruang atau tempat dalam menganalisa kehadiran jaringan-aktor.

Keempat, Intermediari dapat dikatakan bahwasanya aktor yang bertugas untuk menghubungkan antara aktor satu dengan yang lainnya. Dapat dikatakan sebagai sekumpulan aktor yang mempunyai tugas untuk menjaga dan memelihara hubungan atau relasi antara aktor satu dengan lainnya.


Jadi teori jaringan-aktor bertugas sebagai pegembangan dan menjaga interaksi aktor baik itu manusia atau non manusia. Memahami dunia mereka sendiri dapat membentuk jaringan yang stabil maupun tidak dalam waktu tertentu. Teori jaringan-aktor ini dikembangkan oleh Michel Callon, Bruno Latour dan Jhon law. Mereka bertiga beranggapan bahwa masyarakat tidak hanya hidup dengan orang lain.


Kedua, Teori kritis ras dan rasisme 

Kata rasisme berasal dari bahasa latin yang artinya asal. Dapat kita pahami bahwasanya ras adalah sekelompok orang yang mempunyai karakteristik dan ciri khas sesuai dengan kebiasaan mereka masing-masing. Menurut seorang tokoh dari Indonesia yakni Soejono Soekanto, ras adalah  suatu kelas atau golongan yang didasarkan pada kriteria genetika.

Sedangkan menurut Hugo ada tiga istilah yakni; Pertama, sekelompok penduduk yang didasarkan pada kriteria genetika. Kedua, sekelompok penduduk yang antara penduduk satu dengan penduduk lain mempunyai kriteria genetika yang berbeda. Ketiga, suatu kelompok yang terdiri dari susulan gen yang berasal dari orang tuanya dan diwariskan kepada anaknya.

Dapat dikatakan bahwasannya rasisme adalah suatu doktor yang berpendapat bahwa: 1. Perbedaan biologis yang ada pada suatu ras manusua akan menentukan capaian dari individu tersebut. 2. Jika ada suatu ras yang lebih superior lebih mempunyai hak untuk menjaga serta mengatur rasnya. Rasisme adalah suatu faktor yang mendorong terjadinya diskriminasi sosial, dan juga pemisahan pada kelompoknya 

Teori kritis dan ras ini muncul karena adanya gerakan para akademis dan juga sarjana serta aktivis di Amerika Serikat yang mereka mulai memeriksa dan mengawasi secara kritis hukum yang  dengan masalah sosial, budaya serta hukum yang berkaitan erat dengan ras dan juga rasisme. Teori ras kritis ini muncul karena adanya ketidakadilan antara kulit putih dan kulit hitam.


POSTMODERN

 Penulis: Mohamad Irvan Ma’arif


    Jumat, 21 Mei 2021 pada pukul 19.00-21.00 WIB, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum  Mahasiswa FUAD) dengan tema yang dibahas adalah “POSTMODERN” yang dipantik oleh Ulul Mahmudah yakni Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Windy Eka Sari yakni Mahasiswa Sosiologi Agama IAIN Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing menggunakan aplikasi Google Meeting.

    Tema kali ini membahas mengenai pengertian postmodern, dan tokoh yang mempengaruhi munculnya teori postmodern. Awal mula munculnya istilah postmodern ini  tahun 1930. Fedrico de Onis menunjukkan reaksi modernisme dalam bidang seni. Sedangkan yang pertama kali menggunakan istilah postmodern yaitu seorang pemikir dan filsuf besar yang bernama Jean-Francois Lyotard, yang tertulis dalam bukunya berjudul “The Postmodern Condition: A report on Knowledge”. Lyotard mengartikan teori postmodern sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, tradisi metafisika, fondasionalisme maupun modernisme.

    Ada 3 hakikat postmodern yaitu 1). Postmodernitas; kelanjutan dari era modern yang terdapat kepercayaan luas, bahwa era modern sedang berakhir atau telah berakhir dan kita telah memasuki masa sejarah baru yakni postmodernitas; 2). Postmodernisme; membicarakan mengenai produk budaya. Contoh nya seni, film, arsitektur. Hal ini tentu berbeda dengan produk budaya modern. 3). Teori sosial postmodern; terfokus pada cara berfikir yang berbeda dengan teori sosial. Munculnya teori sosial postmodern yaitu sebagai kritik terhadap teori sosial modern. 

    Pemikiran postmodern menolak fondasionalisme dan cenderung relativistik, tidak rasional, dan nihilistik. Berbeda dengan teori sosial modern yang berupaya mencari landasan rasiomal, ahistoris, dan universal untuk analisis dan kritik terhadap masyarakat.

    Pada formad kali ini membahas dua teori sosial postmodern yaitu moderat dan ekstrem.

    Pertama, Teori sosial postmodern moderat. Menurut Frederic Jameson pada era postmodern dicirikan oleh krisis sejarah. Ia beranggapan “sejarah yang kita pelajari di buku-buku sekolah berbeda dengan pengalaman hidup kota metropolitan dengan gedung-gedung tinggi dan perusahaan multinasional dan kehidupan sehari-hari.”

    Ada beberapa gambaran tentang masyarakat postmodern tertulis dalam buku Frederic Jameson yaitu: 1). Postmodernisme ditandai dengan kedangkalan dan kekuarangan kedangkalan. 2). Postmodernisme ditandai dengan hilangnya historitas atau hilangnya makna sejarah. 3). Postmodernisme ditandai oleh melemahnya emosi. 4). Terdapat teknologi baru yang melekat erat dengan masyarakat postmodern. Jadi, Jameson memberi gambaran terhadap postmodern yang didalamnya orang-orang tidak memiliki tujuan hidup dan tidak mampu memahami sistem kapitalis multinasional atau kebudayaan yang sedang tumbuh secara cepat.

   Kedua, Teorisosial postmodern ekstrem. Teori sosial postmodern ekstrem menyatakan bahwa masyarakat modern telah digantikan oleh masyarakat postmodern. Yang mendukung teori ini adalah Jean Builrillard, ia menyatakan bahwa masayrakat saat ini tidak lagi didominasi oleh produksi, tetapi didominasi kepada media dan sibernetika serta industri. Menurut Jean Builrillard, menggambarkan dunia postmodern ditandai oleh simulasi. Sulit untuk melihat hal-hal yang rill dan menggambarkan dunia ini sebagai Hipperealitas. Hipperialitas adalah efek, atau keadaan dan pengalaman keberadaan atau ruang yang dihasilkan dari proses tersebut.

Teori Post-Strukturalisme

Penulis : Windy Eka Sari

Jumat, 7 Mei 2021 pada pukul 20.00-21.30 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum  Mahasiswa FUAD) dengan tema “Teori Post-strukturalisme” yang dipantik oleh Nurul Arifah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Gerwin Satria Nirbaya Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui via Google Meeting.

Tema kali ini membahas tentang pengertian Post-strukturalisme, tokoh aliran Post-strukturalisme, pengaruh dan sumbangsih Post-strukturalisme dalam gaya arsitektur dunia.  Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan banyak sekali teori baru yang muncul. Hal ini bisa terjadi karena terdapat problematika yang semakin kompleks, serta melahirkan gagasan baru yang diungkapkan oleh tokoh guna menawarkan alternatif jawaban atas problematika tersebut.

Gagasan ini muncul karena adanya kritik terhadap teori lama dan melahirkan pemikiran baru yang dianggap lebih sesuai. Salah satu yang timbul akibat adanya kritik terhadap teori lama pada era kontemporer saat ini adalah teori Post-strukturalisme. Post-strukturalisme terdiri dari dua kata yakni “Post” berarti setelah, sesudah, terlampaui. sedangkan “struktralisme” berarti gerakan linguistik yang berpandangan bahwa hubungan antara unsur itu sendiri, satu-satunya objek bahasa. Dengan ini dapat diketahui bahwasannya Post-strukturalisme adalah sebuah dekonstruksi terhadap teori teori strukturalisme muncul karena adanya ketidakpuasan.

Tokoh teori Post-strukturalisme antara lain yaitu Michel Foucault, Jacques Derrida, Gilles Deleuze, Jean-Francois Lyotard, Roland Barthes, Jacques Lacan, Louis Althusser, Jean Baudrillard, Slavoj Zizek, Ernesto Laclau, Julia Kristeva, Chantal Mouffe, Judith Butler, dan Helene Cixous. Dari sekian banyak tokoh teori Post-strukturalisme hanya kita bahas dua tokoh yaitu Michel Faucault dan juga Jacques Derrida.

Pertama, Michel Faucault. Dia adalah seorang filsuf asal Prancis, sejarawan, kritikus, sosiolog dan intelektualis. Semasa hidupnya memegang kursi jabatan di College de France dan juga menjadi dosen di Universitas Callifornia. Salah satu karya serta sumbangsih atas pemikiran teori Post-strukturalisme adalah faktor sosial budaya. Faktor ini sangat berpengaruh untuk menjelaskan karakter ilmiah yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat.

Selain itu ia berpendapat bahwasannya fakta masyarakat berkaitan dengan ekonomi kapitalis yang dikemukakan oleh Weber. Bentuk solidaritas serta sikap rasionalis yang dikemukakan oleh Weber bukanlah aspek utama dalam masyarakat menuju modern melainkan bagaimana bentuk baru pengetahuan ada pada masa pramodernitas.

Kedua, Jecques Derrida. Dia adalah seorang filsuf yang berasal dari keturunan Yahudi. Ia belajar dan menetap di Prancis sampai meninggal dunia. Dia pernah menjadi dosen filsafat di salah satu Universitas Prancis dan Univesitas Yale. Dia juga pernah menjadi anggota partai komunis Prancis. Derrida adalah seorang tokoh yang berpengaruh dalam teori Post-strukturalisme, adapun pemikirannya dikenal dengan nama Dekonstruksi.

Dekonstruksi merupakan sebuah metode membaca teks, dan ia berpendapat dengan adanya dekontruksi dapat diketahui bahwasannya setiap teks selalu memunculkan anggapan-anggapan yang absolut. Menurut Derrida, dekonstruksi ialah perubahan yang terus menerus terjadi karena adanya perkembangan berbagai cara untuk memepertahankan kehidupan masyarakatnya melalui bahasa dan teks tersusun atas sistem-sistem yang hidup. 

Derrida juga mencoba mengkritisi logosentrisme dan fonosentrisme. Adapun kelemahan logosentrisme menurut Derrida adalah menghapus formad material bahasa. Sedangkan kelemahan fonosentrisme adalah mengaksentuasikan ucapan daripada tulisan. Adapun arsitektur yang bercorak Post-strusturalisme adalah bangunannya yang tidak teratur dan cenderung aneh, berukuran besar dan tinggi. Bangunan Post-strukturalisme berada di tempat yang strategis. Contonya adalah Burj Khalifah di Dubai.

GLOBALISASI

 Penulis: Vina Khasanah Nikmah

Jumat, 09 April  2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Globalisasi” yang dipantik oleh Sufa Trisna Setiani Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Aldila Via Atmazis Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilaksanakan seperti biasa secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Group.

Tema kali ini membahas tentang definisi globalisasi  menurut para tokoh dan kritik terhadap globalisasi. Globalisasi merupakan praktek relasi kesadaran dan berkontraksi di seluruh penjuru dunia. Jika diamati hampir semua teori  yang membahas tentang globalisasi ini menitikberatkan pada modernitas bangsa barat. Globalisasi diartikan sebagai internasionalisasi karena keduanya memiliki  persamaan dari segi karakteristik, sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. 

Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang adapun beberapa pengertian globalisasi menurut para tokoh sebagai berikut: Pertama, Menurut William Robinson globalisasi merupakan suatu perubahan besar yang terjadi di dunia contohnya yang pada awalnya ekonomi dunia kini telah menjadi ekonomi global. Kedua, Menurut Robinson ialah adanya pengaruh barat kemajuan di negara-negara barat dan gagasan bahwa negara-negara lain di dunia semakin menjadi seperti barat.

Istilah globalisasi sangat mudah diterima masyarakat karena sering dihubungkan dengan sirkulasi gagasan, bahasa, dan budaya populer. Fenomena global ini disederhanakan oleh kalangan sebagai gejala dimana terjadinya interaksi manusia berlangsung tanpa halangan batas geografis. Hal ini tentunya tidak dapat dipisahkan dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi khususnya di bidang komunikasi, informasi yang menyediakan fasilitas manusia modern untuk menjalin komunikasi secara murah dan  mudah sehingga mengubah dunia secara mendasar.

Berbagai macam informasi dari penjuru dunia bisa diakses dan diketahui dengan mudah dan murah. Hal ini dapat dikatakan bahwa dunia itu luas, sepertinya sudah semakin dekat dan bertambahnya wawasan akan pengetahuan merupakan salah satu dampak baik dari globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Globalisasi sering menjadi perbincangan dari berbagai kalangan, mulai dari para pakar ekonomi bahkan penjual iklan.

Globalisasi memiliki pengertian bahwa akan hilang suatu pergerakan barang serta jasa antar negara diseluruh dunia yang bergerak bebas dan terbuka dalam melintas batas negara. Globalisasi sendiri bisa dianalisis secara kultural ekonomi politik dan institusional namun secara faktor ekonomi lebih berpengaruh pada proses globalisasi.

Anthonio melihat globalisasi sebagai tersebarnya neoliberalisme, dan ekonomi pasar. Dalang globalisasi menurut james petras sebenarnya adalah negara-negara pusat yang bersifat imperial, perusahaan multinasional dan bank-bank yang didukung penuh oleh lembaga keuangan internasional. Sebuah negara akan menjadi dalang, jika mereka mempunyai dominasi dalam globalisasi dan penyediaan sumber daya ekonomi para pelaku global.

Globalisasi budaya dipandang sebagai ekspansi atau perluasan berbagai aturan dan praktek umum transnasional ataupun adanya proses pencampuran budaya lokal dan global adanya proses ekspansi yang bersifat homogenitas ini yang sering dipandang buruk. Anthony Giddens menyebut globalisasi ini sebuah dunia tak terkendali dan memberi penekanan pada peran barat dan secara khusus Amerika Serikat. Namun globalisasi semakin daster desentralisasi kan ketika bangsa di luar bangsa barat juga memainkan peran yang besar seperti contoh bangsa cina dan india jadi globalisasi ini menjadi proses dua arah bangsa barat dan amerika juga semakin terpengaruh.

Tuesday, April 6, 2021

Teori Moderenitas Sebagai Pengenalan Perkembangan Zaman

Penulis : Laila Afifah

    Jumat, 2 April  2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan rutin diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “moderenitas” yang dipantik oleh M. Wahyu Ilahi  Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dengan ditemani sang moderator Hanum Khumeidatul Khasanah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi malam  ini dilakukan secara daring/online di tempat tinggal masing-masing melalui media WhatsApp Group.

    Tema kali ini membahas mengenai teori Moderenitas secara historis, menurut para tokoh dan kritik terhadap moderenitas.

    Pada dasarnya seluruh bangsa dan masyarakat di dunia ini akan selalu terlibat pada proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Hal ini tentunya akan menimbulkan penemuan-penemuan baru dalam hal teknologi, misalnya; dahulu kala saat kita ingin memberikan kabar kepada saudara kita yang jauh harus melaui surat untuk dikirim ke tukang pos, namun di era yang semakin modern dan canggih ini tentu menjadi lebih mudah dengan menggunakan handphone, kita sudah dapat memberi kabar saudara yang jaraknya jauh dari kita, bisa melalui SMS ataupun Telfon.

    Teori Moderenisasi lahir pada tahun 1950 di Amerika Serikat, Teori ini muncul karena respon-respon dari kaum intelektual terhadap perang dunia, selain itu teori ini di anggap sebagai jalan optimis terhadap perang dunia antara kaum sosialis dan kapitalis. Teori Modernisasi sendiri merupakansalah satu penemuan terpenting dari perjalanan kapitalisme di bawah kepemimpinan Amerika Serikat. Secara istilah modernisasi merupakan ilmu sosial yang merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang kea rah yang yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang dan Makmur.Pada formad kali ini kita membahas tiga tokoh teori modernisasi, yaitu Anthoni Geddens, Ritzer dan Jurgen Habermas.

Anthoni Geddens

    Anthoni Geddens merupakan terkenal dengan teori strukturalisnya, ia menjelaskan dunia modern dengan konsep juggernaunt. Giddens juga menggambarkan moderenitas dalam empat institusi dasar, 1.)Adanya produk komoditas;2.)Penguasaan capital secara privat; 3.) Penggunaan tenaga kerja; 4.) Munculnya sistem kelas. Disini Giddens meyakini bahwa modernisasi mengakibatkan kecenderungan pada diri dan informasi identitas pada masyarakat. Halini tentu berdampak padamasyarakat, sehingga masyarakat lebih mementingkan identitas sosial, selain itu, juga berdampak pada menurunnya tradisi-tradisi di masyarakat, seperti; gotong royong dan lain sebagainya.

Ritzer

    Dalam teori modernitas Ritzermenggambarkan masyarakat modern sebagai sebuah tatanan konsumsi, masyarakat modern ditinjaunya dari bagaimana masyarakat tersebut mengkonsumsi dan bagaimana kultur konsumen memberi warna yang khas pada masyarakat modern, pada teori ritzer yaitu efesiensi mencari cara yang terbaik untuk mencapai hasil, adanya sistem rasional yang lebih menekankan kuantitas dibandingkan kualitas.

Jurgen Habermas

    Menurut Jurgen Habermasmoderenitas adalah proyek yang tidak memiliki akhir, ia meyakini bahwa sistem sosial tumbuh semakin kompleks, terintegrasi, atau melakukan pembaruan yang menjadikan kesatuan yang utuh dalam masyarakat dan dicirikan oleh alasan instrumental.

   Teori ini tentu banyak menuai kritikan, salah satunya menurut Horkheimer. Ia berpendapat bahwa moderenitas adalah pemahaman moderinitasyang keliru, jika dijadikan sebagai perwujudan rasio murni dalam bentuk yang objektif dan bebas nilai. Perspektif moderenitas yang demikian melanggengkan dikotomi, akibatnya tidak ada transformasi sosial yang dihasilkan  oleh rasionalitas modern. Selain itu, ada juga kritikan menggunakan Teori kritis, dapat dianalisis bahwa masyarakat sebagai kenyataan sosial dan bukan sebagai kenyataan objektif dan bebas nilai. Teori kritis memungkinkan emansipasi kelas sosial yang tadinya secara objektif terkotak-kotak dan terpisah satu sama lain sebagai masyarakat berkelas.   

“FEMINIS KONTEMPORER: Pemahaman Awal Perjuangan Hak-Hak Perempuan”

Penulis : Vindyana Cipta Saputri

Jumat, 26 Maret 2021 pukul 18.00-20.40 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Feminis Kontemporer” yang dipantik oleh Safa Intan Nurfadila Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung ditemani oleh Mohamad Irvan Ma’arif Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual dirumah masing-masing melalui whatsapp grup.     
Tema kali ini membahas tentang feminis kontemporer, pengertian feminisme menurut tokoh-tokoh dan secara umum, perkembangan feminisme, pengertian dan perbedaan gender, ketidaksetaraan dan penindasan gender. Secara umum feminisme diartikan sebagai keyakinan, gerakan dan usaha untuk memperjuangkan kesetaraan posisi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Feminisme sifatnya adalah patriarkis. Patriarkis adalah sebuah sisitem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Adapun pengertian feminisme menurut beberapa tokoh yaitu: Pertama, Sarah Gamble dalam Hodgson-Wright mengartikan feminisme sebagai keyakinan bahwa perempuan murni dan semata-mata karena mereka perempuan, diperlakukan secara tidak adil dalam masyarakat yang diatur untuk memprioritaskan sudut pandang dan kepentingan laki-laki. Kedua, menurut Jenainati dan Groves feminisme merupakan perjuangan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan. Ketiga, menurut Ross feminisme adalah semua usaha yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi perempuan. 
Awal perkembangan feminisme sendiri diawali pada tahun 1550-1700 di Inggris. Dalam perkembangannya feminisme dibagi menjadi tiga gelombang yakni Pertama, diawali dengan adanya tulisan Mary Wollstonecarft The Vindication Of The Rihts Of Woman pada tahun 1792. Dalam karyanya tersebut Mary menginspirasi gerakan dan perjuangan perempuan hingga berlanjut pada abad ke-20 dimana kaum perempuan berhasil mencapai hak pilihnya (hak politik). Dalam tulisannya yang berjudul Wollstonecarft The Vindication Of The Rihts Of Woman May menuliskan bahwa, “Perempuan  secara alamiah tidak lebih rendah dari laki-laki, tetapi terlihat seperti itu hanya karena mereka tidak memperoleh banyak pendidikan”. Di gelombang pertama feminisme sendiri lebih berfokus pada kesenjangan politik, terutama dalam memperjuangkan hak pilih perempuan di bidang politik. Feminisme dibagi menjadi tiga yaitu, feminisme liberal, feminisme radikal, dan feminisme marxis.
Kedua, dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai dengan The Feminine Mystique (Freidan,1963) berdirinya National Organization For Woman, dan munculnya kelompok-kelompok Conscious Raising (CR) pada akhir tahun 1960-an. Pada gelombang kedua inilah akhirnya muncul berbagai reaksi kaum perempuan (feminis) atas ketidakpuasannya terhadap berbagai praktik diskriminasi. Pada feminisme gelombang pertama hal ini sebenarnya telah dicapai, namun dalam praktiknya pada feminisme gelombang kedua ini praktinya lebih terealisasikan secara maksimal. Feminisme pada gelomang ini dibagi menjadi dua, yaitu feminisme psikoanalisa dan feminisme eksistensisme. 
Ketiga, feminisme pada gelombang ini disebut sebagai posfeminisme. Demikian banyak tokoh feminis yang menganggap bahwa gelombang ini disebabkan karena posfeminisme gerakan yang menolak gagasan gelombang kedua. Dilihat dari ide dan gagasannya sendiri feminisme mengusung keragaman dan perubahan. Pada tahun 1980 hingga sekarang ini, feminisme sangat dipengaruhi oleh postmodernisme yang merupakan pencetus lahirnya gelombang ketiga. Menurut Lyotard dan Vattimo pengaruh postmodernisme terhadap feminisme gelombang ketiga dapat dilihat dari keempat ciri tersebut yaitu pertama, menawarkan pendekatan revolusioner pada studi-studi sosial. Kedua, menolak humanisme dan kebebasan tunggal. Ketiga, mempertanyakan rigiditas pembacaan antara ilmu alam (humaniora, ilmu sosial, seni dan sastra, fisksi dan teori, image, dan realitas). Keempat, berfokus pada wacana alternatif (postmodernisme mencoba melihat kembali apa yang telah dibuang, dilupakan, dianggap irasional, tidak penting, tradisional, ditolak, dimarginalkan, dan disunyikan). 
Pada gelombang ketiga ini feminisme dibagi menjadi dua yaitu Feminisme Postmodern dan Feminisme Mutkultural. Feminisme ini bertitik pada kutipan sebagai dasar intelektual. Ia memandang bahwa realitas adalah teks, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun image dalam pengupayaan kritikan. Feminisme postmodern menolak cara berfikir yang fanatik atau tradisional, ia lebih menekankan pada interpretasi yang plural daripada subjektivitas. 
Adanya pengaruh eksistensialisme, psikoanalisis, dan deskontruksi sangat terasa dalam aliran ini. Feminisme postmodern menganggap perbedaan antara laki-laki dan perempuan harus menerima dan terpelihara. Perempuan harus pandai membongkar narasi besar, realitas, konsep kebenaran, dan bahasa. Upaya inilah yang kemudian melahirkan beberapa langkah dalam merekonstruksi pengalaman perempuan dalam dunia laki-laki. Perempuan harus membentuk bahasa dan seksualitas untuk menyimpulkan dirinya sendiri. 
Feminisme multikultural ini senada dengan teori aliran sebelumnya, juga dapat dilihat melalui individu sebagai suatu yang terpecah belah. Oleh karena itu, feminisme multikultural lebih menyoal ide ketertindasan perempuan bertanya dari satu frasa bukan dari kelas dan ras, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Secara historis feminisme multikultural pertama kali berlangsung di Amerika Serikat. Dimana ideologi mendukung adanya diversifikasi (ide tentang perbedaan) menjadi sebuah pilihan. 
Hingga memasuki abad ke-20, ide asimilasi dan identias tunggal menjadi pilihan yang kuat. Pada akhirnya etnisitas sekaligus integrasi melahirkan multikulturalisme yang berpengaruh kuat pada aliran feminisme multikultural. Penyambutan baik terhadap multikulturalisme didasarkan atas pengagungan pada ide perbedaan yang merujuk pada kalangan feminis  multikultural semua orang sesungguhnya berbeda-beda, baik secara agama, warna kulit, ras, dan lain sebagainya.
 Dalam mempelajari feminisme tidak lupa kita juga harus paham mengenai apa itu gender, perbedaan gender, ketidaksetaraan gender, serta penindasan gender. Istilah gender sering kali kita dengar, namun sebenarnya apakah gender itu? Gender sering sekali disebut sebagai jenis kelamin, secara umum pengertian gender sendiri adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh kontruksi sosial, budaya, maupun psikologi. Contohnya, jika laki-laki biasanya jalan cepat mengangkang dan gagah sedangkan perempuan cenderung pemalu, duduk rapi.
 Perbedaan gender adalah teori yang melukiskan, menjelaskan dan melacak implikasi cara pria dan wanita sama atau tidak sama baik dalam hal perilaku dan pengalaman. Ketidaksetaraan gender adalah situasi dimana pria dan wanita mendapatkan perilaku diskriminatif dengan membandingkan tingkatan keduanya di dalam masyarakat. Ketidaksetaraan tersebut dihasilkan dari pengorganisasian masyarakat, bukan dari perbedaan biologis ataupun kepribadian yang signifikan diantara wanita dan pria. Sedangkan pengertian penindasan gender sendiri adalah situasi wanita secara sentral mendominasi dan penindasan oleh pria, pola itu dipadukan dengan cara yang paling meresap di dalam organisasi masyarakat, suatu susunan dasar dominasi paling lazim disebut patriarki. Patriarki merupakan masyarakat diatur untuk mengistimewakan laki-laki di dalam segala aspek kehidupan sosial.
     

Memahami ETNOMETODOLOGI

 Penulis: Defi Tri Astuti

    Jumat, 19 Maret 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Etnometodologi” yang dipantik oleh Siti Maryam Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Laila Nur Afifah Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Grup.

    Tema kali ini membahas tentang Gambaran Etnometodologi, Tercetusnya Etnometodologi, Cara pandang Garfinkel dalam Etnometodologi, Perspektif Garfinkel dan Emile Durkheim dalam mempertimbangkan Etnometodologi, Klasifikasi Sosiologi dan Etnometodologi, Analisis Percakapan, Penerapan analisis percakapan, Kajian lembaga, Kelemahan dan kelebihan.

    Menurut Mudjia Rahardjo, Etnometodologi berasal dari tiga kata Yunani “etnos”, “metodas”, dan “Logos”. Etnos artinya orang, metodos artinya metode, dan logos berarti ilmu, secara hafiah etnometodologi studi atau ilmu tentang metode yang digunakan untuk meneliti bagaimana individu-individu menciptakan dan memahami kehidupan mereka sehari-hari, seperti cara mereka menyelesaikan pekerjaan di dalam hidup sehari-hari. Sedangkan menurut Gafrinkel Etnometodologi yakni himpunan pengetahuan akal sehat dan deretan prosedur-prosedur dan pertimbangan yang digunakan para anggota masyarakat awam untuk memaknai, menemukan jalan, dan bertindak menghadapi kondisi mereka menemukan diri.

     Etnometodelogi diciptakan oleh Harold Gafrinkel pada 1940 an tetapi pada tahun 1967 baru pertama kali dibomingkan dengan penerbitan karyanya Studies In Ethnomethodology. Seiring berkembangnya masa etnometodelogi mengalami perkembangan Don Zimmerman menyimpulkan bahwa sudah ada beberapa variaetas etnometodelogi. Zimmeran menyatakan etnometodelogi meliputi “sejumlah gagaris-garis penelitian yang kurang cocok (1978)”, sepuluh tahun kemudian Paul Atkinson (1988) mengaris bawahi kurangnya koherensi di dalam etnometodelogi dan berargumen lebih jauh bahwa setidaknya beberapa etnometodolog telah menyimpang terlalu jauh dari premis-premis mendasari pendekatannya.

    Cara pandang etnometodelogi Garfinkel tidak lepas dari tokoh sosiologi terkemuka seperti Talcott Parsons karena studi etnometodologi memerlukan kedalaman pengamatan secara detail tentang praktik kehidupan keseharian masyarakat melalui observasi secara langsung mengenai percakapan mereka atau bisa direkam melalui video, karena lebih bertumpu pada percakapan sehari-hari (cerita) individu, maka etnometodologi berpengaruh sangat besar pada kelahiran metode analisis percakapan. Asumsinya adalah percakapan atau cerita merupakan cara orang mengkonstruksi realitas.

    Garfinkel mempertimbangkan etnometodologi dengan fakta-fakta sosial seabagai fenomena frundamental, akan tetapi fakta sosial Garfinkel sangat berbeda dengan fakta-fakta sosial Emile Durkheim. Bagi Durkheim, fakta-fakta sosial eksternal bagi dan bersifat memaksa kepada para individu dan para aktor tidak dapat dipisahkan dari struktur-struktur, lembaga-lembaga sosial yang tidak dapat mengontrol pertimbangan independen. Namun bagi etnometodelogi realitas objek-objek fakta sosial, terdapat di dalam persis di setiap masyarakat, baik secara lokal dan endogen, mengorganisirnya secara alami, dengan demikian merupakan fenomena frundamental sosiologi. 

    Menurut klasifikasi sederhana ini, etnometodologi adalah satu teori sosiologis sebagai:

Pertama, didasarkan pada karya Max Weber tentang aksi sosial 

Kedua, berkaitan dengan definisi dan tindakan sosial 

Ketiga, menggunakan berbagai pendekatan metodologis. 

    Klasifikasi Ritzer pertama kali dikembangkan pada tahun 1975 dan dipertahankan di versi terbarunya buku, tetapi dengan pemeriksaan lebih dekat dari arah teoritis yang lebih baru, teori sistem dalam paradigma fakta sosial dan eksistensialisme dalam sosial definisi paradigma. Diskusi Ritzer diringkas di sini karena memberikan wawasan pertama tentang apa etnometodologi adalah dan di mana perspektif dapat ditempatkan dalam sosiologi sebagai disiplin. Seperti bentuk lain, ini adalah gambaran sederhana dari berbagai paradigma atau perspektif dalam sosiologi. Misalnya, beberapa akan kehilangan penempatan perspektif post-modern.

    Orang lain akan tidak setuju di lokasi yang berbeda teori dan banyak ahli etnometodologi tidak akan setuju bahwa etnometodologi adalah teori sama sekali, melainkan cara yang secara fundamental baru dalam mempelajari sosial fenomena Etnometodologi, Kontribusi Norwegia awal. Dalam konteks sejarah, mungkin menarik untuk melihat lebih dekat bagaimana seorang sosiolog Norwegia memahami etnometodologi. Kontribusinya tidak adil sejarah yang menarik; itu sebenarnya juga menyediakan salah satu dari awal yang paling mudah dibaca pengantar beberapa dasar etnometodologi. Thomas Mathisen (1975) mempresentasikan dalam presentasinya tentang etnometodologi tiga model utama yang dia temukan bermanfaat dalam studi tentang apa yang dia lakukan pada masa itu jargon menyebutnya "struktur dan perkembangan masyarakat". Model diberi nama norma, pengalaman dan model paksaan, masing-masing.

    Analisis percakapan memiliki tujuan yakni mempelajari cara-cara pengaturan percakapan yang sudah dianggap benar seperti struktur frundamental interaksi percakapan. Percakapan adalah suatu aktivitas rasional yang menunjukkan sifat yang stabil atau teratur merupakan prestasi orang yang bercakap-cakap yang dapat dianalisis. Percakapan ini terdapat suatu titk fokus yakni pembatasan-pembatasan internal. Zimmerman memerinci terdapat lima kerja dasar analisis percakpan:

 Pertama, analisis percakapan memerlukan himpunan dan analisis atas data yang sangat rinci mengenai percakapan-percakapan.

Kedua, rincian paling baik dari suatu percakapan pun harus dianggap sesuai suatu pencapaian yang rapi. 

Ketiga, interaksi pada umumnya dan percakapan pada khususnya mempunyai sifat-sifat stabil yang rapi merupakan prestasi para aktor yang terlibat.

Keempat, kerangka percakapan frundamental yakni pengaturan kuensial 

Kelima, secara metodelogis, para analisis percakapan mendorong untuk mempelajari percakapan-percakapan di dalam situasi yang terjadi secara alamiah, sering menggunakan audiotape atau videotape.

    Penerapan-penerapan analisis percakapan anatara lain;

Pertama, Percakapan-percakapan telepon: identivikasi dan pengakuan, Schegloff melihat permulaan percakpantelepon, yang dia definisikan sebagai “suatu tempat yang di dalamnya tipe percakapan dapat dibuka diajukan, ditampilkan, diterima, ditolak, dimodifikasi durasi, disusun pertemuan peserta. 

Kedua, Memulai tertawa, Menurut Gail Jefferson ketawa adalah suatu peristiwa yang seluruhnya bebas disepanjang serangkaian percakapan dan interaksi.

Ketiga, Menghasilkan tepuk tangan, Jhon Heritage dan David Greatbatch mereka berargumen bahwa tepuk tangan dihasilkan oleh pernyataan-pernyataan secara verbal disusun. Terdapat tujuh peralatan teoritis dasar yaitu: kontras, daftar, solusi membingungkan, bagian utama,kombinasi, mengambil posisi, dan pengejaran. 

Keempat, Kemunculan interaktif kalimat-kalimat dan cerita-cerita, Charles Goodwin berpandangan bahwa kalimat-kalimat muncul bersama percakapan, faktanya pembicara dapat merekontruksi makna kalimat sewaktu dia sedang menghasilkannya untuk mempertahankan kepantasan bagi penerimanya pada saat itu.

     Kajian lembaga dalam etnometodologi meliputi; Wawancara kerja, Panggilan telepon kepusat-pusat darurat, Negosiasi-negosiasi eksekutif, Memecahkan pertengkaran di dalam dengar pendapat mediasi.

     Etnometodologi sebagai sebuah varian dalam penelitian kualitatif, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan etnometodologi sangat tepat digunakan untuk meneliti sikap individu-individu dalam organisasi atau institusi. Misalnya, untuk memahami cara orang melaksanakan tugas kantor, sekolah atau perusahaan dan proses yang terjadi dalamnya. Sedangkan kekurangan etnometodologi misalnya, tidak tepat digunakan untuk meneliti sikap dalam lingkup yang luas. Untuk meneliti sikap dalam lingkup luas lebih tepat menggunakan survei.

    Etnometodologi jika dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lainnya sedikit berbeda dalm penelitian kualitatif menggunakan asumsi teori proposisi dan kegiatan pengkajian yang ada pada fenomena-fenomena tersebut. Sedangkan pendekatan lainnya ialah peneliti melihat fenomena dengan berbekal asumsi-asumsi atau teori memahami fenomena yang dikaji. Alasan Etnometodologi berbeda karena berfokus pada individu dan menggunakan percakapan keseharian. Kalau Etnometodologi berfokus pada budaya masyarakat atau anggota masyarakat disebut etnografi.

    Dalam sutau tindakan peristiwa disebut fenomenologi. Dan etnologi sendiri lebih berfokus dunia kontruksi individu-individu didalamnya yang memahami suatu akal sehat yang berlaku dan makna yang diterima secara bersama-sama. Etnometodologi dan interaksionalisme simbolik ini sangat berkaitan seperti yang dipaparkan oleh Garfinkel bahwa etnometodologi merupakan himpunan akal sehat dari deretan prosedur pertimbangan. Dapat ditemukan melalui percakapan individu, jika dikaitkan pada interaksionaisme simbolik dapat ditemukan pemikiran dari George Herbertnith mengenai pikiran. Ia menganggap bahwa proses pemikiran atau percakapan batin dengan diri sendiri tidak ditemukan daam individu, pikiran ini muncul dan berkembang dalam proses sosial bagian internal. 

    Yang kedua mengenai “Diri” secara umum diri sendiri sebagai objek dan diri bisa menempatkan diri atau kemampuan yang khas untuk menjadikan obyek. Etnometodologi pada dasarnya adalah perspektif Amerika yang tidak kebanyakan perspektif ilmu sosial lainnya. Di Norwegia istilah itu pertama kali muncul pada tahun 1975 minat teoritis berkembang didalam sosiologi semakin meningkat baik konsep, pemikiran, dan sebagainya. Pada tahun 1940 an akhir pencetus etnometodologi Garfinkel menemukan karya tersebut  namun tidak saat iitu langsung bisa disahkan. Pada tahun 1968 baru disahkan dan ditemukan beberapa tokoh pengkritik teori.


     

Sumber: Ritzer George, Teori Sosiologi; dari klasik sampai perkembangan terakhir posmoderent, Yogjakarta: Pusat pelajar. 2012.  

Public Speaking Class

 Penulis:

1. Ineliyant Intan Ayu

2. Vina Khasanah N.

3. Budi Hidayatullah


     Selasa, 16 Maret 2021 pukul 19:00-21:00 Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama mengadakan kegiatan public speaking class dengan tema Meningkatkan Kepercayaan Diri Cermin Leadership yang di pantik oleh Achmad Nur Kholis (Mahasiswa Universitas Sebelas Maret) dan di moderatori oleh Nurul Arifah (Mahasiswi IAIN Tulungagung). Kelas public speaking ini dilakukan secara virtual dirumah masing-masing menggunakan apps zoom.

     Dalam pembahasan pertama mengenai public speaking yaitu kegiatan penyampaian pesan berupa ide atau gagasan secara oral atau lisan, public speaking merupakan bentuk komunikasi dimana seorang pembicara menghadapi pendengar dalam jumlah yang relatif besar dan pembicara relatif kontinu. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan mahasiswa sosiologi memiliki cukup banyak manfaat salah satunya tentang bagaimana mahasiswa sosiologi dapat berinteraksi dengan masyarakat secara mudah dalam menyampaikan apa yang ingin dijelaskan sehingga pendengar atau masyarakat dapat memahami ungkapannya secara jelas.


     Kesadaran pentingnya public speaking dikenali dalam peradaban manusia sejak berabad-abad. Sejarah mencatat bahwa public speaking telah dilakukan di Yunani dan romawi kuno. Aristoteles mengatakan bahwa retorika atau public speaking sebagai filsafat, sedangkan tokoh yang lain menekankan sebagai seni. Menurut Aristoteles tujuan public speaking adalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktian.


     Pada saat ini public speaking tidak hanya dilihat pada seni saja melainkan terfokus sebagai pengetahuan yang harus dipelajari untuk mencapai efektivitas pesan yang maksimal. Public speaking penting dipelajari karena sejarah membuktikan bahwa berbicara dapat digunakan untuk keperluan politis, sosial, dan psikologis.


     Setelah pemateri menjelaskan pentingnya skil publik speaking untuk jurusan SA. Tentu untuk melatih skill publik speaking banyak yang harus dipelajari seperti artikulasi, pemilihan kata, volume dll. Memberikan arahan memberikan arahan apa saja yang harus dipersiapkan ketika menghadapi demam panggung saat akan melakukan public speaking pertama melakukan latihan sebelum acara dimulai kedua mencari pengalamannya dan yang terpenting adalah dengan menganggap jika demam panggung adalah hal yang lumrah terjadi pada diri seseorang. Kita juga harus mempunyai dorongan dari diri kita sendiri agar kita bisa melakukan here tersebu. Selain itu juga bisa digunakan bahan untuk melakukan penelitian, riset, dan uji coba lapangan.


    Selesai pemateri memaparkan tentang public speaking para audiens sangat antusias. Ketika sesi ditanya jawab berlangsung banyak yang mengajukan pertanyaan serta memberikan kritik dan saran yang positif yang sangat membangun untuk kegiatan kedepannya.


    Setelah tanya jawab selesai peserta juga sangat puas dengan penjelasan yang diberikan oleh pemateri sehingga untuk mejadi moderator dan acara resmi lain dan bisa percaya diri. Disini juga kita semua di ajari gimana menjadi pembawa acara yang baik dan benar sehingga dalam acara atau even kita tidak gemetar dan lain sebagainya.


     Sehingga para peserta publik speaking kini bisa menjadi mahasiswa mandiri dan bijaksana berani menampilkan diri didepan semua orang dalam acara resmi dan juga non resmi.


Daftar Pustaka

Hendriyani, Yohana Purnama Dharmawan. Modul pengantar public speaking.

Rajiyem. 2 Juni 2005. Sejarah dan Perkembangan Retorika. Humaniora, vol 17.


Teori Interaksionalisme Simbolik

Penulis : Meilya Eka Herlina

     Jumat,12 Maret pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring secara mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “INTERAKSIONALISME SIMBOLIK” yang dipantik oleh Nikmatul Laili Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator Putri Cahyaningrum Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Dan diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Group.

    Tema pertemuan kali ini membahas tentang suatu Gambaran dari Interaksionalisme Simbolik seperti, akar histori utama interaksionalisme simbolik, tokoh-tokoh, Ide-ide George Herbert Mead, Prinsip-prinsip dasar Blumer, dan teori Horton Cooley tentang diri kaca.

    Interaksionalisme Simbolik merupakan,suatu teori yang didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensinya yaitu suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yaitu: Komunikasi, atau pertukaran simbol yang diberi makna. Menurut teori Interaksionalisme Simbolik “kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi yang menggunakan simbol-simbol untuk menunjukkan apa yang mereka maksud dengan tujuan untuk berkomunikasi. Dan akar histori utama interaksionalisme simbolik ada dua yaitu Filsafat pragmatism dan Behaviorisme psikologis.

    Pertama, Pragmatisme tokoh pelopornya yaitu George Herbert Mead ia adalah salah satu pelopor di dalam Filsafat Pragmatisme yang dinamakan pragmatism adalah menekankan hubungan yang sangat erat antara pengetahuan serta tindakan untuk mengatasi masalah sosial..Pragmatism berasal dari kata “Pragma” berasal dari Bahasa Yunani yang berarti tindakan, perbuatan, atau perilaku. Titik tekan pada pandangan pragmatism ini adalah nilai kemanfaatan, sehingga sesuatu tersebut dianggap memiliki standar kebenaran jika ia mempunyai suatu aspek atau nilai kemanfaaatan.

    Kedua, Behaviorisme pandangan dari suatu teori Behaviorisme ini adalah bahwa perilaku individu merupakan sesuatu yang dapat diamati,maksudnya adalah mempelajari suatu tingkah laku manusia secara obyektif dari uar, serta dari perilaku yang mendatangkan respon, tanpa melibatkan mental tersembunyi.

    Interaksionalisme Simbolik terdapat beberapa tokoh yang berperan aktif dan bersumbahsih melalui ide serta pemikirannya untuk mengembangkan interkasionalisme simbolik yakni, George Herbert Mead, Charles Horton Cooley, WI Thomas, Herbert Blumer, Dan Erving Goffman. Dari salah satu tokoh yang ikut andil dan berperan aktif yakni George Herbert Mead yang merupakan penggagas teori Interaksionalisme Simboliki dengan pemikiran dan idenya yaitu Prioritas sosial, Tindakan, Impuls, Persepsi, Manipulasi, Konsumsi, Gestur, Simbol, Mind (Pikiran), Self (Diri).

    Selanjutnya terdapat Prisip-prinsip dasar Blumer yaitu Pertama, Manusia bertindak atas sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Kedua, Makna itu diperoleh dari interkasionisme sosial yang dilakukan dengan orang lain. Ketiga, Makna-makna tersebut disempurnakan dalam interaksionisme simbolik sosial yang sedang berlangsung.

    Dan yang terakhir membahas tentang Teori Horton Cooley tentang diri kaca yaitu Pertama, Seseorang membayangkan bagaimana suatu perilaku atau tindakannya tampak di mata orang lain. Kedua, Seseorang membayangkan bagaimana orang lain menilai tindakan atau perilaku tersebut. Ketiga, Seseorang membangun konsepsi tentang diri sendiri berdasarkan penilaian dari orang lain terhadap dirinya.

Referensi:

Ejournal.stp.ipnae.id.index.php.perspektif.article.download.PakarKomunikasi.com.Teori Interaksi Simbolik

Teori Konflik

 Penulis: Evania Fidyawati

     

     Jumat, 26 Februari 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Teori Konflik” yang dipantik oleh Ayom Puspa Ariani Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan ditemani oleh moderator yaitu Ineliyant Intan Ayu Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual dirumah masing-masing dengan menggunakan WhatsApp Group.

    Tema diskusi pada kali ini membahas tentang pengertian dari teori konflik, asumsi dasar teori konflik, tokoh-tokoh dari teori konflik, fungsi-fungsi dan manajemen dari teori konflik. Teori sendiri yaitu seperangkat pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas diantara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. 

    Konflik secara etimologis yaitu pertengkaran, perkelahian, dan perselisihan tentang pendapat, keinginan, atau perbedaan. Jika disimpulkan teori konflik adalah beberapa teori atau sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik, terutama antara kelompok-kelompok dan kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat. Teori konflik ini muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional. 

    Pemikiran dasar dari teori ini adalah pemikiran dari Karl Marx pada tahun 1950-an dan 1960-an. Teori konflik juga menyediakan alternatif bagi teori struktural fungsional. Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya, Marx tidak mendefinisikan kelas secara rumit tetapi dia menunjukkan bahwa pada abad ke-19 di Eropa dimana dia hidup terdiri dari kelas pemilik modal atau barjuis dan kelas pekerja miskin atau ploreta. 

    Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional karena teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan, karena dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik atau ketegangan di dalam masyarakat. 

Tokoh teori konflik terbagi menjadi dua fase bagian yaitu teori dari tokoh sosiologi klasik dan teori dari tokoh sosiologi modern. Tokoh dari sosiologi klasik yaitu, Polybus, Ibnu Khaldun, Nicolo Machiavelli, Jean Bodin, Thomas Hobbes. Sedangkan tokoh dari sosiologi modern yaitu, Karl Marx, Lewis A. Coser, Ralf Dahrendorf

    Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi yang termasuk tingkah laku dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan interests dan interpretasi.

    Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga yang diperlakukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Bagi pihak luar atau orang yang ada di luar konflik sebagai pihak ketiga memerlukan informasi yang akurat tentang situasi konflik karena komunikasi efektif diantara pelaku dapat terjadi kepercayaan jika terdapat pihak ketiga. Menurut Rose bahwa memanajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil oleh pihak ketiga dari perselisihan kearah hasil tertentu yang menghasilkan ketenangan hal positif, kreatif, permufakatan, atau agresif

    Teori konflik tidak hanya berdampak negatif tetapi melainkan ada juga dampak positif yang dapat diambil seperti fungsi konflik menurut Lewis A.Coser yaitu : pertama, Konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang berstruktur secara longgar. Kedua, Konflik dapat membantu menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain. Ketiga, Konflik dapat membantu mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi. Keempat, Konflik juga dapat membantu fungsi komunikasi

    Konflik dapat berdampak positif juga dengan bagaimana cara kita menyikapi atau memanagemen konflik tersebut. Konflik bermakna sebagai pertentangan secara terbuka antara individu-individu, masyarakat-masyarakat, dan bangsa-bangsa. Seperti contoh yang terjadi di beberapa negara yaitu konflik antara beberapa negara biasanya disebabkan dengan hubungan antara negara Yahudi dan Islam dikalangan warga dunia yang menjadikan sensitif.

    Jika terjadi suatu konflik di masyarakat yang berdampak pada stratifikasi sosial atau biasanya disebut perbedaan posisi sosial individu masyarakat dapat terselesaikan dengan teori negosiasi. Teori negosiasi prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan dengan konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.

    Jadi solusinya adalah membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan isu serta mampu melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka dengan posisi yang sudah tetap dan melancarkan keuntungan dari kedua belah pihak. Jika teori negosiasi tidak berjalan dengan baik maka akan terjadi suatu situasi ketimpangan, di dalam ketimpangan tersebut dapat diselesaikan dengan teori teori konflik selanjutnya yaitu teori hidentitas. Teori hidentitas berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam yang menghilangnya sesuatu yang tidak diselesaikan dari teori negosiasi yang terjadi sebelumnya. 



Referensi: 

Aniek Rahmaniah,TEORI KONFLIK: RALF DAHRENDORF. 

Ikrom, Konflik Prita Vs Omni Pembacaan Teori DAHRENDORF The Dealektical Conflict Theory, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2011 Vol 03, No 02. 

Mas’udi, AKAR-AKAR TEORI KONFLIK: Dialektika Konflik; Core Perubahan Sosial dalam Pandangan Karl Marx dan George Simmel, Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, 2015, VOL 03, NO 01. 

M. Wahid Nur Tualeka, TEORI KONFLIK SOSIOLOGI KLASIK DAN MODERN, Surabaya: Universitas Muhammadiyah, 2017, Vol 3, No 1. 

Saturday, February 27, 2021

Neofungsionalisme

  Jumat, 19 Februari 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Neofungsionalisme Struktural” yang dipantik oleh Gusti Ramahda Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung dan ditemani oleh moderator Defi Tri Astuti Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulunggagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Grup.

Tema kali ini membahas tentang Gambaran Neofungsionalisme, Orientasi dasar, Perspektif pemikiran tokoh, Topik permasalahan. Neofungsionalisme merupakan rekonstruksi dari teori fungsionalisme struktural dengan tujuan dapat membangkitkan kembali dan memberikan dasar untuk pengembangan tradisi teoritis yang baru. Teori ini muncul karena adanya kritik dari fungsionalisme struktural sedangkan neofungsionalisme digunakan untuk menandai kelangsungan hidup tetapi juga sekaligus menunjukkan bahwa sedang dilakukan upaya memperluas dan mengatasi kesulitan  utamanya. 

Jeffrey Alexander dan Paul Colomy menyebutkan bahwa neofungsionalisme sebagai rangkaian kritik diri teori fungsional yang mencoba memperluas cakupan intelektual fungsionalisme yang sedang mempertahankan inti teorinya (1985). Fungsionalisme dibawa oleh Emile Durkheim yang dikembangkan ke Amerika pada pasca perang dunia bergejolak yang dimana pemerintah mencari sosiolog ternama dengan pendekatan pendekatan  mayarakat.

Menurut perspektif dari Alexander bahwa orientasi dibagi menjadi enam yaitu; Pertama, neofungsionalisme bekerja dengan model masyarakat deskriptif. Kedua, neofungsionalisme memusatkan perhatian yang sama besarnya terhadap tindakan dan keteraturan. Ketiga, neofungsionalisme tetap memperhatikan masalah integritas, tetapi bukan dilihat sebagai fakta sempurna melainkan lebih dilihat sebagai kemungkinan sosial. Keempat, neofungsionalisme tetap menerima penekanan personalisasi tradisional atas kepribadian, kultur, dan sistem sosial. Kelima, neofungsionalisme memusatkan perhatian pada perubahan sosial dalam proses diferensiasi didalam sistem sosial, kultural, dan kepribadian. Keenam, neofungsionalisme secara tidak langsung menyatakan komitmennya terhadap kebebasan dalam konseptualisasi dan menyusun teori berdasarkan analisis sosiologi pada tingkat lain. 

Secara umum terdapat  orientasi dasar Neofungsionalisme Struktural  yaitu; Pertama, dijalankan dengan suatu model deskripsi memandang masyarakat sebagai kesatuan elemen yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Kedua, mencurahkan perhatian yang sama pada aksi dan order. Ketiga, mempertahankan kepentingan stuktur fungsionalisme dalam integrasi bukan hanya sebagai fakta sosial  melainkan sebagai sosial possibility.

Pernyataan mengenai teori neofungsionalisme yang bersangkutan dengan fungsionalisme struktural bahwa lahirnya teori neofungsionalisme merupakan kritik terhadap struktur fungsionalisme yang dianggap terlalu menekankan pada masyarakat manusia yang bersifat harmoni, stabil, dan terintegrasi dengan baik. Karena penekanan yang berlebihan kepada harmoni dan stabilitas maka neofungsionalisme cenderung mengabaikan potensi konflik sosial. Maka fungsionalisme mengarah pada bias konfervatif dalam kehidupan sosial yakni cenderung mempertahankan segala yang ada dalam masyarakat. 

Teori neofungsionalisme terdapat perbedaan diksi karena dapat dilihat dalam buku teori sosial kontemporer yang membahas tentang fungsionalisme ataupun neofungsionalsme lahir karena yang menguatkan ataupun sebagai pondasi dasar adanya kelemahan teori fungsionalisme strukural dan timbulnya masalah. Terdapat stigma yang menggap bahwa teori neofungsionalisme tidak bisa booming di kalangan profesor sosiolog terkemuka karena sebagai alian-alian isu tentang teori neoungsionalisme, pada zaman Emile Durkheim menganggap teori ini hanya sebagai isu saja.

Pemikiran Alexander dan Colomy mengindikasikan pergeseran menjauh dan tendesi parsonsian untuk melihat fungsionalisme stuktural sebagai teori besar. Sebaliknya, mereka menawarkan teori yang lebih terbatas dan sintesis, namun tetap holistik. Akan tetapi seperti ditunjukan pada awal abad ini, masa depan neofungsionlisme diragukan karena fakta bahwa pendiri dan eksponen utamanya kurang dikenal ataupun teori besar yang dibawa oleh Emile Durkheim. Neofungsionalisme muncul ketika beredar sebuah isu atau permasalahan kulit hitam di Amerika, perang dunia kedua lalu pada waktu itulah para sosiolog dikumpulkan.

 Fungsionalisme cenderung  mengabaikan potensi konflik sosial yang merupakan ciri dasar dari kebanyakan masyarakat. Dengan mengabaikan konflik sosial dan mengedepankan harmoni dalam masyarakat, maka fungsionalis mengarah pada bias konservatif dalam kehidupan sosial, yakni cenderung mempertahankan segala yang ada dalam masyarakat. Masyarakat yang dikaji hanya tertuju pada satu pada satu masa tertentu saja, sehingga mengabaikan dimensi historis dalam mengkaji kehidupan masyarakat. Akibatnya, sangat sulit menjelaskan perubahan sosial dalam konteks prespektif materialis dan prespektif konflik.

Dalam Neofungsionalisme menggunakan istilah action dan order sebagai istilah lain dari agency dan struktur. Alexander mengemukakan bahwa terdapat keseimbangan antara aksi dan order. Isu utama dalam teori aksi adalah apakah aksi diterima secara rasional atau tidak. Alexsander memberikan makna rasionalisme sebagai aksi untuk mecapai tujuan normative yang lebih luas dalam perilaku manusia. Adapun permasalahan Order adalah bagaimana pola penempatan unit individu pada struktur sosial non-random dengan segala motifnya.

Perbedaan teori Neofungsioanlisme dengan Fungsionalisme struktural ialah dapat dilihat melalui pandangan antara dua teori yakni teori fungsionalisme lebih ke statis dan tidak berubah, sedangkan neofungsioanalisme lebih kepada kehidupan masyarakat yang dinamis dan cakupan ilmu teori yang lebih luas pada konflik yang ada di masyarakat.

Awal teori neofungsionalisme muncul untuk mengatasi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan fungsionalisme struktural, solusi yang ditawarkan teori neofungsionalisme berhasil menyelesaikan masalah dari fungsionaisme seperti konflik, konservatisme. Namun  teori neofungsionalisme muncul bukan untuk mengatasi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan pada fungsionalisme struktural karena ini terjadi penurun dasar dan teori yang cenderung mengabaikan potensi konflik sosial yang merupakan ciri dasar dari kebanyakan masyarakat. Fungsionalisme struktural tidak bisa dikatakan mengabaikan konflik ynag ada dalam masyarakat karena pada kenyataanya justru lebih dekat dengan masyarakat mengenai struktur sosial, fungsi sosial bisa diterapkan dalam masyarakat meski secara garis besar fungsionalisme struktural mempertahankan keteraturan yang ada dalam masyarakat.

Permasalahan order adalah bagaimana pola penempatan unit individu pada struktur sosial non-random dengan segala motifnya, hal itu merupakan orientasi dasar neofungsionalisme “mencurahkan perhatian yang sama pada aksi dan order.” Hal ini menghindari kecenderungan fungsionalisme yang hanya mengacu pada order level makro. Neofungsionalise juga memberikan pengertian yang luas bukan hanya bersifat rasional melainkan juga aksi ekspresif, level makro itu memberikan pengertian yang luas pada teori neofungsionalisme bukan hanya sudut pandang  yang kecil.

Kelemahan dan kelebihan dari diterapkannya neofungsionalisme dalam kehidupan dapat dilihat pada kelemahannya cenderung pada obyek dari neofungsionalisme cakupannya luas bukan hanya bersifat rasional melainkan juga aski ekspresif.  Kelebihannya dapat dilihat dari mempelajari teori yang bersifat terbuka. Dalam buku George Ritzer tentang teori sosoiolgi bahwa neofungsionalisme menghindari tendensi fungsionalisme struktural yang nyaris secara eksklusif fokus pada sumber-sumber ketertiban level makro didalam struktur sosial dan kebudayaan dan tidak banyak memerhatikan pola-pola tindakan yang lebih berlevel mikro (Schwinn, 1998).

Referensi: 

Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Paradigma (Fakta Sosial, Definisi Sosial, Dan Perilaku Sosial), Jakarta: Kencana, 2012.

Rahma Sugiharti, Perkembangan Masyarakat Informasi Dan Teori  Sosial Kontemporer, Jakarta: Kencana, 2014


Penulis : Defi Tri Astuti


Fungsionalisme Struktural Sebagai Pedoman Kajian Sistem di Masyarakat

    Jum’at, 12 Februari 2021 pukul 19.00-21.00 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Agama mengadakan kegiatan diskusi daring mingguan yang bernama FORMAD (Forum Mahasiswa FUAD) dengan tema “Fungsionalisme Struktural” yang dipantik oleh Estu Farida Lestari Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan di temani oleh moderator Evania Fidyawati Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diskusi ini dilakukan secara virtual di rumah masing-masing melalui WhatsApp Grup.

    Tema kali ini membahas tentang sejarah fungsionalisme, gambaran pencetus Teori Fungsional Struktural, hal-hal yang menjadi syarat mutlak berfungsinya masyarakat, asumsi dasar konflik, konsep fungsi sistem sosial, dan empat komponen penggunaan imperatif fungsional.

    Struktural-fungsionalisme  lahir sebagai reaksi terhadap teori evolusionari. Jika tujuan dari kajian evolusionari  adalah untuk membangun tingkat-tingkat  perkembangan  budaya manusia, maka tujuan dari kajian struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun suatu sistem sosial, atau struktur sosial. Teori ini telah merajai kajian antropologi-sosiologi di dunia barat, sehingga King Los Davis berani mengatakan bahwa struktural fungsioanalisme sama rata dengan antropologi-sosiologi. Di Inggris teori ini mencapai puncak pada tahun 1930-1950. Pelopor yang terkenal pada masa itu ialah Rad-cliffe-Brown dan Malinos que, setelah pengetahuan ini berkembang dengan baik di Inggris yang dikenalkan oleh dua tokoh tersebut melalui pendekatan yang di bawa ke Amerika dan diperkenalkan ke jurusan Sosiologi-Antropologi Chicago University.

    Selain itu ada dua pengikut yaitu Fried Eghent dan Redfiell. Pada tahun 1950 mengalami puncak kejayaan, teori ini di kembangkan oleh Talcot Person beliau mampu mengubahnya secara canggih dan mengemas secara kompleks. Namun Talcot Person tidak bisa disebut sebagai pencetus karena sebelumnya sudah di publikasikan oleh R-B. Selang beberapa tahun kemudian teori ini mendapati banyak kritikan sebab munculnya teori baru di Sosiologi. Asumsi dasar dari teori fungsionalisme struktural ialah paham perspektif dalam sosiologi memandang masyarakat sebagai satu sistem yang saling berhubungan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan mengakibatkan ketidakseimbangan seperti halnya terdapat problematika masyarakat. Terjalinnya relasi baik antara masyarakat satu dengan yang lain, maka konflik yang timbul di tengah masyarakat sangat terbatas. Dilingkup kemasyarakatan terdapat kasta atau stratifikasi berupa struktur perangkat desa yang mengatur tatanan dalam masyarakat.

    Terdapat empat syarat mutlak untuk dikatakan masyarakat bisa berfungsi dengan seksama  antara lain; pertama, Adaptasi merupakan sebuah sistem yang menanggulangi situasi eksternal dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai kebutuhannya. Kedua, Pencapaian tujuan merupakan sebuah sistem yang harus mendefinisikan untuk mencapai tujuan utama. Dalam tatanan hidup masyarakat tentu memiliki tujuan yakni mencapai kemakmuran bersama, mencapai kehidupan harmonis. Ketiga, Integrasi merupakan sebuah sitem yang mengatur bagian komponen hidup. Sistem ini harus berkaitan atas tiga fungsi penting lainnya. Sebuah masyarakat dapat dikatakan berfungsi sempurna jika bisa mengatur dan mengolah kinerja dengan baik. Keempat, Pemeliharaan pola merupakan sebuah sistem yang mengatur segala hal dalam masyarakat bisa berjalan dengan baik, jika ada keteraturan dalam kultur yang dapat merubah pola fikir dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan yang membuat mereka semakin aktif dan tidak pasif.

    Parson memperkenalkan dua konsep yang berkenaan dengan sistem sosial yaitu konsep fungsi dan konsep pemeliharaan keseimbangan. Kedua konsep ini saling berkesinambungan karena ketika masyarakat mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka konflik yang timbul dalam masyarakat sangat minim. Bagaimana agar masyarakat tetap bisa dianggap berfungsi? Salah satunya lewat konsep pemeliharaan keseimbangan, perlu mempertahankan aturan yang sudah di selenggarakan. Menurut teori R-B bahwa “sebuah masyarakat disamakan dengan teori biologis sebagai perumpamaannya manusia mmiliki sel-sel, jaringan yang ada dalam tubuh tersebut”.

    Beberapa sistem sosial yang ada dalam masyarakat yakni sistem mata pencaharian, sistem kekerabatan dan organisasi sosial, bahasa, sistem kepercayaan. Selain itu terdapat empat komponen dalam penggunaan imperial fungsional, pertama, sistem tindakan, menurut person terdapat enam lingkungan sistem yang mendorong manusia untuk bertindak yaitu realitas hakiki, sistem kultural, sistem sosial, sistem kepribadian, organisme behavoria, dan adanya lingkungan fisik organik. Parson mengintegrasikan sistem dalam dua aspek tinggi dan rendah. Setiap level yang rendah menyediakan syarat energi dibutuhkan dalam level tinggi dan level tinggi mengontrol level yang hierarki berada dibawahnya dalam lingkungan sistem tindakan level terendah adalah lingkungan fisik dan organik yang terdiri dari unsur-unsur tubuh manusia, anatomi, dan fisiologi bersifat non simbolis 

    Dalam level tertinggi ialah realitas hakiki yang meliputi Sistem sosial, menurut person sistem sosial ialah sistem yang terdiri dari berbagai aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam aspek lingkungan. Sistem kultural, menurut person kebudayaan merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena dalam kebudayaan terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem kepribadian, pandangan Person adalah kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan kebudayaan melalui sosialisasi. Kepribadian menjadi sistem independent berhubungan dengan organisme itu sendiri. Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada dalam diri individu mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan disposisi

    Dalam analisis sistem fungsional Person menguraikan sejumlah persyaratan bagi sistem sosial adalah Sistem sosial harus terstruktur agar dapat beroperasi dengan sistem lain, sistem sosial harus didukung agar tetap bertahan, sistem harus signifikan memenuhi kebutuhan masyarakat, sistem sosial harus menimbulkan partisipasi memadai dari anggota, sistem harus memiliki kontrol minimum terhadap perilaku yang berpotensi merusak dan konflik yang menimbulkan kerusakan harus dikontrol. 

Referensi: 

Jurnal Antropologi No. 52, Universitas Indonesia, dan Jurnal digilib.uinsby.ac.id


Penulis: Defi Tri Astuti